Virus Corona

Faisal Basri Sebut Puncak Covid-19 Diprediksi Terjadi pada 14 Juni 2020, Waspada Kemerosotan Rupiah

Ekonom Senior Indef Faisal Basri menyatakan, surat utang pemerintah memiliki kupon atau tingkat bunga tinggi, yakni 7 hingga 8 persen.

Tribunnews.com
Faisal Basri 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Ekonom Senior Indef Faisal Basri menyatakan, surat utang pemerintah memiliki kupon atau tingkat bunga tinggi, yakni 7 hingga 8 persen.

Di sisi lain, investor asing sedang mengalami kelebihan likuiditas karena adanya dana stimulus berupa quantitative easing.

"Nah, sekarang mereka masuk ke Indonesia membeli surat-surat utang pemerintah itu, tapi bukan untuk tujuan jangka panjang," ujarnya saat teleconference di Jakarta, Rabu (10/6/2020).

Kasus Baru Covid-19 Melonjak Lagi, Politikus PAN: Kita Ingin Damai, tapi Coronanya Belum Mau

Faisal Basri menyampaikan, berdasarkan data miliknya, sampai Desember, kepemilikan asing di surat utang Indonesia jadi yang tertinggi di dunia, yakni mencapai 38,7 persen.

Beda halnya dengan Jepang, surat utang negara yang sebagian besar dalam bentuk mata uang yen dipegang oleh masyarakatmya sendiri.

"Nah kalau ada apa-apa, misalnya ini mudah-mudahan tidak terjadi ya, prediksi teman-teman Indef puncak Covid-19 ini dari segi kasus akan mengalami lonjakan pada 14 Juni."

Minta Maaf kepada Komisi VIII DPR Soal Haji, Menteri Agama: Saya Harus Selamatkan Muka Pemerintah

"Bentar lagi, kemarin sudah mulai kasus baru diatas 1.000 orang," kata Faisal Basri.

Kemudian, nanti akibat kebijakan normal batu atau new normal yang dipaksakan itu, maka akan muncul dampakmya pada bulan depan dari sisi korban positif Covid-19.

"Pada saat itulah asing mulai menjual bonds-nya lagi."

Ini Penyebab Menteri Agama Tak Koordinasi dengan Komisi VIII DPR Saat Batalkan Keberangkatan Calhaj

"Nanti Bank Indonesia harus turun tangan keluar cadangan devisa."

"Karena itu, sungguh sangat rentan."

"Jadi kalau kita cek global shock ini yang sekarang dibanding 2008 hingga 2009 itu tingkat kerentanan kita sekarang lebih buruk daripada yang lalu," ulasnya.

Perdana Kunjungi Markas Gugus Tugas Covid-19, Jokowi: Jangan Sampai Terjadi Gelombang Kedua!

Menurut Faisal Basri, perekonomian Indonesia pada saat krisis 2008 masih bisa melenggang dengan pertumbuhan sebesar 4,6 persen, tatkala dunia sudah mengalami resesi.

Sedangkan sekarang, kerentanan negara semakin parah karena pemerintah ia nilai tidak belajar dari krisis-krisis sebelumnya.

Dia menambahkan, sulit untuk membayangkan fundamental ekonomi membaik dan bisa menguatkan nilai tukar rupiah, karena masih ada current account deficit atau defisit transaksi berjalan.

Ridwan Kamil Pastikan Tak Ada Lagi Zona Merah di Jawa Barat, Angka Penularan Covid-19 di Level 0,7

"Jadi, kalau kita yakin rupiah akan menguat secara berkelanjutan tatkala current account Januari sampai Maret masih defisit."

"Kalau defisit bisa ditutupi sepenuhnya oleh capital inflow, rupiah akan cenderung tidak menurun atau bisa menguat sedikit."

"Tapi kalau capital inflow-nya keluar lagi menjadi outflow, maka rupiah akan merosot kembali," papar Faisal Basri.

