Pembunuhan

Memori Banding Terpidana Mati Aulia Kesuma Sudah Diterima Pengadilan Tinggi DKI Jakarta

Memori Banding Aulia Kesuma Sudah Diterima Pengadilan Tinggi DKI. Kuasa Hukum : Semoga putusan Pengadilan Tinggi DKI membatalkan vonis mati

Penulis: Budi Sam Law Malau | Editor: Dwi Rizki
Wartakotalive.com/M23
Dua terdakwa kasus pembunuhan berencana ayah dan anak, Aulia Kesuma (kiri) dan Geovanni Kelvin (kanan), usai sidang perdananya di PN Jakarta Selatan, Senin (10/2/2020). 

Sementara itu, Komnas HAM meminta dokumen tambahan ke pihaknya untuk menindaklanjuti surat permohonan dari Aulia dan Geovanni.

"Dokumen tambahan yang diminta, sudah kami kirimkan semua ke Komnas Ham," kata Firman kepada Warta Kota, Rabu (15/7/2020).

Di antaranya kata Firman, salinan identitas pengadu dan korban, surat kuasa, sampai pada amar putusan dan beberapa dokumen lainnya.

"Semuanya sudah kami serahkan," kata Firman.

Kasus Penembakan Sekuriti di Jalan Benyamin Sueb Diduga Peluru Nyasar

Firman menjelaskan surat yang dikirim Jumat (19/6/2002) lalu berupa permohonan keadilan ke beberapa lembaga negara.

"Kami kirim ke Presiden RI, Wapres, Ketua Komisi 3 DPR RI, Komnas HAM, Ketua Pengadilan Tinggi DKI, Ketua MA dan Menkumham," kata Firman.

Dalam salinan surat yang ditujukan kepada presiden tersebut dan didapat Warta Kota, terdapat delapan poin utama yang ingin disampaikan Aulia Kesuma.

Ibu Korban Memiliki Firasat Anaknya Hanyut di Sungai Cisadane, Berikut Kronologinya

Berikut delapan poin tersebut:

1. Hukuman mati atau yang sering disebut dengan pidana mati bertentangan dengan ketentuan internasional hak asasi manusia terutama Pasal 3 Direktorat Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yaitu hak untuk hidup dan Pasal 4 Undang-Undang No.29 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

2. Terdakwa Aulia Kesuma memiliki putri yang masih balita dari perkawinannya dengan almarhum EDI CANDRA PURNAMA (korban yang dibunuh Aulia).

3. Beberapa Yurisprudensi kasus pembunuhan yang menyita perhatian publik, sudah divonis majelis hakim dan inkracht tidak ada vonis pidana mati seperti: Afriani Susanti dengan korban 9 orang meninggal dengan vonis 15 tahun; Magriet Christina Megawa dengan satu korban meninggal dengan vonis seumur hidup; dan Jessica Kumala Wongso dengan satu korban meninggal dengan Vonis 20 tahun

4. Selama hukuman mati masih menjadi sanksi dalam hukum pidana, maka Indonesia disebut masih jauh dari cita-cita luhur pendiri bangsa yang terkandung dalam pancasila.
Hukuman mati yang diturunkan penjajah juga dianggap tidak mengambarkan kemajuan secara nasional atau[uj internasional.

5. Berdasarkan Ditjen Permasyarakatan 2019 dan database ICJR mengenai hukuman mati di Indonesia (2020) menunjukan ada sekitar 274 terpidana mati dalam lapas.
Sementara itu 60 orang yang sudah duduk menunggu eksekusi mati selama lebih dari 10 tahun, tanpa kejelasan hidup, jauh dari kemanusiaan yang adil dan beradab.

6. Hukuman mati di berbagai belahan dunia memang masih menuai pro dan kontra. Albert Camos dalam esai panjang Reflection on the Guillotine menentang hukuman mati.
Menurut dia, hukuman ini tak memberikan keadilan juga tidak tak memberikan dampak apapun kterhadap kejahatan.
Ia hanya sebuah tindakan brutal. Hukuman mati hanya memberikan kepuasan sesaat, tak ada efek jera dan tak menghentikan agar kejahatan serupa tak terjadi lagi dan dalam argumenya itu, Camuo menyebut negara tak punya hak untuk merebut hidup orang lain.

7. Pada 2015 beberapa negara akhirnya memutuskan untuk menghapus praktik hukuman mati dalam konstitusi mereka.
Madagaskar telah menghapus hukuman mati pada tahu 2015, disusul kemudian Fiji pada bulan februari, Suriname pada bulan Maret dan pada November 2015, Congo memutuskan untuk menghapus sama sekali hukuman mati.

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved