Iuran BPJS

Sekjend PB HMI Sebut Polemik Kenaikan Iuran BPJS.Terjadi Lantaran Ada Informasi yang Salah

Kenaikan Iuran BPJS yang diumumkan oleh Presiden Joko Widodo melalui Perpres nomor 64 tahun 2020 menuai polemik.

Penulis: Dodi Hasanuddin | Editor: Dodi Hasanuddin
Warta Kota/Dodi Hasanuddin
Sekjend PB HMI Taufan Tuarita 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Kenaikan Iuran BPJS yang diumumkan oleh Presiden Joko Widodo melalui Perpres nomor 64 tahun 2020 menuai polemik karena dianggap tidak berpihak kepada masyarakat.

Selain itu, melanggar keputusan MA nomor 7P/HUM/2020 yang membatalkan Perpres nomor 75 tahun 2019.

Hal ini pun direspon Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) yang menganggap perlu adanya informasi yang faktual mengenai kisruh kenaikan iuran BPJS tersebut.

Sekretaris Jendral PB HMI, Taufan Tuarita, saat dikonfirmasi menyebutkan bahwa keputusan Pemerintah harus disikapi dengan tenang dan berdasarkan data yang faktual.

"Kenaikan iuran BPJS menjadi polemik ditengah - tengah masyarakat dikarenakan adanya anggapan bahwa semua kelas utamanya kelas III dinaikkan iurannya yang menurut data justru yang dinaikkan hanya kelas I dan II," ungkapnya, sabtu (16/05).

Hati-hati Bicara, 5 Zodiak Ini Punya Hati yang Sensitif, Ada Gemini dan Scorpio, Kamu Termasuk?

Rapid Test di Pasar Tradisional Depok Nyatakan Tiga Pedagang dan 20 Orang di Supermarket Reaktif

Jambret Anak Main HP di Depan Rumah Ditangkap, Ngakunya untuk Bayar Kontrakan

Bus Gratis Sebagai Transpportasi Alternatif KRL Sepi Peminat

Secara spesifik Taufan membeberkan data mengenai kenaikan iuran BPJS yang dianggapnya ada kekeliruan informasi yang beredar di tengah - tengah masyarakat.

"Menurut data yang kami dapatkan ada sekitar 132 juta jiwa lebih yang telah mendapatkan bantuan pemerintah baik itu pusat maupun daerah. 96 juta jiwa lebih penerima bantuan iuran dalam hal ini masyarakat miskin tidak mampu telah dibayarkan iuran BPJS nya," tutur Taufan.

"Sementara sisanya 36 juta lebih yang didaftarkan oleh Pemda telah dibantu oleh Pemda masing - masing. Untuk Pekerja Penyelenggara negara yang telah dibantu pemerintah sekitar 17 juta jiwa lebih dan pekerja non penyelenggara negara sebesar 37 juta jiwa lebih," lanjutnya.

Mengenai iuran peserta yang mendaftar, Taufan menyebutkan bahwa justru sebagian besar berada di kelas III yang tidak dinaikkan iuran BPJSnya.

"Ada sekitar 21 juta jiwa lebih yang terdaftar di kelas III dari total 35 juta jiwa lebih peserta yang merupakan pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja. Artinya bahwa hanya sebagian kecil yang merasakan dampak kenaikan iuran BPJS dan mereka yang merasakannya adalah orang - orang yang secara ekonomi dianggap mampu karena berada di kelas I dan II," sebutnya.

Taufan melanjutkan bahwa kenaikan iuran BPJS akan menjadikan pelayanan kesehatan akan semakin membaik karena cash flow rumah sakit dengan kenaikan iuran BPJS ini juga akan membaik.

"Kenaikan iuran BPJS ini akan mengakibatkan cash flow rumah sakit juga akan membaik dan ini tentunya meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dan juga meringankan beban masyarakat menengah ke bawah untuk mendapatkan pelayanan maksimal," lanjutnya.

Disisi lain, Taufan juga menyoroti anggapan sebagian masyarakat mengenai putusan MA yang sebagian masyarakat menganggap Presiden melawan hukum.

"Selaku mahasiswa edukasi kepada masyarakat mengenai putusan MA harus kita lakukan agar tidak terjadi kesimpang siuran informasi yang sampai kepada masyarakat mengenai putusan MA terkait pembatalan Perpres nomor 75tahun 2019 tentang jaminan sosial," katanya.

Taufan melanjutkan bahwa ada tiga opsi dalam putusan MA yakni mencabut, mengubah atau melaksanakan. Pemerintah memilih opsi kedua yakni mengubah dan tentunya itu tidak dapat dikatakan melanggar ataukah melawan putusan MA.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved