Virus Corona
Tak Bisa Melalui Asimilasi karena Terhambat PP, Jokowi Bisa Bebaskan Abu Bakar Baasyir Pakai Grasi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa memberikan grasi kepada terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir, di tengah pandemi Covid-19.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa memberikan grasi kepada terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir, di tengah pandemi Covid-19.
Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto mengatakan, pembebasan narapidana melalui asimilasi karena alasan mencegah penyebaran Covid-19, tidak bisa diberlakukan untuk pidana khusus seperti terorisme.
"Untuk pidana khusus, Menkumham tidak bisa mengambil kebijakan karena ada hambatan di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012," ujar Didik kepada Tribun, Selasa (7/4/2020).
• SETUJU Abu Bakar Baasyir Dibebaskan, Politikus Nasdem: Apa Umur Setua Itu Bisa Bahayakan Negara?
Menurut Didik, pidana khusus dibebaskan melalui asimiliasi bisa saja dilakukan, jika Presiden Jokowi mencabut atau mengubah PP 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
"Konsekuensi atas itu, maka akan berlaku untuk semua."
"Tapi, Presiden bisa memberikan yang sifatnya khusus, melalui grasi yang menjadi kewenangan konstitusionalnya," papar politikus Partai Demokrat itu.
• ENAM Perawat Meninggal Terpapar Covid-19, PPNI Minta Keamanan Saat Layani Pasien Ditingkatkan
Didik menilai, secara prinsip kebijakan pemerintah tidak boleh diskriminatif, apalagi di saat darurat kesehatan seperti saat ini.
Sehingga, pemerintah perlu mempertimbangkan fasilitas terhadap warga binaan dengan memperhatikan kondisi kesehatan, usia, dan lain-lainnya.
"Secara prinsip kalau Abu Bakar Baasyir meminta kebijakan Presiden sudah tepat, karena Presiden memang mempunyai kewenangan untuk itu," ujarnya.
• Pembacok Remaja Hingga Tewas Saat Tawuran di Kramat Jati Diduga Masih di Bawah Umur
"Saya ikut mendoakan semoga Presiden bisa mempertimbangkan dengan sebijak-bijaknya," sambung Didik.
Sebelumnya, Ketua Fraksi NasDem di DPR Ahmad Ali berharap, Presiden Joko Widodo (Jokowi) merestui permohonan bebas terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir.
Permohonan bebas Abu Bakar Baasyir, disampaikan anaknya, Abdul Rahim melalui surat permohonan asimilasi ke Presiden Jokowi, untuk mencegah penularan Covid-19.
"Saya setuju (dibebaskan) untuk pertimbangan kemanusiaan," ujar Ali saat dihubungi Tribun di Jakarta, Selasa (7/4/2020).
• Tak Bisa Bekerja karena Pandemi Covid-19 dan Ditagih Cicilan Mobil, Sopir Taksi Online Gantung Diri
Ali menjelaskan, pembebasan Abu Bakar Baasyir sebenarnya telah digaungkan oleh Presiden Jokowi menjelang pemilihan presiden 2019-2024, namun gagal karena terbentur aturan.
"Dulu kan pertimbangan kemanusiaan, dan sekarang momentum yang pas untuk Presiden menggunakan kewenangannya untuk mengabaikan aturan, dikecualikan," tutur Anggota Komisi III itu.
Menurut Ali, Abu Bakar Baasyir terpidana yang sudah tua dan sakit-sakitan di penjara.
• INI Dua Figur yang Berpeluang Jadi Calon Deputi Penindakan KPK Versi IPW
Sehingga, tidak perlu ada perdebatan lagi ketika Presiden membaskan yang bersangkutan demi alasan kemanusiaan.
"Saya pikir orang akan memaklumi, ketika dilakukan (pembebasan), dia kan susah sepuh."
"Apa yang bisa dilakukan untuk membahayakan negara ini dengan umur setua itu?" ujar Ali.
• Dilarang Antar Penumpang Selama PSBB, Driver Ojol: Kami Mau Makan Apa?
Dalam membaskan bersangkutan, Ali menyebut Presiden Jokowi tidak perlu mengubah aturan yang ada, tinggal menggunakan kewenangannya saja.
"Jadi Abu Bakar Baasyir dikecualikan saja, ini pertimbangan kemanusiaan."
"Jangan seperti usulan membatasi umur tapi masih produktif, kan tidak masuk akal."
• Kecamatan Bantargebang dan Pondok Melati Bebas Covid-19, Wali Kota Bekasi Minta Warga Pertahankan
"Kalau Abu Bakar Baasyir tidak ada yang memperdebatkan kondisinya," papar Ali.
Sebelumnya, Abu Bakar Baasyir meminta pemerintah membebaskannya bersama tahanan lain, untuk mencegah penularan Covid-19 di salah satu penjara negara yang penuh sesak.
Dalam surat yang dikirimkan lewat pengacaranya, Achmad Michdan pada Jumat (3/4/2020), berpendapat, kliennya itu harus diprioritaskan mengingat usia tuanya.
• KRONOLOGI Sopir Taksi Online Gantung Diri di Pohon Sengon Setelah Didatangi Penagih Kredit Mobil
Ia juga mengklaim pemimpin spiritual berusia 81 tahun dari kelompok teroris Asia Tenggara Jemaah Islamiah itu tidak pernah dihukum dari serangan bom.
Achmad Michdan menyatakan surat permohonan itu disampaikan ke Jokowi dan Menteri Hukum dan HAM.
Surat tersebut ditandatangani dua advokat hukum, yakni Michdan dan Mahendradatta.
• Ini Isi Surat Menteri Kesehatan Soal Persetujuan PSBB di Jakarta, Diambil Berdasarkan 3 Pertimbangan
"Surat ini kami sampaikan kepada Bapak Presiden Joko Widodo dan Menteri Hukum dan HAM Bapak Prof Yasonna Hamonangan Laoly."
"Untuk menyampaikan pendapat kami perihal asimilasi dan hak integrasi KH Abu Bakar Baasyir dari sisa pemidanaan beliau," kata Michdan dikutip dari StraitsTimes.com.
Saat ini Baasyir dipenjara di Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur.
• Remaja Pembakar Mira Hingga Tewas Kerap Tawuran dan Mabuk Lem
Michdan mengingatkan, Baasyir tidak pernah terbukti di pengadilan manapun terlibat dengan peristiwa Bom Bali atau bom manapun.
Pada pengadilan yang pertama Baasyir divonis 1,5 tahun, itupun hanya soal pelanggaran keimigrasian.
Sebelumnya diberitakan, terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir batal bebas.
• CUMA Berdua dengan Anaknya Tumpangi Bus Trans Kota Tangerang, Nengsih Deg-degan
Kepala Staf Presiden Moeldoko memastikan saat itu permintaan pembebasan bersyarat Abu Bakar Baasyir tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah.
Pembatalan bebas ini karena Abu Bakar Baasyir tidak dapat memenuhi syarat formil sebagaimana diatur Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995.
Sebelumnya, Jokowi akan membebaskan Abu Bakar Baasyir karena pertimbangan kemanusiaan.
Keputusan tersebut diambil setelah melalui pertimbangan yang panjang, termasuk meminta masukan banyak pihak.
• Perkenalan Tiga Kandidat Cawagub DKI dengan Fraksi PDIP Berlangsung Hangat dan Mesra
"(pertimbangannya), faktor kemanusiaan. Artinya, beliau sudah sepuh. Ya faktor kemanusiaan, termasuk kondisi kesehatan," jelas Jokowi di Garut, Jawa Barat, Jumat (18/1/2019).
Tak lama kemudian, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengatakan, Presiden tidak boleh tergesa-gesa dalam mengeluarkan keputusan.
Karena, banyak aspek harus dipertimbangkan sebelum diputuskan.
"Presiden kan tidak boleh grasak-grusuk. Jadi ya harus mempertimbangkan aspek lainnya," ujar Wiranto di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Senin (21/1/2019). (Seno Tri Sulistiyono)