Konflik Natuna

Fadli Zon Ungkap Tidak Boleh Ada Negosiasi dengan Cina Terkait Natuna Merupakan Wilayah Indonesia

Fadli Zon menyatakan, tidak boleh ada negosiasi dengan rezim Cina terkait Natuna, yang merupakan wilayah Indonesia.

Puspen TNI
Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan I) Laksamana Madya (Laksdya) TNI Yudo Margono memimpin apel gelar pasukan intensitas operasi rutin TNI dalam pengamanan laut Natuna di Paslabuh, Selat Lampa, Ranai, Natuna, Jumat (3/1/2020). 

"Sementara sovereign rights bukanlah kedaulatan."

Menurut Fadli Zon, mereka hanya memasuki Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia di mana kita punya sovereign rights atasnya.

"Sovereign rights memberi negara pantai seperti Indonesia hak untuk mengeksploitasi dan mengelola sumber daya alam di wilayah laut lepas tertentu (ZEE) atau yang berada di bawah dasar laut (landas kontinen)."

"Jadi, ZEE memang tidak berada di laut teritorial, tetapi di laut lepas (high seas)."

"Di laut lepas memang tak dikenal konsep kedaulatan, sehingga tak dikenal juga tindakan penegakan kedaulatan."

"Namun, kita punya hak penegakan hukum di wilayah tersebut."

Sebab, kata Fadli Zon, dalam undang-undang kita, misalnya UU No. 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, ZEE termasuk ke dalam “laut yurisdiksi nasional”.

"Sesuai Pasal 9 ayat (2), TNI kita diberi tugas untuk menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional."

"Dalam konteks konflik di Laut Cina Selatan, sebagai negara non-claimant state, Indonesia sebenarnya sejak lama telah mengambil sikap tegas untuk melindungi kedaulatan perairan Natuna."

"Sejak dulu, kita tidak pernah mengakui klaim sepihak Cina."

"Pada 2010, misalnya, kita bahkan pernah menulis catatan kepada Sekjen PBB bahwa klaim Cina mengenai sembilan garis putus-putus itu tidak memiliki basis hukum internasional."

Pada 2017, kata Fadli Zon, kita juga telah mengambil inisiatif penting dengan mengubah nama perairan Natuna menjadi perairan Natuna Utara.

"Setidaknya, ada dua alasan, menurut saya, kenapa perubahan nama itu perlu dilakukan."

Pertama, untuk mencegah kebingungan di antara pihak-pihak yang ingin mengeksploitasi landasan kontinen tersebut, mengingat di wilayah itu kita memiliki hak berdaulat.

Kedua, untuk memberikan petunjuk yang jelas kepada Tim Penegakkan Hukum di Angkatan Laut (AL) Indonesia.

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved