Ini Dampak Penghapusan BBM Jenis Premium dan Pertalite Bagi PT Pertamina Persero dan Masyarakat
PIhak PT Pertamina Persero berencana akan menghapus BBM jenis Premium dan Pertalite, namun ada dampaknya.
Hanya 5 negara yang masih gunakan BBM jenis Premium
Pihaknya mengatakan, penghapusan Premium atau BBM ber-octane rendah menjadi bagian dari komitmen pemerintah dalam menyediakan energi yang lebih bersih.
Saat ini, katanya, hanya ada 5 negara di dunia yang masih menggunakan BBM sejenis Premium.
"Dan Indonesia termasuk negara besar yang masih menggunakan (Premium). Jadi program (penghapusan Premium) kita akan lakukan bertahap," ungkap Arifin.
Arifin pun optimistis, program untuk mengganti BBM ber-octane rendah ke yang lebih tinggi bakal bisa terlaksana.
Apalagi, katanya, Pertamina juga sudah merampungkan Proyek Langit Biru di Cilacap yang bisa menghasilkan BBM dengan octane number yang lebih tinggi.
"Nah, ini lah yang akan kita campur dengan octane rendah, untuk bisa meningkatkan octane number-nya," ujar Arifin"
"Menurutnya, komitmen pemerintah dalam menerapkan energi bersih dan kebijakan pro lingkungan juga menjadi perhatian dunia internasional.
"Kita mengetahui beberapa waktu lalu, Norwegia juga sudah memberikan kompensasi terhadap penghematan C02 kita," sebut Arifin.
Sementara itu, Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menegaskan, sampai saat ini Pertamina masih tetap menyediakan dan menyalurkan Premium atau BBM RON 88 yang merupakan penugasan dari Pemerintah.
Sepanjang peraturan berlaku, maka penugasan pun tetap dijalankan Pertamina.
“Berdasarkan penugasan dari Pemerintah, saat ini Pertamina masih menyalurkan dan menyediakan Premium di Indonesia,”ujar Fajriyah lewat keterangan tertulisnya (31/9).
Penjualan BBM jenis Premium turun
Di sisi lain, CEO Subholding Commercial and Trading Pertamina Mas'ud Khamid mengungkapkan, memang terjadi penurunan penjualan produk Premium sejak awal tahun 2019 hingga pertengahan 2020.
"Daily sales premium di awal 2019 di kisaran 31 ribu hingga 32 ribu kiloliter per day, Pertamax sekitar 10 ribu kl artinya penjualan premium tiga kali penjualan pertamax," terang Mas'ud,
Adapun, memasuki Agustus 2020, penjualan premium menunjukkan tren penurunan menjadi sebesar 24 ribu kl per hari sementara Pertamax meningkat menjadi 11 ribu kl per hari.
Mas'ud melanjutkan, proyeksi penjualan ke depannya penjualan premium akan semakin menurun volumenya.
"Pada 2024 penjualan volume gasoline sekitar 107 ribu kl per hari. Premium dari 24 ribu kl per hari menjadi 13,8 ribu kl per hari," ujar Mas'ud.
Penghapusan Premium dan Pertalite
Dalam waktu dekat, dua jenis bahan bakar minyak (BBM), yakni Premium dan Pertalite dihapus.
Adanya rencana Pertamina hapus Premium dan Pertalite tersebut, kini jadi perbincangan hangat masyarakat.
Sebab, masyarakat harus bersiap-siap merogoh kocek lebih dalam untuk membeli BBM jenis lain jika Premium dan Pertalite dihapus.
Bila rencana itu terwujud, maka yang akan dijual Pertamina hanya Pertamax, atau BBM yang harganya paling mahal di antara ketiga jenis BBM tersebut.
Rencana penghapusan premium dan Pertalite tersebut mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara PT Pertamina dan Komisi VII DPR RI pada Senin (31/8/2020).
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, penyederhanaan produk Bahan Bakar Minyak (BBM) mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan No 20 Tahun 2019 yang mensyaratkan standar minimal RON 91.
Nicke memaparkan, saat ini masih ada dua produk di bawah RON 91 yang masih dijual yakni Ron 88 ( Premium) dan RON 90 (Pertalite).
"Kita akan mencoba melakukan pengelolaan hal ini karena sebetulnya premium dan pertalite ini porsi konsumsinya paling besar," kata Nicke.
Menurut dia, hanya tinggal 7 negara yang masih menjual produk gasoline di bawah RON 90 yakni Bangladesh, Colombia, Mesi4r, Mongolia, Ukraina, Uzbekistan, dan Indonesia.
Padahal sebut Nicke, Indonesia masuk dalam kelompok negara yang memiliki GDP 2.000 dollar AS hingga 9.000 dollar AS per tahun.
Berdasarkan klasifikasi tersebut, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang memasarkan jumlah jenis produk BBM paling banyak yakni 6 jenis produk.
"Jadi itu alasan yang paling penting kenapa kita perlu mereview kembali varian BBM ini, karena benchmark 10 negara seperti ini," kata Nicke.
Di sisi lain, CEO Subholding Commercial and Trading Pertamina Mas'ud Khamid mengungkap memang terjadi penurunan penjualan produk Premium sejak awal tahun 2019 hingga pertengahan 2020.
"Daily sales premium di awal 2019 di kisaran 31.000 hingga 32.000 kiloliter per day, Pertamax sekitar 10.000 kiloliter artinya penjualan premium tiga kali penjualan pertamax," terang Mas'ud.
Adapun, memasuki Agustus 2020, penjualan premium menunjukkan tren penurunan menjadi sebesar 24.000 kiloliter per hari sementara Pertamax meningkat menjadi 11.000 kiloliter per hari.
Mas'ud melanjutkan, proyeksi penjualan ke depannya penjualan premium akan semakin menurun volumenya.
"Pada 2024 penjualan volume gasoline sekitar 107.000 kiloliter per hari. Premium dari 24.000kiloliter per hari menjadi 13.800 kiloliter per hari," ujar Mas'ud.
Di sisi lain, Anggota Komisi VII DPR RI Paramitha Widya Kusuma mempertanyakan kesiapan kilang Pertamina seandainya jadi melakukan penyederhanaan varian produk BBM.
"Terkait penghapusan Premium dan Pertalite, bagaimana nanti kesiapan Kilang Pertamina untuk konfigurasi tersebut," ujar Paramitha dalam kesempatan yang sama.
Tahapan Penghapusan
Rencananya Bahan Bakar Minyak atau BBM Premium dan Pertalite dihapus.
Diketahui, penghapusan BBM Premium dan Pertalite tersebut memancing perhatian publik dan para pengamat.
Ada rencana penghapusan BBM Premium dan Pertalite lantaran penggunaannya dinilai tak ramah lingkungan.
Bahkan rencana BBM Premium dan Pertalite dihapus lantaran disebut tak memenuhi standar Euro.
Sehingga, BBM Premium dan Pertalite menjadi pemicu utama polusi di Jakarta dan kota-kota besar lainnya.
Sebagai contoh, di Jakarta saat ini tidak kurang dari 13 juta unit sepeda motor dan lebih dari enam juta unit roda empat di miliki warga Jakarta.
Saban hari tidak kurang dari 25 juta perjalanan melintasi kota Jakarta.
Karena itu, polusi di Jakarta dan kota besar lain akan tetap buruk jika mayoritas kendaraan itu masih memakai jenis BBM yang rendah kualitasnya.
Seperti premium, atau BBM lain yang kandungan sulfurnya lebih dari 500 ppm.
Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan menilai, langkah pemerintah dengan mendorong program langit biru, yakni mendorong BBM ramah lingkungan, harus didukung.
Caranya, dengan mengurangi distribusi dan penjualan jenis BBM yang tidak ramah lingkungan, terutama BBM Premium.
Bahkan program Langit Biru akan semakin baik jika bisa diseleraskan dengan Program Bali Era Baru - Work From Bali.
Di mana bekerja sambil liburan di wilayah yang ramah lingkungan tanpa plastic bag dan udara bersih rendah emisi.
Karena itu, sudah mendesak, meniadakan penjualan jenis BBM premium di Kota Jakarta dan Bodetabek, dan membatasi dengan ketat untuk daerah lainnya di Jawa, dan luar Pulau Jawa.
Peniadaan BBM premium atau jenis BBM lain yang tidak ramah lingkungan, bukan saja urgen untuk mengurangi tingginya polusi di Jakarta, tetapi juga menjaga kesehatan masyarakat.
Meski demikian, Mamit berpendapat bahwa posisi Pertamina tetap pada penugasan yang di berikan oleh pemerintah.
Mereka sebagai BUMN akan mendukung apapun kebijakan pemerintah terkait hal ini.
"Selain kebijakan pemerintah pusat, saya kira pemerintah daerah pun bisa meminta kepada Pertamina untuk tidak menyalurkan Premium ke wilayak mereka, jika memang masyarakatnya siap untuk tidak menggunakan Premium," jelas dia.
Namun, pada sisi ini dirinya, tetap mengingatkan bahwa ada beban yang harus di tanggung pemerintah terkait dengan dana kompensasi tersebut untuk Premium.
"Saya kira edukasi sangat penting dan masyarakat kita juga sudah cukup banyak yang paham terkait dengan penggunaan BBM dengan oktan yang tinggi"
"Proses edukasi ini sangat baik saya kira yang dilakukan oleh Pertamina dan pemerintah untuk beralih ke BBM ron tinggi," kata Mamit.
Sementara di sisi lain, Mamit menyambut baik dengan Langit Biru. Program ini sangat baik.
"Langit biru menjadi keharusan sesuai dengan peraturan KLHK. Makanya program ini harus dilakukan secara bertahap sehingga bisa semua daerah bisa dilakukan," jelas dia.
Secara terpisah, Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI menyampaikan, bensin premium berkontribusi sangat signifikan terhadap polusi di Jakarta.
Karena, lebih dari 30 persen bensin premium digunakan oleh kendaraan bermotor.
Jika premium tak dihapus, kota Jakarta akan makin tenggelam dan kelam oleh polusi.
"Polusi udara masih tinggi, sebab banyak kendaraan masih mengonsumsi BBM yang memiliki oktan rendah," katanya.
Karena itu, semua pihak baik pemerintah pusat dan daerah perlu satu suara dalam kebijakan menghilangkan premium.
Penghapusan BBM yang tidak ramah lingkungan seperti premium, juga sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia.
Yakni untuk mengurangi emisi karbon sebagaimana Perjanjian Paris (Paris Protokol), yang telah diratifikasi.
Pengurangan emisi karbon antara 29-40% akan sulit tercapai jika masyarakat masih dominan menggunakan BBM yang tidak ramah lingkungan.
Kata Tulus, dalam kehidupan paska wabah Covid-19, di sektor energi/BBM pun harus berbasis New normal juga.
Yakni konsisten menggunakan BBM ramah lingkungan yang juga sejalan dengan filosofi konsumsi berkelanjutan.
Terlebih lagi, sejumlah negara maju telah melarang pemakaian Premium karena dianggap tak ramah lingkungan.
"Sejatinya, pemerintah pusat sudah menetapkan Premium hanya berlaku di luar Pulau Jawa"
"Seyogyanya, BBM jenis ini harus dihapuskan peredarannya dari wilayah Jakarta jika Pemprov berkomitmen menciptakan kualitas udara yang baik bagi warganya"
"Harusnya makhluk premium yang nilai Ron nya sangat rendah tidak dipakai lagi di Jakarta," ujar Tulus.
Sedangkan, Direktur Eksekutif Komite Pengurangan Bensin Bertimbal (KPBB) atau sebelumnya bernama Komite Penghapusan Bensin Bertimbal, Ahmad Safrudin anggap BBM jenis Pertalite dan Dexlite sebagai dua dari bahan bakar umum disebut sebagai bahan bakar yang tidak lagi layak.
Ketidaklayakan itu berdasarkan standar emisi kendaraan yang berlaku di Indonesia.
Terlebih, sejak 2005, Indonesia mewajibkan standar kendaraan bermotor mengacu pada Euro2/II standar.
Penerapan standar ini, lanjut dia, mengharuskan prasyarat tersedianya BBM.
Antara lain bensin dengan RON 92 (min), sulfur 500 ppm (max), dan lead 0,013 gr/L (max), dan solar dengan cetane number/CN 51 (min), sulfur 500 ppm (max).
Kemudian, lanjutnya, pada Oktober 2018, pemerintah perketat standar emisi kendaraan dengan mewajibkan Euro 4/IV standard.
Dimana mengharuskan ketersediaan bensin dengan RON 92 (min), sulfur 50 ppm (max), dan lead 0,005 gr/L (max), dan solar dengan CN 51 (min), sulfur 50 ppm (max).
BBM yang memenuhi syarat menurutnya adalah bensin yang setara dengan Pertamax dan Pertamax Turbo.
Sementara untuk solar adalah Solar Perta-Dex dan Perta-Dex HQ (High Quality).
Tahapan Penghapusan
PT Pertamina (Persero) memiliki strategi jangka panjang untuk mengurangi penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tidak ramah lingkungan.
Yakni dalam hal ini BBM jenis research octane number (RON) 88 atau benin Premium dan RON 90 atau bensin jenis Pertalite.
Mengacu data paparan Pertamina dalam rapat kerja bersama DPR yang diterima Kontan.co.id, terdapat tiga tahapan yang akan dilakukan Pertamina untuk menghapus secara perlahan penggunaan bensin Premium dan Pertalite itu.
Strategi penghapusan itu merupakan simplifikasi varian produk dan comply dengan Peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2017.
Aturan itu mengatur soal baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru untuk kendaraan bermotor roda empat atua lebih.
Dalam beleid itu, pemerintah menetapkan BBM tipe euro 4 atau setara BBM oktan 91 ke atas mulai tahun 2019 secara bertahap hingga 2021.
Adapun yang kadar oktannya di bawah 91 atau masuk standar euro 2 saat ini adalah Premium dan Pertalite.
Adapun tahapan penghapusan kedua bensin itu.
Step Pertama: pengurangan bensin Premium disertai dengan edukasi dan campaign untuk mendorong konsumen menggunakan BBM Ron 90 ke atas.
Step Kedua: Pengurangan bensin Premium dan Pertalite di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) disertai dengan edukasi dan campaign untuk mendorong menggunakan BBM di atas RON 90 ke atas.
Step ketiga: Simplifikasi produk yang dijual di SPBU hanya menjadi dua varian yakni BBM RON 91/92 (Pertamax) dan BBM RON 95 (Petamax Turbo).
Sementara mengacu data itu pula, konsumsi bensin jenis Premium dan Pertalite dari tahun ke tahun masih mengalami kenaikan.
Rinciannya: untuk penggunaan bensin Premium di tahun 2018 secara nasional mencapai 31,3% dari konsumsi BBM secara nasional.
Nah, pada tahun 2019 konsumsi naik menjadi 33,3% dari penggunaan secara nasional.
Begitu juga dengan penggunaan bensin Pertalite yang masih mengalami peningkatan, dari yang tahun 2018 mencapai 52,4% secara nasional meningkat di tahun 2019 menjadi 56,3% secara nasional.
Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati menjelaskan mengenai filosofi penyederhanaan produk.
Produk yang di mana sesuai regulasi pemerintah dan kesepakatan dunia tentang lingkungan, seluruh negara harus berupaya menjaga ambang batas emisi karbon dan polusi udara dengan standar BBM minimal RON 91 dan CN minimal 51.
"Jadi sesuai ketentuan itu, Pertamina akan memprioritaskan produk-produk yang ramah lingkungan. Apalagi tentu juga kita telah merasakan di masa PSBB langit lebih biru dan udara lebih baik"
"Untuk itu, kita akan teruskan program yang mendorong masyarakat untuk menggunakan BBM yang ramah lingkungan dan mendorong produk yang lebih bagus,” katanya beberapa waktu yang lalu.
Namun yang jelas, sampai sejauh ini Pertamina masih menyediakan dan menyalurkan bensin Premium dan Pertalite
Sebagaimana penugasan Pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2018.
Peraturan itu tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 Tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
"Saat ini, sesuai ketentuan yang ada, Pertamina masih menyalurkan Premium di SPBU," ujar Fajriyah Usman, Vice President Corporate Communication Pertamina dalam pernyataannya.
Selain Premium, Pertamina juga masih menyediakan jenis BBM Umum yang meliputi Perta Series (Pertalite, Pertamax dan Pertamax Turbo) dan Dex Series (Pertamina Dex dan Dexlite).
"Pertamina juga masih menyediakan Pertalite di SPBU di Indonesia. Untuk itu, masyarakat tidak perlu khawatir dan tetap menggunakan BBM sesuai kebutuhan," kata seperti tertulis pada siaran persnya.
Di Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI beberapa waktu lalu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif juga mengungkapkan.
Yakni penghapusan Premium dan Pertalite menjadi bagian dari komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi karbon.
Oleh sebab itu, pemerintah akan mendorong penggunaan energi yang lebih bersih, termasuk BBM.
Arifin bilang, saat ini Indonesia menjadi salah satu dari enam negara yang masih menggunakan BBM sejenis Premium.
Padahal, negara-negara maju sudah meninggalkan pemakaian BBM jenis tersebut.
Asal tahu saja, Premium merupakan BBM dengan RON 88, sedangkan Pertalite memiliki RON 90.
"Kita memiliki komitmen untuk mengurangi emisi jangka panjang. Negara maju sudah menggunakan standar-standar baru untuk mengurangi emisi,” ungkapnya.
(Kompas.com/Tribunnews.com/Filemon Agung/Kontan.co.id)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Wacana Penghapusan Premium dan Pertalite serta Dampaknya bagi Masyarakat...", di Tribunnews.com dengan judul "Penghapusan BBM Jenis Premium, Ini Daerah yang Uji Coba", "BREAKING NEWS: Siap-siap! Pertamina Akan Hapus Premium dan Pertalite", di Kontan.co.id berjudul "Pengamat energi: Penghapusan BBM Premium dan Pertalite sudah mendesak", "Bensin Premium dan Pertalite bakal dihapus, berikut tahapan penghapusannya"