Berita Nasional

Bahasan PKI Meningkat, Masih Perlukah Takut dengan Komunis? Ini Kata Franz Magnis Suseno

Masih perlukan kita takut dengan PKI dan komunisme pada hari ini? Franz Magnis Suseno pernah mengulas itu secara lengkap. Simak tulisannya.

ANTARA/Muhammad Iqbal
ILUSTRASI Partai Komunis (Foto Hanya Ilustrasi) 

Alasannya, buku itu mengajarkan seseorang menjadi kapitalis. Tidakkah Anda sedih mendengarnya?

Pertanyaannya kemudian, apakah cita-cita akan masyarakat yang adil makmur itu terwujud dalam sistem pemerintahan komunis? Jawabannya adalah Tidak.

Seniman Indonesia Dadang Christanto Ucapkan Selamat Ulang Tahun PKI

Eksperimen terbesar dalam sejarah umat manusia untuk menciptakan sebuah tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam paham komunisme gagal total. Kesejahteraan tak mewujud.

Dalam bukunya, Franz Magnis mencatat lebih dari 100 juta orang mati sebagai korban komunisme dalam rentang waktu 62 tahun (1917 sampai kejatuhan rezim Khmer Merah di Kamboja 1979).

Dari jumlah itu, 20 juta di antaranya di Uni Soviet, 15 juta dari angka 20 juta itu terjadi di bawah pemerintahan Stalin yang meneruskan kekuasaan Lenin. Yang terjadi adalah sebuah ironi.

Tragedi kemanusiaan tak terperi di abad 20 itu terjadi atas nama ideologi yang dicita-citakan membawa kebebasan dan kebahagiaan umat manusia.

Pada 9 November 1989 tembok Berlin yang memisahkan Jerman Timur dan Jerman Barat runtuh, menandai berakhirnya rezim komunis Jerman Timur dan reunifikasi Jerman setahun kemudian.

Goncangan besar terhadap komunisme internasional terjadi pada 1991 ketika Uni Soviet meninggal dalam tenang.

Ustaz Haikal Hassan Geram PKI Kini Mulai Berani Menunjukkan Diri

Negeri adidaya itu runtuh, porak poranda. Hanya sejumlah kecil negara di dunia yang masih melandaskan dirinya pada ideologi komunisme, di antaranya Korea Utara, China, Kuba, dan Vietnam.

China meski berbentuk komunis dan peran negara begitu kuat di sana, praktiknya sangat kapitalis.

Sulit sekali membayangkan ideologi komunisme yang serba tertutup itu bisa kembali hidup di tengah peta politik dan ekonomi antarnegara yang saat ini saling kait mengait dengan begitu kuat.

Pertanyaan yang muncul, bagaimana bisa terjadi, "gagasan mulia" menyejahterakan manusia bisa jatuh pada bentuk negara yang demikian totaliternya dan merampas hak-hak dasar manusia pada negara-negara komunis?

Bagaimana masyarakat bisa mencari jawab atas pertanyaan itu jika buku-buku yang berupaya menjelaskan kisah komunisme dirazia pak tentara, diskusi dibubarkan, segala pembicaraan soal ini di ruang publik ditutup paksa semata-mata karena aparat negara kita tidak bisa membedakan antara mempelajari dan menganut?

Kisah Kakek Aslan Ditelantarkan Keluarga, Mengaku Sering Dipukuli Istri: Saya Pengen Mati Saja

Untuk menunjukkan bahwa komunisme itu tidak layak dianut bukan dengan phobia menghadapi gambar palu arit dan menutup mata publik atas cerita tersembunyi peristiwa 1965, tapi justru membuka ruang seluas-luasnya agar masyarakat bisa berkenalan, berdiskusi, dan mengkritisi apa itu komunisme.

Negara seharusnya memberi jaminan pada masyarakat agar diskusi dan pemutaran film seputar soal-soal ini berlangsung secara aman tanpa intimidasi pembubaran.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved