Info Balitbang Kemenag

Kerukunan Umat Beragama yang Tulus Mampu Dipraktikkan Komunitas di Indonesia Timur  

Dalam masyarakat Indonesia banyak komunitas yang mempraktikkan kerukunan beragama secara tulus dan tak mudah goyah dengan munculnya kelompok intoleran

Penulis: Mochammad Dipa | Editor: Ichwan Chasani
Humas Kemenag RI
Menteri Agama Fachrul Razi memberikan sambutan pada kegiatan rilis Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) tahun 2019, di Kantor Kemenag, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2019). 

Mereka saling mengunjungi- termasuk saat hari raya, bekerja sama dan tolong-menolong dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam kegiatan keagamaan.

Demikian pula keberadaan rumah ibadah agama lain dalam lingkungan agama berbeda tidak dipermasalahkan, bahkan dibantu pendiriannya.

Jika terjadi konflik, maka komunitas tersebut memiliki mekanisme lokal untuk menyelesaikannya yang biasanya bersumber dari hukum adat.

Kearifan lokal dan adat

Di beberapa komunitas tersebut di atas, faktor yang menjadi basis kerukunan beragama antara lain adalah kearifan lokal dan adat. 

Hal ini terlihat pada komunitas Pampang-Samarinda, di mana tradisi Dayak, khususnya kesenian Dayak menjadi alat pemersatu antara Kristen-Dayak dan Islam Bugis-Banjar.

Demikian juga terlihat pada komunitas Oherdetawun-Maluku Tenggara, basis kerukunannya pada aturan adat Lurvul Ngabal dan falsafah Ken ain ni ain (kita semua satu), selain ikatan kekerabatan yang kuat.

Hal yang sama juga terlihat pada komunitas Lembang Kaduaja-Tator, mereka memiliki adat tokonan yang menjadi pengikat kekerabatan tanpa memandang agama yang berbeda.

Begitu pun di Palopo basis kerukunannya adalah kearifan lokal di antaranya mesa kada diputuo pantang kada dipumate (bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh). 

Sementara di komunitas Kokoda-Sorong, kerukunan beragama ditopang oleh pengetahuan akan sejarah masa lalu. 

Komunitas ini memiliki sejarah tentang toleransi yang diperankan oleh Sultan Tidore ketika pertama kali memperkenalkan Islam di komunitas ini.

Ingatan tentang sejarah ini terus dijaga hingga kini untuk merawat kerukunan beragama tersebut.

Di komunitas Pasalae-Gorontalo, lain lagi, kerukunan tersebut ternyata ditopang oleh faktor ekonomi, secara khusus hal ini terlihat pada masyarakat nelayan.

Melalui itu, masyarakat bisa berinteraksi dengan baik tanpa memandang agama. Apalagi ada tradisi untuk membagikan ikan,  dari hasil tangkapan nelayan, tanpa melihat agamanya.  

Sementara di komunitas Lempake-Samarinda  kerukunan beragama ditunjang oleh kepentingan dan cita yang sama dalam membangun kampung dan juga adanya kesetaraan dalam penguasaan ekonomi.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Komentar

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved