Operasi Tangkap Tangan

Dibilang MAKI OTT Tidak Berkelas, Sangat Memalukan, dan Cuma Level Kampus, KPK Tanggapi Begini

Boyamin Saiman menyoroti operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Penulis: |
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Kuningan Persada Jakarta Selatan, Senin (22/2/2016). 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyoroti operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Menurut dia, upaya komisi anti-rasuah tersebut hanya sekadar mencari sensasi dan menunjukkan ketidakprofesionalan saat menangani perkara.

"Sangat tidak berkelas dan sangat memalukan, karena KPK saat ini OTT hanya level kampus."

Pemprov DKI Jakarta Bolehkan Warga Takbiran di Masjid, Maksimal 5 Orang dan Bergantian

"Hanya uang THR (uang kecil) dan kemudian penanganan diserahkan kepada polisi dengan alasan tidak ada penyelenggara negara," kata dia saat dihubungi, Jumat (22/5/2020).

Sejak komisi anti-rasuah itu berdiri pada 2002, lanjut Boyamin, kegiatan OTT tersebut bukan yang pertama.

Namun, dia menilai, kini pihak KPK tidak merencanakan dan mendalami informasi secara baik.

5.057 Pasien Covid-19 di Indonesia Sembuh, 1.510 Diantaranya Warga Jakarta

"Sehingga hasilnya hanya seperti itu," ujarnya.

Dia mengungkapkan, upaya pelimpahan perkara dari KPK ke Polri tidak berdasar.

Dia mempertanyakan alasan KPK menyatakan sejumlah orang yang diamankan bukan penyelenggara negara.

Hasil Investigasi, KPU Pastikan Data 2,3 Juta Pemilih Pemilu 2014 Tidak Bocor dan Tak Diretas

Kasus ini bermula saat Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Komarudin, meminta sejumlah dekan fakultas dan lembaga penelitian di lingkungan UNJ mengumpulkan uang masing-masing Rp 5 juta melalui Dwi.

Uang itu rencananya diserahkan kepada Direktur Sumber Daya Ditjen Dikti Kemdikbud dan sejumlah staf SDM di Kemendikbud sebagai uang THR.

Pada Selasa (19/5/2020), terkumpul uang sebesar Rp 55 juta dari 8 Fakultas, 2 Lembaga Penelitian dan Pascasarjana.

Siagakan 2.688 Personel, PLN Pastikan Pasokan Listrik di Jakarta Aman Saat Lebaran

Keesokan harinya, atau sehari sebelum ditangkap, Dwi sempat menyerahkan uang 'THR' sejumlah Rp 5 juta kepada Karo SDM Kemdikbud.

Lalu, Rp 2,5 juta kepada Analis Kepegawaian Biro SDM Kemdikbud, serta Parjono dan Tuti selaku staf SDM Kemendikbud masing-masing sebesar Rp 1 juta.

Setelah itu, Dwi Achmad Noor diamankan KPK dan Inspektorat Jenderal Kemdikbud.

Lelang Motor Listrik Jokowi, Bamsoet: Kami Kena Prank Buruh di Jambi Bernama M Nuh

Penerima uang adalah pejabat di Kemendikbud, artinya juga penyelenggara negara.

"Kalau begitu pendapat KPK, maka OTT tidak sah dan penangkapan adalah pelanggaran HAM."

"Dengan melimpahkan begitu saja ke Polri itu namanya lempar masalah ke aparat penegak hukum lain lain," ujar Boyamin.

Polemik Lelang Motor Listrik, Bamsoet: Saya yang Patut Disalahkan, Jokowi Tidak Tahu Apa-apa

Dia menambahkan, alasan pelimpahan kepada polisi tidak ada penyelenggara negara, juga sangat janggal, karena rektor adalah jabatan tinggi di Kementerian Pendidikan.

"Mestinya KPK tetap lanjut tangani sendiri karena kelanjutan OTT yang dilakukan."

"Kalau KPK bilang tidak ada penyelenggara negara, terus bagaimana polisi memproses, apa dengan pasal pemungutan liar?"

UPDATE Kasus Covid-19 di Indonesia 22 Mei 2020: 20.796 Pasien Positif, 5.057 Sembuh, 1.326 Meninggal

"Ini yang akan menyulitkan polisi menerima limpahan dari KPK," imbuhnya.

Menjawab kritik itu, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, operasi tangkap tangan di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dilakukan atas informasi dari Inspektorat Jenderal Kemendikbud.

Menurut dia, ada dugaan pemberian sejumlah uang Tunjangan Hari Raya (THR) yang kontruksi kasusnya adalah diduga atas perintah Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Komarudin.

24 Tenaga Medis RSUD Kota Depok Positif Covid-19, Tiga Orang Lagi Masih Tunggu Hasil Tes Swab

Salah seorang yang diamankan adalah DAN (Dwi Achmad Noor/Kabag Kepegawaian UNJ) dengan barang bukti sebagaimana yang disampaikan Deputi Penindakan KPK Karyoto.

"Dan yang tertangkap menurut undang-undang bukan masuk kategori penyelenggara negara," kata Ali, dalam keterangan tertulis, Jumat (22/5/2020).

Pernyataan itu mengklarifikasi keterangan Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman terkait OTT di lingkungan Kemendikbud.

Anak Bontot Hary Tanoesoedibjo Jadi Pemenang Lelang Motor Listrik Jokowi, Harga Tetap Rp 2,55 Miliar

Menurut Ali, Boyamin Saiman tidak memahami konstruksi kasus, namun terlanjur sudah membangun opini yang keliru kepada masyarakat.

Dia menjelaskan, KPK sudah sering melakukan penyerahan kasus kepada penegak hukum lain, baik ke Kepolisian maupun Kejaksaan.

Karena, memang ketika setelah meminta keterangan berbagai pihak, ternyata tidak ditemukan perbuatan pelaku penyelenggara negaranya.

Di Kabupaten Bekasi, Cuma Warga Dua Kecamatan Ini yang Boleh Salat Idul Fitri di Masjid dan Lapangan

"Kita tahu bahwa aparat penegak hukum lain ketika menangani perkara korupsi tidak dibatasi adanya unsur melibatkan penyelenggara negara."

"Berbeda dengan KPK yang ada batasan Pasal 11 UU KPK."

"Ini perlu kami sampaikan agar Boyamin Saiman juga paham soal ini," ujarnya.

Duga Langgar HAM, Pengacara Bahar Smith Minta DPR Panggil dan Tegur Keras Menkumham Serta Dirjen PAS

Pasal 11 UU 19/2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebut kewenangan KPK.

Pasal 11 ayat (1) UU KPK hasil revisi menyebutkan:

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang:

a. melibatkan aparat penegak hukum,Penyelenggara Negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau Penyelenggara Negara; dan/ atau

b. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Sementara, pasal 11 ayat (2) dan ayat (3) UU KPK hasil revisi disebutkan:

(2) Dalam hal Tindak Pidana Korupsi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Pemberantasan Korupsi wajib menyerahkan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kepada kepolisian dan/ atau kejaksaan.

(3) Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan supervisi terhadap penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Sehingga, merujuk pada ketentuan pasal itu, KPK melimpahkan perkara ke Polri.

Namun, Ali membuka peluang lembaganya menangani kasus itu jika nantinya setelah diserahkan ke KPK ternyata ditemukan keterlibatan unsur penyelenggara negara.

Motor Listrik Jokowi Dilelang Lagi, Banyak Berani Tawar di Atas Harga yang Dimenangkan M Nuh

"Perlu kami sampaikan setelah penyerahan kasus, sangat dimungkinkan setelah dilakukan penyelidikan lebih mendalam dengan meminta keterangan pihak lain."

"Yang lebih banyak ternyata sebuah kasus berdasarkan alat bukti yang cukup ternyata, kemudian ditemukan keterlibatan penyelenggara negara, sehingga dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum," tuturnya. (*)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved