Virus Corona
Indonesia Negatif Virus Corona Atau Tak Mampu Deteksi Penyakit Itu? Begini Penjelasan Ahlinya
Indonesia Negatif Virus Corona Atau Tak Mampu Deteksi Penyakit Itu? Begini Penjelasan Ahlinya
Sejak virus corona merebak di kota Wuhan, China pada akhir tahun 2019, hingga saat ini Indonesia masih negatif dari Novel coronavirus atau Covid-19.
Tetapi hal ini justru menimbulkan beragam isu dan pertanyaan di masyarakat. Terutama mengenai apakah peralatan medis di Indonesia sendiri mampu dalam mendeteksi keberadaan virus ini?
"Kemampuan deteksi itu kita sudah ada, sudah dari bulan Januari digunakan," tegas Prof Herawati Supolo Sudoyo, Deputi Fundamental Eijkman Institute, dalam acara Menyikapi Virus Corona 2019-nCoV : Dari Lembaga Eijkman untuk Indonesia.
• Antisipasi Virus Corona, Ribuan Awak Kapal Tiongkok Diperiksa KKP Tanjung Priok dalam Radius 4 Mil
• Dampak Wabah Corona, Kemenparekraf Usulkan Rute Internasional Baru dan Perkuat Domestik
Cara mendeteksi Covid-19 yang dilakukan di laboratorium Indonesia sudah sesuai dengan standar prosedur dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Sampel darah dari pasien terduga terinfeksi virus corona ini akan diambil petugas medis untuk dites di laboratorium.
Kata Herawati, selama ini Indonesia telah melakukan tes laboratorium yang membutuhkan waktu setidaknya dua hari atau lebih.
Langkah pengujian atau deteksi tersebut sudah dilakukan Indonesia sejak tahun 2015, khususnya di Lembaga Eijkman sendiri.
Diakui dia, perihal adanya kit yang baru dan ditunggu kedatangannya di Indonesia, sempat menjadi isu yang keliru paham oleh masyarakat.
• AC Milan vs Juventus 0-0 Babak Pertama, Live TVRI, Kiper Gianluigi Buffon Tampil Sebagai Starter
"Yang disebut kit baru itu, biar kita dapat hasil tes deteksinya cepat, jadi kita tidak lagi butuh waktu lama deteksi Covid-19 ini. Kit baru itulah yang disalah artikan kita tidak punya kemampuan," kata dia.
Kit deteksi baru dalam menangani kasus Covid-19 ini bertujuan agar petugas medis dapat langsung mendeteksi bahkan dalam hitungan jam dalam sehari.
Oleh sebab itu, kata dia, yang diinginkan oleh banyak pihak yakni terkait dengan beragam indikasi dari penyebaran Covid-19 dan isu yang beredar di masyarakat adalah kolaborasi antar elemen disiplin ilmu dan lembaga.
Untuk mengantisipasi gagalnya komunikasi risiko bencana dari Covid-19 adalah dengan bersatu dalam mendeteksi Covid-19 itu sendiri.
• Ini Layanan Ultherapy untuk Kencangkan Kulit Tanpa Operasi dari Klinik C Derma
Selain itu, kata Herawati, upaya tersebut dilakukan agar masyarakat memahami risiko dari Covid-19 ini jika sampai mewabah di negara sendiri.
"Kalau ada yang bertanya Indonesia mampu atau tidak (deteksi virus corona Covid-19)? Indonesia mampu," sambung Herawati.
Menteri Terawan Tersinggung
Sementara itu Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto tersinggung akibat sikap meremehkan terhadap kemampuan Indonesia mencegah virus corona.

Nada meremehkan ini sempat datang dari beberapa negara, bahkan WHO.
Nada meremehkan muncul lantaran Indonesia dilaporkan masih steril dari penyebaran virus mematikan ini.
Sejak virus corona mewabah di Kota Wuhan, China pada Januari 2020 lalu, Indonesia menjadi satu di antara negara yang diklaim belum terpapar penyakit tersebut.
• Kasus Pembunuhan Berencana Ayah dan Anak, Saksi Kakak Korban Sebut Aulia Kesuma Sosok Emosional
Meski ada beberapa pasien yang diduga terjangkit virus 2019-nCoV (novel coronavirus) tersebut, tetapi hasil seluruhnya negatif.
Sebanyak 238 Warga Negara Indonesia (WNI) juga sudah dievakuasi dari Provinsi Hubei.
Seluruh WNI tersebut dilakukan karantina dan observasi di Natuna pun sampai saat ini dalam kondisi sehat.
Ahli epidemiologi Marc Lipsitch dari Harvard TH Chan School of Public Health sempat memberikan pernyataan yang menduga sebenarnya virus corona telah mewabah di Indonesia, tetapi tak terdeteksi.
Hal tersebut akan membentuk epidemi jauh lebih besar yang menimbulkan potensi bagi virus tersebut.
Dikutip dari Kompas.com, pernyataan itu dibantah oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto.
Kasus Virus Corona Melonjak
Kondisi Indonesia berbeda dengan yang terjadi di lokasi penyebaran Virus Corona di China.
Laporan angka kasus terinfeksi virus corona per hari ini, Kamis (13/2/2020), tiba-tiba melonjak tinggi.
Angkanya jauh lebih tinggi dibandingkan angka harian hari-hari sebelumnya.

Jumlah kasus baru yang dikonfirmasi oleh Otoritas Kesehatan di Provinsi Hubei China adalah 14.840 kasus. Jumlah.
Kasus baru ini hampir 10 kali lipat dari jumlah yang dilaporkan sehari sebelumnya, 1.638 kasus.
Sementara, laporan angka kematian pada Rabu (12/2/2020), mencapai 242 orang.
Sehari sebelumnya, angka kematian tercatat 94 orang. Mengapa tiba-tiba ada lonjakan angka kasus baru yang sangat tinggi?
Lonjakan angka ini disebut terjadi setelah adanya perubahan dalam kriteria diagnostik.
• Awas, Sisa Kanopi Beton yang Roboh Masih Tergantung di Gedung PPKD Jakarta Utara
Bagaimana penjelasannya? Perubahan cara diagnostik Mengutip South China Morning Post, Komisi Kesehatan Hubei menyebutkan, mereka mengubah kriteria diagnostik yang digunakan untuk mengkonfirmasi kasus.
Perubahan tersebut berlaku efektif per Kamis. “Mulai hari ini dan seterusnya, kami akan memasukkan jumlah kasus yang didiagnosis secara klinis ke dalam jumlah kasus yang dikonfirmasi sehingga pasien dapat menerima perawatan tepat waktu,” kata otoritas kesehatan setempat.
Sebelumnya, pasien hanya dapat didiagnosis dengan alat tes. SCMP menuliskan, saat ini alat tes itu langka di China.
Ahli dalam Kelompok Bimbingan Sentral dan Wakil Presiden Rumah Sakit Beijing Chaoyang, Tong Zhaohui, mengatakan, langkah tersebut dilakukan berdasarkan pedoman diagnostik terbaru yang dikeluarkan Komisi Kesehatan Nasional.
Komisi Kesehatan Nasional memasukkan diagnosis klinis, penggunaan CT scan, maupun tes lain sebagai kriteria.
• Tarif Air Bersih di Kepulauan Seribu Hampir 10 Kali Lipat Daratan Jakarta, Warga Tuntut Kaji Ulang
“Ketika dokter mendiagnosis pneumonia, mereka hanya bisa mendapatkan etimologi penyakit 20 hingga 30 persen dari waktu. Kita harus mengandalkan diagnosis klinis 70 hingga 80 persen dari waktu. Meningkatkan diagnosa kasus klinis akan membantu kita membuat penilaian tambahan terhadap penyakit ini," kata Tong kepada penyiar CCTV, TV lokal China.
Seorang ahli medis di Universitas Hong Kong, Dr Ho Pak-leung, mendukung perubahan kriteria diagnostik di Hubei.
Menurut dia, dengan metode diagnosa sebelumnya, beberapa pasien mungkin meninggal sebelum dokter dapat melakukan tes apa pun terhadapnya.
Sementara itu, mengutip dari NY Times, pejabat Provinsi Hubei memasukkan kasus infeksi yang didiagnosis menggunakan pemindaian paru sebagai pasien bergejala.
Cara ini dinilai akan memudahkan otoritas terkait untuk memutuskan bagaimana mengalokasikan sumber daya dan menentukan tindakan perawatan.
Dampak negatif perubahan cara diagnosis Meski perubahan cara diagnosis tersebut dianggap postif oleh sejumlah pihak, akan tetapi perubahan tersebut juga menimbulkan kekhawatiran beberapa ahli.
• Antisipasi Virus Corona, Ribuan Awak Kapal Tiongkok Diperiksa KKP Tanjung Priok dalam Radius 4 Mil
Bebeapa ahli menilai, pemindaian paru-paru adalah cara yang tidak sempurna untuk mendiagnosis pasien. Alasannya, pasien dengan flu musiman biasa juga bisa mengalami pneumonia ketika mereka melakukan pemindaian paru.
“Perubahan dalam diagnosis mungkin lebih sulit untuk melacak virus,” kata Dr. Peter Rabinowitz, Co-Direktur University of Washington MetaCenter untuk Kesiapsiagaan Pandemi dan Keamanan Kesehatan Global, sebagaimana dikutip dari NY Times.
"Itu menjadi sangat membingungkan sekarang jika mereka mengubah seluruh cara mereka menyaring dan mendeteksi," lanjut dia.
Perubahan kriteria dianosa merupakan hal yang wajar dalam hal penanganan penyakit baru.
• VIDEO: Tangkap Pengedar Ganja Dan Sabu, Polres Jaksel Kejar Pelaku Hingga Bogor
Akan tetapi, ketika kriteria diubah, para ahli berpandangan, tak masuk akal jika terus menerus membuat perbandingan angka dari minggu ke minggu.
"Kedengarannya sederhana, tapi ini sangat penting. Angka apa yang kamu hitung?" kata spesialis penyakit menular, Dr. Schaffner.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Indonesia Masih Negatif Virus Corona, Benarkah Tak Mampu Deteksi?", Penulis : Ellyvon Pranita. Juga engan judul "Mengapa Angka Kasus Terinfeksi Virus Corona Tiba-tiba Melonjak Tinggi? Ini Penyebabnya...", Penulis : Nur Rohmi Aida