Jawa Barat Gratiskan Biaya SMA dan SMK Negeri, Siswa Sekolah Swasta Dibantu Rp 1,5 Juta per Tahun

Terkait penguatan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ke level Rp 14.000 dari sebelumnya sekira Rp 16.500, Faisal Basri menilai penanganan dari sisi kesehatan dan ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19 terbilang kusut, meski perekonomian masih naik pada kuartal I 2020.

"Kenapa kalau penanganannya karut-marut seperti ini rupiah menguat dan bahkan ada yang mengatakan Indonesia pertumbuhan ekonomi sampai Maret masih positif 2,79 persen?"

"Harus diingat bahwa rupiah menguat dari meningkatnya pasokan dolar AS," tuturnya.

Ini 4 Syarat Kudeta Bisa Terjadi Menurut Pengamat, Kalau Tak Terpenuhi Termasuk Nekat

Karena itu, dia memandang tidak ada hubungannya antara penguatan rupiah dengan fundamental ekonomi Indonesia sudah membaik.

"Pasokan dolar meningkat luar biasa masuk ke Indonesia."

"Dari mana? Ya dari utang global bonds itu, jadi tidak ada hubungannya gitu dengan penanganan," ucap Faisal Basri.

Siap Pasang Badan Hadapi Pihak yang Fitnah Prabowo, Habiburokhman: Hati-hati Tenggelam!

Sebelumnya, total global bonds yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan dan BUMN mencapai 10,9 miliar dolar AS (Rp 162 triliun dengan kurs April 2020 Rp 14.900 per dolar AS).

"Nanti akan kita lihat global bonds ini ada berupa valas 100 persen dimiliki asing."

"Kemudian, ada setiap periode pemerintah mengeluarkan surat utang dalam denominasi rupiah," bebernya.

Pemulihan Ekonomi Butuh 5 Tahun

Faisal Basri menyetujui pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, terkait pemulihan ekonomi Indonesia akibat dampak pandemi Covid-19.

Faisal Basri mengatakan, Indonesia butuh waktu sekira 5 tahun untuk memulihkan perekonomian hingga kembali tumbuh 5 persen.

"Setuju sama apa yang dikatakan oleh Pak Luhut, bahwa Indonesia butuh waktu 5 tahun baru semuanya pulih."

Jokowi: Beradaptasi dengan Covid-19 Bukan Berarti Kita Menyerah Apalagi Kalah

"Mungkin tidak sampai 5 tahun kalau desain kebijakannya akan lebih baik," ujarnya.

Menurutnya, kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dari pemerintah jumlahnya masih sedikit dibanding PDB Indonesia, sehingga tidak bisa pulih secara cepat.

"Saya setuju sekali dengan dikatakan sebetulnya stimulus fiskal yang dikaitkan dengan pemulihan ini relatif sangat sedikit."

UPDATE 10 Juni 2020: 1.024 WNI di Luar Negeri Positif Covid-19, Mayoritas Bekerja di Kapal Pesiar

"Belum lagi aktivitas ekonomi menurun kira-kira 50 persen," cetus Faisal.

Dia menambahkan, beda halnya jika pemerintah berani lebih jor-joran dalam memberikan stimulus ekonomi.

Agar, prediksi International Monetary Fund (IMF) terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa jadi kenyataan.

Kapan Sekolah di Jawa Barat Dibuka Lagi? Ridwan Kamil: Sepahit-pahitnya Januari

"Karena itulah maka kesimpulannya, kelihatannya pemulihan akan seperti itu, tidak bisa optimis menggelontorkan uang sebanyak-banyaknya."

"Barangkali kalau kita mengikuti prediksi IMF, pertumbuhan tahun 2021 bisa 8,5 persen jadinya kemungkinan besar itu tidak akan terjadi sampai lima tahun ke depan," paparnya. (Yanuar Riezqi Yovanda)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved