Kolom
Catatan Akhir Tahun Fadli Zon di Bidang Ekonomi Strategi untuk Menghadapi Ancaman Resesi Ekonomi
Setelah tahun lalu, perekonomian bisa tumbuh 3,6 persen, pertumbuhan ekonomi global tahun ini diperkirakan hanya akan menyentuh angka 3,0 persen.
Setelah tahun lalu, perekonomian bisa tumbuh 3,6 persen, pertumbuhan ekonomi global, tahun ini, diperkirakan hanya akan menyentuh angka 3,0 persen saja.
Hal ini terjadi karena lesunya pertumbuhan ekonomi negara maju, yang diproyeksikan hanya akan tumbuh sekira 1,7 persen saja, tahun ini dan tahun depan.
Di sisi lain, kondisi untuk negara-negara berkembang juga tak jauh berbeda.

Pertumbuhan ekonomi negara berkembang, menurut IMF, tahun ini, akan terpangkas ke angka 3,9 persen, sesudah bisa tumbuh 4,5 persen pada 2018 silam.
Membaca proyeksi tersebut, tentunya sulit menyangkal bahwa resesi ekonomi global tengah menghadang di depan mata.
Gelombang resesi tersebut pasti akan berimbas pada perekonomian Indonesia.
Kita tahu, karena hanya ditopang oleh konsumsi, dalam lima tahun terakhir ini pertumbuhan ekonomi Indonesia juga terus mengalami stagnansi di kisaran 5 persen.
Di tengah turunnya harga komoditas, ekspor masih belum menolong banyak.
Apalagi di tengah situasi perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina.
Perlambatan juga terjadi di bidang investasi.
Tahun ini investasi di negeri kita mengalami perlambatan signifikan.
Di kuartal ketiga 2019, investasi Indonesia hanya mampu tumbuh 4,21 persen, padahal pada kuartal sebelumnya masih tumbuh 5,01 persen.
Meski demikian, gelombang resesi memang seolah belum terasa.
Hal ini terjadi salah satunya karena saat ini kita masih menikmati “stabilitas semu” nilai tukar Rupiah.
Saya sebut sebagai stabilitas semu, karena stabilitas Rupiah yang terjadi saat ini sebenarnya bertumpu pada derasnya “hot money” atau aliran dana-dana jangka pendek, bukan oleh kuatnya fundamental ekonomi.