Bersepeda jarak jauh
Amankah Mengajak Anak-anak Bersepeda Jarak Jauh? Ini Penjelasan Dokter Aristi Prajwalita
Dunia bersepeda jarak jauh terbuka bagi siapa saja, termasuk anak-anak. Secara medis, amankah mengajak anak-anak bersepeda jarak jauh?
Sederet pertanyaan itu terlontar bertubi-tubi saat saya hendak bersepeda jarak jauh dengan si bungsu, JB Denali yang berusia tujuh tahun.
Sang ibu dan anggota keluarga lain langsung melontarkan kekhawatiran saat Denali mengajak saya bersepeda dari Kebayoran Lama ke Depok-Cilodong.
Jaraknya pulang pergi sekitar 70 kilometer.
“Ayo kita ke Depok, pa,” tuturnya dengan mantap, Jumat (1/8/2020), bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha.

Melihat sorot matanya, saya tahu kali ini keinginannya tak bisa dibendung dengan berbagai alasan.
Selalu ada langkah pertama. Buat dia, ini kali pertama bersepeda jarak jauh lebih dari 50km.
Kami memang sudah lama membicarakan soal perjalanan jarak jauh bersepeda.
Saya minta ia bersabar, terus berlatih sambil main supaya makin mengenal sepedanya dan gaya bersepedanya.
Bagi saya sendiri, latihan-latihan atau main sepeda bersamanya itu jadi kesempatan juga untuk mengenal karakter dan gaya bersepedanya.
Saya lihat keseimbangannya tumbuh bagus dan ia cenderung berjalan lurus dengan sepedanya, tidak mudah oleng atau berjalan zigzag.
Tapi ia masih suka main kejutan dengan berkelok mendadak dan rem kuat sambil ngesot.

Selain keliling di sekitar kompleks perumahan Permata Hijau hampir setiap hari, terkadang kami bersepeda ke Gelora Bung Karno.
Pernah pula kami mencoba jarak yang lebih jauh yaitu ke Monas dan Kota Tua. Jaraknya pulang pergi dari rumah mencapai 28km.
Sejak di TK dulu Denali sudah saya kenalkan dengan perjalanan bersepeda dari rumah ke sekolah.
Sambil jalan saya perkenalkan titik-titik rawan dan apa yang harus dilakuannya saat di perempatan jalan, tikungan, penyeberangan, dan sinyal tubuh untuk berbelok atau tujuan lain.