Virus Corona

Hasil Temuan NASA, Kualitas Udara Bumi Meningkat Drastis Selama Pandemi Covid-19

Temuan oleh Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA) menunjukkan bahwa emisi karbon dioksida China telah berkurang 25 persen

Editor: Feryanto Hadi
Kompas.com/Kristianto Purnomo
Langit biru terlihat dari kawasan Gatot Subroto Jakarta, Rabu (8/4/2020). Sepinya aktivitas warga Ibu Kota karena pembatasan sosial membuat langit Jakarta cerah dengan tingkat polusi yang rendah. 

WARTAKOTALIVE COM, JAKARTA--Pandemi Virus Corona yang melanda banyak negara di dunia membuat aktivitas penduduk di luar rumah berkurang.

Termasuk mobilitas kendaraan yang menurun, erdampak kepada tingkat polusi udara.

Citra satelit yang diterbitkan oleh NASA dan Badan Antariksa Eropa mendeteksi pengurangan emisi nitrogen dioksida, yang sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, dari Januari hingga Februari di Cina

TERKUAK, Misteri Dua Jenazah Tanpa Busana di Solo Bukan Masalah Asmara, Keduanya Diberi Racun Tikus

Tertangkap Basah Sedang Kuras Isi Minimarket di Pondok Bambu, Satu Perampok Tewas Kena Timah Panas

Temuan oleh Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA) menunjukkan bahwa emisi karbon dioksida China telah berkurang 25 persen.

Selama karantina Italia, data satelit serupa telah menunjukkan penurunan emisi nitrogen dioksida di wilayah utara negara itu dan saluran air di Venesia tampak lebih bersih karena berkurangnya lalu lintas kapal wisata secara drastis.

Di India, jam malam nasional pada 22 Maret menghasilkan tingkat rata-rata terendah dari polusi nitrogen dioksida yang pernah tercatat di musim semi, menurut Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA)

Begitupula ketika Amerika Utara, salah satu pencemar utama dunia, memasuki kemerosotan ekonomi besar, kemungkinan kita akan melihat efek serupa di sana.

Fakta Baru Bisnis Prostitusi Online yang Libatkan 600 Cewek, Pengusaha dan Pejabat Jadi Pelanggan

Momen Dramatis Robohnya Patung Raksasa Kong Co Kwan Sing Tee Koen di Tuban, Seperti Pesawat Jatuh

Sejumlah Jalan Protokol di Kota Bekasi sepi di hari pertama pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), pada Jumat (10/4/2020).
Sejumlah Jalan Protokol di Kota Bekasi sepi di hari pertama pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), pada Jumat (10/4/2020). (Wartakotalive.com/Muhammad Azzam)

Tentu saja, krisis kesehatan global bukanlah jawaban untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, tetapi fenomena ini seharusnya memberi kita alasan untuk merefleksikan dampak aktivitas manusia di planet ini - termasuk bagaimana kita melakukan perjalanan

Pembatasan pada perjalanan yang tidak penting dapat diartikan bahwa maskapai penerbangan mendaratkan pesawat, memotong penerbangan secara drastis atau menghentikan operasi sepenuhnya.

Sebuah studi tahun 2017 yang dilakukan oleh para peneliti di Pusat Studi Keberlanjutan Universitas Lund di Swedia (LUCSUS) dalam kemitraan dengan University of British Columbia menunjukkan bahwa ada tiga pilihan pribadi yang dapat kita buat untuk dengan cepat memotong banyak emisi gas rumah kaca: mengurangi udara dan perjalanan mobil, serta konsumsi daging.

Sebuah studi tahun 2018 yang diterbitkan di Nature Climate Change menunjukkan bahwa emisi dari pariwisata menambah hingga 8% dari total global, dengan penerbangan merupakan bagian terbesar dari ini.

"Sejauh ini, tindakan terbesar yang dapat kita ambil adalah berhenti terbang atau terbang lebih sedikit," kata Kimberly Nicholas, seorang ilmuwan di LUCSUS

Sebuah studi tahun 2018 yang diterbitkan di Nature Climate Change menunjukkan bahwa emisi dari pariwisata menambah hingga 8% dari total global, dengan penerbangan merupakan bagian terbesar dari ini.

Video Marshanda Jadi Trending Topik, Beri Komentar Pedas Soal Fenomena TikTok: Dulu Gue Dituduh Gila

Balik ke Dunia Musik, Giring Pastikan Ogah Diajak Konser Bareng Nidji, Ini Alasannya

Lima Fakta Lagu Aisyah Istri Rasulullah, Berasal dari Malaysia hingga Mendunia Usai Dibawakan Sabyan

"Sejauh ini, tindakan terbesar yang dapat kita ambil adalah berhenti terbang atau terbang lebih sedikit," kata Kimberly Nicholas, seorang ilmuwan di LUCSUS

"Tidak ada cara untuk memiliki iklim yang aman dan rencana bisnis seperti biasa dengan industri penerbangan," kata Nicholas.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved