Kabar Artis
Olga Lydia Sebut Jakob Oetama Banyak Berikan Inspirasi, Membuat Masa Kecilnya Luar Biasa
Olga merasa Jakob Oetama membuka wawasannya lewat buku-buku yang diterbitkan di Kompas Gramedia.
Penulis: Arie Puji Waluyo | Editor: Feryanto Hadi
Jawaban itu seakan menjawab kebimbangan Jakob saat berada di persimpangan pilihan. Saat itu, Jakob pun memilih untuk, "menjadi wartawan profesional, dan bukan guru profesional".
"Orang inilah yang mengubah hidup saya," demikian pandangan Jakob terhadap Oudejans.
Ada sosok lain yang semakin memperkuat peran Jakob di dunia jurnalistik dan sebagai wartawan.
Sosok itu adalah PK Ojong. Salah satu momentum peristiwa itu terjadi pada April 1961, menjelang Jakob lulus dari Universitas Gadjah Mada.
Ojong mengajak Jakob menemui Pemimpin Umum Star Weekly, Khoe Woen Sioe.
Kepada Khoe, Ojong menilai Jakob sebagai sosok tepat untuk menggantikan dia sebagai pemimpin redaksi Star Weekly.
Ojong saat itu dikenal sebagai sosok yang tidak disukai pemerintah, dan ini menjadikan Star Weekly memiliki tanda-tanda akan ditutup.
Akan tetapi, Jakob menolak tawaran itu dengan alasan masih fokus untuk menyelesaikan kuliah.
Namun, Ojong tidak berhenti di situ. Tak lama kemudian, dia menemui Jakob di Yogyakarta untuk mengajak membuat majalah baru.
Dengan prototipe seperti majalah Reader's Digest, Ojong menawarkan konsep media dengan konten berisi sari pati ilmu pengetahuan dan teknologi dunia.
Hingga kemudian, lahirlah majalah Intisari pada Agustus 1963. Intisari menjadi buah pertama yang dihasilkan dari duet Jakob Oetama-PK Ojong.
Duet ini nantinya melahirkan Harian Kompas, juga grup Kompas Gramedia. Mengenai Ojong, dari sosok itu juga Jakob belajar banyak untuk menjadi seorang wartawan.
Ojong menjadi salah satu sosok yang membuatnya mendapat "pencerahan", dan tidak membuat dia menyesal telah memilih jalan sebagai seorang wartawan.
Sebagian atikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Persimpangan Pilihan Jakob Oetama, Menjadi Guru atau Wartawan...",