Setara Institute Nilai Reformasi Keamanan Negara Terancam Mundur Jika TNI Tangani Terorisme

Menurutnya, Perpres tersebut jika dipaksakan berlaku akan berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM berat.

Editor: Ahmad Sabran
Kompas.com
Ismail Hasani 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA- Rencana pelibatan TNI dalam penanganan terorisme melalui Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) terus menuai kontroversi. 

Ketua SETARA Institute Ismail Hasani menilai agenda reformasi sektor keamanan akan mengalami kemunduran jika tentang TNI dilibatkan Menangani Terorisme.

“Karena dia tidak akan menggunakan keputusan politik negara untuk pelibatan militer dalam penanganan terorisme,” katanya dalam Webinar: Rancangan Perpres Pelibatan TNI dalam mengatasi Terorisme yang diadakan oleh FISIP Universitas Andalas Padang, Rabu (26/8/2020).

Hal senada dikatakan Wakil Direktur LBH Padang Indira Suryani. LBH Padang tidak setuju Perpres itu disahkan. 

Menurutnya, Perpres tersebut jika dipaksakan berlaku akan berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM berat.

Viral Sejumlah Menteri Berfoto Bersama Tanpa Masker, Istana: Tidak Perlu Dibesar-besarkan

Anggota Fraksi Demokrat Setuju Rencana Anies Membuka Bioskop saat Pandemi Virus Corona

Dinanti-nantikan Para Suporter Persikota, Renovasi Stadion Benteng Diharapkan Cepat Selesai

Ia menilai TNI tidak cocok untuk diberikan kewenangan pemulihan. Kewenangan itu lebih baik diberikan kepada lembaga lain yang lebih tepat.

Indira juga menegaskan TNI bukan lembaga projusticia. “Oleh sebab itu tidak boleh diberikan kewenangan penyelidikan,” kata Indira dalam webinar.

Terlebih, lanjut dia, anggaran untuk TNI itu memungkinkan untuk diambil dari luar APBN atau sumber lain. Hal itu menurutnya sangat rawan praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang.

“Perpres ini akan menggunakan pendekatan militerisme sehingga dia berbahaya dan rawan akan terjadinya kesewenangan sehingga LBH tidak setuju,” ujarnya.

Sementara pengajar hukum tata negara Unand Feri Amsari dalam webinar yang sama berpendapat perlu ada skala kapan TNI bisa dilibatkan dalam penanganan terorisme.

Sebab pelibatan TNI dalam penanganan terorisme sudah terlalu jauh dalam ruang sipil.

“Pelibatan TNI dalam penanganan terorisme bisa-bisa berbahaya karena mengabaikan tuntutan hak-hak tersangka dan masyarakat sipil karena TNI tidak dilatih untuk memenuhi hak-hak masyarakat,” tuturnya.

Pengaturan pelibatan TNI dalam penanganan terorisme melalui Perpres, lanjutnya, bisa sangat berbahaya karena memberikan kewenangan yang luas bagi TNI.

Posisi saat ini pemerintah telah merampungkan penyusunan Raperpres tersebut. Drafnya telah diserahkan kepada DPR beberapa waktu lalu untuk dibahas bersama pemerintah.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved