Kendaraan Listrik
Kendaraan Listrik jadi Solusi Kurangi Dampak Polusi dan Hemat Energi
Kendaraan listrik, tidak akan menghasilkan polusi udara, sehingga sangat cocok untuk digunakan di daerah perkotaan di Indonesia.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia terus mendorong pembangunan industri kendaraan listrik.
Di mana melalui kendaraan listrik tersebut bisa menjadi solusi mengurangi dampak polusi dan serta bisa hemat energi.
Hal itu sejalan dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan
Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
• Polemik Sekda Bondowoso, Mulai jadi Tersangka Kasus Pengancaman, hingga Chat Mesra ke Dokter Gigi
• Weekend Mau ke Bogor? Pertimbangkan ini, Pemkot Mulai Berlakukan Jam Malam, Restoran dan Mal Tutup
Clean Energy Specialist & Idoan Marciano, Energy and Electric Vehicles Technology Specialist, Institute for Essential Services Reform (IESR), Julius C Adiatma, menyebut melihat dari studi-studi lain yang ada, untuk konteks Indonesia, sektor transportasi ini kontribusinya sangat signifikan.
Yaitu mencapai sekitar 70 hingga 80 persen dari polusi udara di daerah perkotaan.
"Ini sudah sangat mengkhawatirkan. Kualitas udara yang buruk ini mengakibatkan berkurangnya rata-rata usia harapan hidup di Indonesia sepanjang 1,2 tahun," kata Julius C Adiatma, dikutip dari Antara, Minggu (30/8/2020).
Menurut Julius Adiatma, kualitas bahan bakar di Indonesia sangat tidak baik.
Beberapa di antaranya bahkan memiliki kandungan sulfur sangat tinggi yang sangat polutif dan membahayakan kesehatan.
Kendaraan listrik, menurut Julius C Adiatma, tidak akan menghasilkan polusi udara, sehingga sangat cocok untuk digunakan di daerah perkotaan di Indonesia.
"Tapi, kan tidak mungkin kita mengganti semua kendaraan yang ada saat ini dengan kendaraan listrik dalam semalam. Jadi, sepanjang proses peralihan itu, yang bisa memakan waktu belasan hingga puluhan tahun, pemerintah harus berani menerapkan aturan kualitas bahan bakar itu," katanya.
Julius menyoroti kualitas bahan bakar yang digunakan oleh kendaraan bermotor di kota-kota besar, yang disebutnya sangat tidak berkualitas.
Sampai saat ini, yang memenuhi standar Euro 4 seperti dipersyaratkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), hanya jenis bahan bakar minyak Pertamax Turbo yang diproduksi dan dipasarkan Pertamina.
“Bahkan, bahan bakar sekelas solar Pertamina Dex itupun kandungan sulfurnya baru setara dengan Euro 2, begitu juga dengan Pertamax. Untuk premium dan solar, seharusnya sudah tidak dijual lagi,” katanya.
• Jerinx SID Tulis Surat, Ungkap Hasil Tes Swabnya dan Minta IDI Lakukan Ini Terhadapnya
• Tiga Wanita ini Video Call Sex dengan Napi di Lapas Riau, Namun Berujung Diperas Rp 19 Juta
Julius mengatakan komitmen dan keinginan pemerintah untuk menciptakan udara bersih sudah ada.
Di mana yang paling menonjol adalah dengan diterbitkannya Perpres No. 55/2019 yang memberikan landasan hukum bagi pengembangan kendaraan listrik.
Sekalipun peraturan turunan dari Perpres tersebut masih terbatas.
Memang sudah ada sejumlah aturan lain yang mendukung, misalnya ketentuan mengenai pemotongan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
“Tapi aturan ini baru berlaku mulai 2021,” ujarnya.
Juga ada Permendagri tentang pengurangan pajak kendaraan bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) untuk kendaraan listrik.
Namun keduanya juga masih membutuhkan peraturan implementasi dari Pemda.
“Untuk pemotongan BBNKB, Sejauh ini baru diterapkan di Jakarta dan Bali. Jadi, biarpun wacana mengenai kendaraan listrik ini sudah didengungkan sejak tahun lalu, sampai saat ini belum ada peraturan yang implementatif," katanya.
Selain itu, faktor kesiapan infrastruktur pengisian daya listrik juga harus mendapat perhatian dari pemerintah.
“Menurut saya, kalau hanya melihat dari rencana PLN saja, sangat tidak mencukupi untuk bisa mencapai target penjualan kendaraan listrik sebesar 20 persen di tahun 2025,” katanya.
Julius menyebut lembaganya menghitung bahwa idealnya pada tahun 2025 tersebut sudah tersedia sedikitnya 100.000 unit stasiun pengisian daya listrik umum (SPLU) di seluruh Indonesia.
Ia juga mengingatkan perlunya untuk mulai mengatur standar efisiensi kendaraan bermotor, karena sampai sekarang Indonesia belum punya standar seperti itu.
Sementara sebagian besar negara lain sudah menerapkan itu.
Bisa juga ditambah dengan labeling efisiensi kendaraan, supaya pembeli juga bisa memilih kendaraan yang lebih efisien.
“Sebab, di Rencana Umum Energi Nasional atau RUEN juga sudah ada mandat untuk menyusun aturan itu,” katanya.
Dorong Pembangunan
Sementara itu, Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin, Putu Juli Ardika, mengatakan pihaknya terus mendorong persiapan pembangunan industri kendaraan listrik.
Hal ini sejalan dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan
Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
“Upaya tersebut juga selaras dengan tren dunia yang terus bergerak ke penggunaan kendaraan yang hemat energi dan ramah lingkungan,” kata Putu dalam keterangan tertulis, Sabtu (29/8/2020).
Putu mengatakan, diterbitkannya Perpres 55/2019 merupakan wujud nyata pemerintah untuk memacu industri otomotif di dalam negeri segera merancang dan menyiapkan kendaraan bertenaga baterai di Indonesia.
“Kebijakan mengenai kendaraan listrik ini juga berkaitan erat dengan pengembangan ekosistemnya yang dibagi menjadi dua hal,” katanya.
Pertama, dalam perpres percepatan mobil listrik terdapat pembagian tugas-tugas bagi kementerian, antara lain penyediaan infrastruktur, penelitian dan pengembangan atau R&D, serta regulator.
Kedua, mendukung implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2013 yang terkait dengan sistem fiskal perpajakan yang akan mengacu pada tingkat emisi kendaraan.
“Nantinya keseluruhan perkembangan teknologi dan regulasi kendaraan listrik akan berlaku pada tahun 2021 mendatang,” katanya Putu.
Putu mengatakan, saat ini agar iklimnya bisa tercpita dengan baik, pemerintah memberi waktu 2-3 tahun bagi industri untuk melakukan investasi.
“Perpres kendaraan listrik ini pun akan mengatur tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) kendaraan listrik produksi Indonesia hingga dapat mencapai 35 persen,” imbuhnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pemerintah Tetap Dorong Pembangunan Industri Kendaraan Listrik", Klik untuk baca: https://otomotif.kompas.com/read/2020/08/30/100100315/pemerintah-tetap-dorong-pembangunan-industri-kendaraan-listrik.
Penulis : Gilang Satria