Berita Nasional
Disahkan DPR, Omnibus Law RUU Cipta Kerja Jadi Undang-Undang, Tiga Poin Ini Menuai Sorotan
Langkah senyap DPR dan pemerintah dalam memuluskan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi UU akhirnya terwujud.
Baik UMP dan UMK, ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi dan bupati/wali kota.
• Update Covid-19 Kota Bogor: Pekan Ini Masih Status Zona Merah, Sebagian Besar dari Kluster Keluarga
Penetapan UMK dan UMP didasarkan atas perhitungan Kebutuhan Layak Hidup atau KLH.
Jam lembur lebih lama Dalam draf omnibus law Bab IV tentang Ketenagakerjaan Pasal 78 disebutkan waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak empat jam dalam sehari dan 18 jam seminggu.
Ketentuan jam lembur itu lebih lama dibandingkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, yang menyebut kerja lembur dalam satu hari maksimal 3 jam dan 14 jam dalam satu minggu.
Kontrak seumur hidup dan rentan PHK
Dalam RUU Cipta Kerja salah satu poin Pasal 61 mengatur perjanjian kerja berakhir pada saat pekerjaan selesai.
• Luhut: DKI Melambat, Bodetabek Trennya Naik Minta Pengetatan Protokol Kesehatan Tekan Covid-19
Sementara, Pasal 61A menambahkan ketentuan kewajiban bagi pengusaha untuk memberikan kompensasi kepada pekerja yang hubungan kerjanya berakhir.
Dengan aturan ini, RUU Cipta Kerja dinilai merugikan pekerja karena ketimpangan relasi kuasa dalam pembuatan kesepakatan.
Sebab, jangka waktu kontrak akan berada di tangan pengusaha yang berpotensi membuat status kontrak pekerja menjadi abadi.
Bahkan, pengusaha diniali bisa mem-PHK pekerja sewaktu-waktu.
• UPDATE Presiden AS Donald Trump Positif Covid-19, Harga Minyak Anjlok dan Ekonomi Goyah
Pemotongan waktu istirahat Pada Pasal 79 ayat 2 poin b dikatakan waktu istirahat mingguan adalah satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.
Selain itu, dalam ayat 5, RUU ini juga menghapus cuti panjang dua bulan per enam tahun.
Cuti panjang disebut akan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.