Larangan Mudik
Lebih Baik Mati di Kampung daripada di Sini Nggak Ada Saudara, Demikian Kisah Para Pemudik Nekat
Kisah pemudik nekat mewarnai pelaksanaan aturan larangan mudik selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Penulis: Muhammad Azzam |
WARTAKOTALIVE.COM, BEKASI -- Kisah pemudik nekat mewarnai pelaksanaan aturan larangan mudik selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Kalau kita di sini dikasih makan engga, kalau ada yang jamin kasih makan nggak apa apa, kita mati di sini siapa yang tanggung jawab," ucap Agung (28) pengendara motor yang hendak mudik ke wilayah Pemalang, Jawa Tengah.
Usahanya untuk mudik diberhentikan di Pos Penyekatan di Jalan Sultan Agung, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi, pada Selasa (28/4/2020).
• Ini Kisah Agung Korban PHK, Impian Mudik Agar Hidup Lebih Tenang Kandas di Check Point Kota Bekasi
• Alasan Takut Mati Kelaparan Tak Luluhkan Polisi untuk Izinkan Pemudik, Hanya Alasan Ini Dibolehkan
• Terminal Bayangan di Kota Tangerang Masih Menjamur Angkut Pemudik
Agung mengaku terpaksa mudik dikarenakan sudah tidak ada pekerjaan usai diberhentikan dari tempat kerjanya yang tutup usai diberlakukan PSBB.
Sudah 12 hari Agung hanya berdiam diri di kosannya daerah Cikokol, Kota Tanggerang usai diberhentikan kerja.

Agung tak sendiri, ia bersama temannya yang masih satu kampung bernama Samtirawan (29) terpaksa mudik karena sudah tak ada lagi uang untuk bisa bertahan hidup di daerah perantauannya itu di Tanggerang.
• 5 Fakta 3 Perawat Pasien Covid-19 Diusir dari Kos, Pemilik Kos Minta Maaf, Wali Kota Lapor Polisi
Upayanya kandas di titik penyekatan di Jalan Sultan Agung, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi.
Agung ketika itu nampak kesal karena tetap diminta putar balik, padahal sudah menjelaskan keadaan pahit tersebut.
"Engga ada yang jamin, engga ada yang kasih kejelasan, mending saya mati di kampung dari pada mati di sini, engga ada siapa-siapa saudara," ungkap Agung yang terlihat lesu.
Tidak ada saudara di lokasi tinggal di Tanggerang, ia hanya tinggal berdua bersama teman yang berprofesi ojek online itu dalam satu kosan.
"Kita perantau, engga ada saudara. Sedih mau ngapain di sini, engga ada kerjaan engga ada uang. Bayar kosan juga dari mana," kata Agung.
• Mari Salat Dhuha Dulu Sebelum Beraktivitas, Berikut Tata Cara Salat Dhuha, Niat, dan Bacaannya
Untuk mudik menggunakan sepeda motor bersama temannya, Agung hanya berbekal sisa uang gaji terakhir sebesar Rp 300 ribu. Uang itu hanya cukup untuk membeli bensi dan makan selama diperjalanan.
"Teman saya ojol sudah engga punya duit, andalin saya buat makan sama bayar kosan. Maka itu pilih pulang kampung, di sini juga biaya hidup mahal. Di kampung makan apa juga jadi dan engga perlu bayar kosan," jelas Agung sambil membuka helmnya.
Kedunya kepada kepolisian yang berjaga di pos itu terus memohon agar diizinkan melintasi jalan tersebut. Keduanya mengungkapkan telah lapor ke aparat kelurahan setempat dan siap di karantina ketika sampai kampung halaman.
• PSSB Kota Bekasi Resmi Diperpanjang, Disiapkan Bambu Buat Efek Jera Warga
"Saya tolonglah, kami siap di karantina 14 hari saat sampai di sana. Dari pada bertahan di sini, engga ada uang. Engga bisa makan, nanti mati kelaparan,"tutur dia.