Virus Corona
Amerika dan Jerman Tuntut Ganti Rugi Covid-19, Hikmahanto: Tidak Mudah bagi Siapapun Gugat China
Para pengacara Amerika Serikat dan Jerman berniat akan mengajukan gugatan ke pemerintah China bernilai triliunan dollar AS.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Para pengacara Amerika Serikat dan Jerman berniat akan mengajukan gugatan ke pemerintah China bernilai triliunan dollar AS.
Mereka menuduh para pemimpin negara komunis itu lalai karena membiarkan wabah virus corona atau Covid-19 meletus dan kemudian menutupinya.
Menanggapi hal itu, Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana mengatakan, tidak akan mudah bagi siapapun yang menggugat China karena pemerintah China tidak akan memberi akses kepada siapapun untuk mendapatkan bukti-bukti yang diperlukan dari negara China.
"Permasalahan utama dalam mendapat ganti kerugian yang diderita adalah kemana gugatan itu dilayangkan, apa yang menjadi dasar gugatan dan apakah putusan dapat dieksekusi," ujar Hikmahanto Juwana dalam keterangan tertulis yang diterima di Bekasi, Rabu (29/4/2020).
Bila gugatan dilayangkan ke pengadilan di suatu negara, maka pemerintah China akan mudah mematahkannya dengan alasan pemerintah China memiliki kekebalan (immunity) di lembaga peradilan nasional.
• Selama Covid-19, Seluruh Tunawisma di Jakarta Barat Wajib Jalani Rapid Test Sebelum Dirawat
Bila diajukan ke Mahkamah Internasional (International Court of Justice) atau arbitrase internasional seperti Permanent Court of Arbitration, maka China harus menyatakan persetujuan terlebih dahulu untuk menjadi pihak yang digugat.
Tentu pemerintah China tidak akan memberikan persetujuan tersebut.
Intinya, membawa pemerintah China ke lembaga peradilan maupun arbitrase nasional maupun internasional akan sia-sia, sekalipun yang mengajukan adalah pemerintah suatu negara.
Kalaupun ada lembaga peradilan yang menyatakan berwenang untuk mengadili, isu berikutnya adalah apa yang menjadi dasar gugatan.
• PAKAR Prediksi Wabah Covid-19 di Indonesia Akan Berakhir Mei 2020, Ini Syaratnya
Dasar yang digunakan oleh banyak pihak adalah tidak transparannya pemerintah China diawal penyebaran Covid 19.
Dalam hukum pihak yang menggugat wajib membuktikan apa yang didalilkan.
"Kalaulah ada suatu pengadilan yang memutuskan China bersalah dan mewajibkan pembayaran ganti rugi, permasalahan berikutnya adalah bagaimana putusan tersebut dieksekusi. Satu hal yang pasti pemerintah China tidak akan dengan sukarela menjalankan putusan," ujar Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani itu.
Putusan dari lembaga peradilan hanyalah 'menang' di atas kertas. Untuk benar-benar merasakan kemenangan tersebut perlu untuk dijalankan atau dieksekusi.
• Jeritan Pilu Pengusaha Restoran di Halim saat Pandemi, 12 Hari Buka Dagangan Hanya Laku Rp 90.000
Memang terdapat aset-aset China yang tersebar di berbagai negara.
Namun, saat dieksekusi akan dihalangi dengan alasan aset tersebut memiliki kekebalan (bila berkaitan dengan aset kedutaan besar) atau aset tersebut bukan milik pemerintah China, melainkan BUMN China atau swasta asal China.