Jelaskan Posisi PAN dengan Pemerintah, Zulkifli Hasan: Kami Mitra yang Kritis
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan menegaskan, partainya menjadi mitra kritis dari pemerintah.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan menegaskan, partainya menjadi mitra kritis dari pemerintah.
Hal itu ditegaskan Zulkifli Hasan, merespons kunjungannya dan beberapa elite PAN ke Istana, bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 20 Juli lalu.
Pasca-pertemuan itu, menguat anggapan PAN akan merapat dalam barisan partai politik pendukung pemerintah.
• Ipar Jokowi Baru Daftar Jadi Bakal Calon Bupati Gunungkidul, Belum Diusung Partai NasDem
"Kita, PAN mitra yang kritis," kata Zulhas, sapaan akrabnya, ditemui di Kantor DPP PAN, Jakarta, Rabu (29/7/2020).
Zulhas mengungkapkan, pertemuan dengan Jokowi adalah membicarakan pelantikan pengurus baru DPP PAN 2020-2025 yang terkendala akibat pandemi Covid-19.
Jokowi yang dalam rencana awal dijadwalkan hadir, akhirnya diganti dengan pelantikan sederhana secara virtual.
• Sapi Kurban Presiden Jokowi untuk Warga Kepulauan Seribu Dibawa ke Pulau Tidung, Ini Alasannya
"Saya waktu itu undang Pak Jokowi untuk pelantikan. Eh tiba-tiba Covid, sudah semua diatur, sudah oke Pak Presiden juga akan datang."
"Tapi kan tidak jadi, namanya Covid, gimana?"
"Kita akhirnya pelantikannya pakai alam gaib virtual, itu kan alam gaib kan, kita pakai virtual," tuturnya.
• Jokowi Ungkap Letak Permasalahan Pemerintahan Indonesia: Terlalu Banyak Aturan
Karena sudah berjanji mengundang Jokowi, pengurus DPP PAN pun akhirnya memutuskan datang ke Istana.
Zulhas juga memperkenalkan kepengurusan DPP PAN yang baru.
"Kita kemarin enam orang datang ke sana, silaturahmi memperkenalkan pengurus."
"Mas Sutrisno, Ketua Dewan Kehormatan Pak Hatta Rajasa, Ketua MPP, saya, dan jajaran pengurus DPP semua diperkenalkan," terangnya.
Tak Sodorkan Nama Calon Menteri
Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto menegaskan, partainya tidak pernah menyodorkan nama ke Presiden Joko Widodo (Jokowi), untuk dijadikan menteri Kabinet Indonesia Maju.
"Sampai sekarang kami tidak sodorkan nama, tidak ada," ujar Yandri saat dihubungi Tribunnews di Jakarta, Jumat (3/7/2020).
Yandri menyebut, di internal PAN sampai saat ini tidak ada pembahasan untuk merapat ke pemerintahan Presiden Jokowi, apalagi sampai menyodorkan nama calon menteri.
• Berpotensi Kembali Terinfeksi Covid-19, Pasien Sembuh Tetap Wajib Patuhi Protokol Kesehatan
"Saya beberapa malam sama Bang Zul (Zulkifli Hasan) dari pagi sampai malam, tidak sama sekali nyinggung reshuffle atau membawa nama siapa yang mau jadi menteri tidak ada," ungkap Yandri.
"Prinsip PAN itu, program pemerintah yang bagus, PAN dukung."
"Kalau ada kebijakan dirasa kurang pas, maka PAN akan menyampaikan kritikan konstruktif, disampaikan secara santun, cari solusi terbaik," papar Yandri.
• Dua Menteri Ini Dianggap Layak Diganti, yang Satu Bahkan Dinilai Seharusnya Dicopot Sejak Maret
Ketua Komisi VIII DPR itu menuturkan, urusan perombakan kabinet atau reshuffle merupakan hak prerogatif Presiden Jokowi, dan PAN tidak akan ikut campur dalam hal tersebut.
"Tapi reshuffle merupakan persoalan biasa, setiap kepemimpinan Presiden siapapun, biasa melaksanakan reshuffle."
"Siapa yang direshuffle dan siapa yang menggantikannya, PAN tidak ikut campur," tegas Yandri.
• Dua Terdakwa Penyerangnya Segera Divonis, Novel Baswedan Tak Mau Berharap Banyak
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju bekerja lebih keras di masa pandemi Covid-19.
Hal itu disampaikan Jokowi saat Sidang Kabinet Paripurna berlangsung secara tertutup pada 18 Juni 2020.
Berikut ini isi lengkap pidato Presiden Jokowi dalam Sidang Kabinet Paripurna yang baru dikeluarkan oleh Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden pada YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (28/6/2020).
Selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua.
Yang saya hormati bapak Wakil Presiden, para menko, para menteri.
Yang saya hormati seluruh ketua dan pimpinan lembaga yang hadir yang tidak bisa saya sebut satu per satu.
Bapak ibu sekalian yang saya hormati, suasana dalam tiga bulan ke belakang ini dan ke depan, mestinya yang ada adalah suasana krisis.
Kita juga mestinya semuanya yang hadir di sini sebagai pimpinan, sebagai penanggung jawab, kita yang berada di sini ini bertanggung jawab kepada 260 juta penduduk Indonesia.
Tolong digarisbawahi, dan perasaan itu tolong kita sama. Ada sense of crisis yang sama.
Hati-hati, OECD terakhir sehari dua hari lalu menyampaikan bahwa growth pertumbuhan ekonomi dunia terkontraksi 6, bisa sampai ke 7,6 persen. 6-7,6 persen minusnya.
Bank Dunia menyampaikan bisa minus 5 persen. Perasaan ini harus sama. Kita harus ngerti ini. Jangan biasa-biasa saja, jangan linear, jangan menganggap ini normal. Bahaya sekali kita.
Saya lihat masih banyak kita yang menganggap ini normal. Lah kalau saya lihat bapak ibu dan saudara-saudara masih ada yang melihat ini normal, berbahaya sekali.
Kerja masih biasa-biasa saja. Ini kerjanya memang harus ekstra luar biasa, extra ordinary.
Perasaan ini tolong sama. Kita harus sama perasaannya. Kalau ada yang berbeda satu saja, sudah berbahaya.
Jadi, tindakan-tindakan kita, keputusan-keputusan kita, kebijakan-kebijakan kita, suasananya harus suasana krisis.
Jangan kebijakan yang biasa-biasa saja menganggap ini sebuah kenormalan. Apa-apaan ini?
Mestinya, suasana itu ada semuanya. Jangan memakai hal-hal yang standar pada suasana krisis. Manajemen krisis sudah berbeda semua mestinya.
Kalau perlu kebijakan Perppu, ya Perppu saya keluarkan. Kalau perlu Perpres, Perpres saya keluarkan. Kalau sudah ada PMK, keluarkan.
Untuk menangani negara, tanggung jawab kita kepada 267 juta rakyat kita.
Saya lihat masih banyak kita ini yang seperti biasa-biasa saja. Saya jengkelnya di situ. Ini apa enggak punya perasaan? Suasana ini krisis.
Yang kedua, saya perlu ingatkan belanja-belanja di kementerian. Saya melihat laporan masih biasa-biasa saja.
Segera keluarkan belanja itu secepat-cepatnya, karena uang beredar akan semakin banyak, konsumsi masyarakat akan naik.
Jadi belanja kementerian tolong dipercepat. Sekali lagi jangan menganggap ini biasa-biasa saja. Percepat, kalau ada hambatan keluarkan peraturan menterinya agar cepat.
Kalau perlu Perpres, saya keluarkan perpresnya untuk pemulihan ekonomi nasional.
Misalnya, saya beri contoh bidang kesehatan tuh dianggarkan Rp 75 triliun, baru keluar 1,35 persen coba?
Uang beredar di masyarakat ke-rem ke situ semua. Segera itu dikeluarkan dengan penggunaan-penggunaan yang tepat sasaran sehingga men-trigger ekonomi.
Pembayaran tunjangan untuk dokter, dokter spesialis, tenaga medis segera keluarkan.
Belanja-belanja untuk peralatan segera keluarkan. Ini sudah disediakan Rp 75 triliun seperti itu.
Bansos yang ditunggu masyarakat segera keluarkan. Kalau ada masalah lakukan tindakan-tindakan lapangan. Meskipun sudah lumayan, tapi baru lumayan. Ini extra ordinary. Harusnya 100 persen.
Di bidang ekonomi juga sama. Segera stimulus ekonomi bisa masuk ke usaha kecil, usaha mikro, mereka nunggu semuanya. Jangan biarkan mereka mati dulu baru kita bantu, enggak ada artinya.
Berbahaya sekali kalau perasaan kita seperti enggak ada apa-apa. Berbahaya sekali.
Usaha mikro, usaha kecil, menengah, usaha gede, perbankan, semuanya yang berkaitan dengan ekonomi.
Manufaktur, industri, terutama yang padat karya. Beri prioritas pada mereka supaya enggak ada PHK.
Jangan sudah PHK gede-gedean, duit serupiah pun belum masuk ke stimulus ekonomi kita.
Hanya gara-gara urusan peraturan, urusan peraturan. Ini extra ordinary. Saya harus ngomong apa adanya, enggak ada progress yang signifikan. Enggak ada.
Kalau mau minta Perppu lagi, saya buatin perppu, kalau yang sudah ada belum cukup. Asal untuk rakyat, asal untuk negara, saya pertaruhkan reputasi politik saya.
Sekali lagi tolong ini betul-betul dirasakan kita semuanya, jangan sampai ada hal yang justru mengganggu.
Sekali lagi, langkah-langkah extra ordinary betul-betul harus kita lakukan. Dan saya membuka yang namanya entah langkah politik, entah langkah-langkah kepemerintahan akan saya buka.
Langkah apapun yang extra ordinary akan saya lakukan. Untuk 267 juta rakyat kita. Untuk negara.
Bisa saja membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya. Entah buat perppu yang lebih penting lagi kalau memang diperlukan.
Karena memang suasana ini harus ada, suasana ini tidak, bapak ibu tidak merasakan itu, sudah.
Artinya tindakan-tindakan yang extra ordinary keras akan saya lakukan. Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini.
Saya betul-betul minta pada bapak ibu dan saudara sekalian mengerti, memahami apa yang tadi saya sampaikan.
Kerja keras, dalam suasana seperti ini sangat diperlukan. Kecepatan dalam suasana seperti ini sangat diperlukan. Tindakan-tindakan di luar standar saat ini sangat diperlukan dan manajemen krisis.
Sekali lagi, kalau payung hukum masih diperlukan, saya akan siapkan. Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan, terima kasih. (Chaerul Umam)