Kisah Soekarno

Begini Cara Soekarno Berkomunikasi dengan Gerilyawan Saat Ditahan di Parapat, Tepi Danau Toba

Ini kisah tentang pengasingan Presiden pertama Indonesia Soekarno di Parapat, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara tahun 1949.

Twitter @potretlawas
Soekarno dan Haji Agus Salim saat sama-sama berada di pengasingan di Parapat, tepi Danau Toba. Saat itu presiden pertama RI tersebut masih bisa berkomuniasi dengan para gerilyawan. 

Prajurit TNI dan para pejuang gerilyawan kemudian bergerak mengepung Parapat, baik dari daratan maupun kawasan Danau Toba.

Tetapi, pergerakan tersebut ditahan oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir, dengan alasan mau dipindahkan ke Bangka.

Akhirnya Soekarno dibawa ke Bangka pada Maret 1949, dan di situlah dia dipertemukan dengan pemimpin lainnya, antara lain Bung Hatta.

Lebih jauh disampaikan Mangasi, ketika itu memang pemisahan atau pengkotak-kotakan jelas dilakukan Belanda, yang dikenal dengan bahasa "Devide Et Impera”.

Sejumlah orang di Parapat ada yang diangkat dengan jabatan yang lebih tinggi dengan sebutan Tuan, dan di sisi lain ada yang tetap jadi pesuruh seperti kakeknya, Buka Sinaga yang menjadi tukang kebun.

"Saat itu memang sudah dikotak-kotakkan, ada yang jadi tuan dan ada yang tukang kebun seperti Oppung Buka dan Oppung Tindaon. Makanya ada pengangkatan nama Tuan. Diangkat lima orang tuan, itulah orangnya Belanda," ujar Mangasi.

Pizza by Mama Baim‎ : Makan Pizza Enak Tanpa Membuat Kantong Menderita

Bangga Jaga Pesanggrahan

Disinggung soal kesan menjaga rumah bersejarah bagi Bangsa Indonesia itu, Mangasi mengatakan rasa senang dan bangga bisa menjaga pesanggrahan tersebut.

Kata Mangasi, nama besar Soekarno membuatnya merasa bertanggung jawab secara moral menjadi penjaga rumah tersebut.

"Nama Besar Bapak Proklamator membuat kita ada tanggung jawab moral, dan sangat berarti bagi saya dan keluarga," kata Mangasi.

Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser, Presiden Indonesia Soekarno, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, dan Presiden Ghana Kwame Nkrumah, dalam acara Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955.
Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser, Presiden Indonesia Soekarno, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, dan Presiden Ghana Kwame Nkrumah, dalam acara Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955. (HISTORIA.ID/UN Photo/MB)

Mangasi tidak mau berkomentar banyak, selain hanya merasa bersyukur dan menganggap suatu kehormatan baginya menjaga pengasingan Bung Karno di kampung halamannya itu.

Namun, secara pribadi dia berharap agar ada perawatan yang lebih baik dari pemerintah di pensanggrahan tersebut, tanpa menghilangkan nilai dan estetika sejarah.

Menurut Mangasi, anak-anak Presiden Soekarno beberapa kali datang ke Parapat mengunjungi tempat pengasingan itu.

"Menariknya mereka selalu memperhatikan apa yang pernah ditempati bapaknya. Secara khusus, juga Yayasan Bung Karno pernah mengundang satu di antara pegawai ke Jakarta untuk diberikan bentuk penghargaan pada beberapa tahun lalu," ujarnya.

Seingat Mangasi, anak-anak Soekarno yang pernah berkunjung yakni Guruh Soekarmoputra sekitar tahun 1988-89, Sukmawati pada tahun 1992, dan Megawati tahun 2004 saat menjabat Presiden RI.

RLC Kota Tangsel Pulangkan 14 Pasien Sembuh Gejala Infeksi Covid-19, Diataranya Balita

Halaman
1234
Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved