Hak Angket Jiwasraya

Aboebakar Alhabsyi Mendorong Hak Angket Jiwasraya Bergulir karena Menyangkut Nilai Uang Sangat Besar

Aboebakar Alhabsyi menyatakan, kasus Jiwasraya adalah persoalan yang besar, sehingga perlu hak angket.

Istimewa
Aboebakar Alhabsyi menyatakan, kasus Jiwasraya adalah persoalan yang besar, sehingga perlu hak angket. 

Berbeda dengan Jiwasraya yang mengaku gagal bayar, pemerintah mengklaim bahwa secara operasional Asabri sebenarnya tidak bermasalah.

Artinya, jika ada klaim, atau ada pensiun, perusahaan ini masih bisa membayar. Meski demikian, portofolio saham milik Asabri diketahui telah anjlok hingga 90 persen.

Kasus Jiwasraya dan Asabri ini terus terang membuat kita terpukul. Apalagi, kasus gagal bayar sebelumnya juga dialami oleh BPJS Kesehatan, sebuah lembaga milik negara yang mengelola premi kesehatan seluruh rakyat Indonesia.

Seluruh kasus ini menunjukkan betapa buruknya sistem jaminan sosial kita, sekaligus lemahnya pengawasan atas manajemen “social protection” di negeri ini. 

 Derita Korban Penyekapan Pulomas Disundut Rokok dan Dipukuli dengan Diberi Makan Hanya Sekali Sehari

Bisnis asuransi sosial yang seharusnya “secure” dan “prudent”, apalagi ini dikelola oleh (perusahaan) negara, nyatanya mudah sekali mengalami “fraud”.

Tak berlebihan jika ada yang menilai negara bukan hanya telah gagal memberikan jaminan perlindungan sosial bagi warganya sendiri karena mereka telah memungut premi, tapi bahkan juga gagal mengelola premi yang telah dibayarkan oleh pemegang polis.

Menghadapi kasus-kasus ini, saya kira ada beberapa hal yang harus segera dilakukan oleh pemerintah.

Pertama, belajar dari kesalahan penanganan kasus Century, fokus utama penegak hukum seharusnya pada bagaimana bisa mengembalikan uang masyarakat yang menjadi korban. 

Sebab, meskipun lazimnya uang nasabah yang diinvestasikan dalam reksadana maupun saham tidak akan kembali karena nilainya sangat rendah bahkan tidak berharga (junk stock), namun pemerintah harus bisa memaksa seluruh pihak yang terlibat dalam kejahatan ini untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya secara material.

Sehingga, dana nasabah pada akhirnya bisa dikembalikan hingga semaksimal mungkin. 

Kedua, harus ada penalti terhadap lembaga-lembaga yang membiarkan atau bahkan terlibat dalam kasus ini.

Jangan lupa, kasus ini melibatkan kepercayaan terhadap pemerintah, kepercayaan terhadap sistem hukum Indonesia, kepercayaan terhadap tata kelola perusahaan BUMN, dan menyangkut kepercayaan terhadap iklim investasi di negeri kita.

Sehingga, ada banyak otoritas yang harus dimintai pertanggungjawaban untuk memulihkan semua hal tadi, termasuk meminta maaf atas kelalaian yang telah merugikan banyak orang tersebut.

Kita mengapresiasi Kementerian Keuangan yang telah memeriksa akuntan publik yang melakukan audit terhadap Jiwasraya pada 2014, 2015, 2016 dan 2017.

Sedangkan, akuntan publik 2006-2013 diketahui telah meninggal. Pemeriksaan tadi dilakukan berdasarkan UU No. 5/2011 tentang Akuntan Publik.

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved