MK Tolak Gugatan Uji Materi UU KPK, Saut Situmorang: Kita Lihat Saja Apakah Negeri Ini Semakin Baik
MAJELIS hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
MAJELIS hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Alasannya, UU yang dimohonkan oleh Zico Leonard dan puluhan mahasiswa lainnya itu, tidak sesuai alias error in objecto dengan pokok permohonan.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang buka suara menanggapi hal tersebut.
• Bakal Bantu Korban First Travel Umrah, Menag: Yang Kaya Tidak Usah, Relakan Saja Jadi Pahala
Ia mengaku khawatir penolakan gugatan uji materi itu dapat berdampak bagi masa depan bangsa. Karena, UU KPK versi revisi diyakini cacat hukum.
"Kita lihat saja nanti apakah negeri ini semakin baik dalam jangka menengah dan panjangnya," ujar Saut Situmorang kepada wartawan, Jumat (29/11/2019).
Kendati demikian, Saut Situmorang meminta masyarakat menghargai putusan yang telah dijatuhkan majelis hakim terhadap gugatan para mahasiswa.
• 270 Orang Jadi Korban Empat Penipu Bermodus Jual Perumahan Syariah, Rp 23 Miliar Melayang
"Kita hargai putusan itu sambil membiarkan saja, serta kita lihat apakah negeri ini semakin baik," katanya.
"Dengan kata lain, penolak UU KPK yang salah persepsi tentang pemberantasan korupsi yang harus tough (kuat) versus UU KPK 19/2019 yang weak (lemah)," imbuhnya.
Sedangkan Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, sebenarnya uji materi bukan ditolak, tetapi dinyatakan tidak diterima karena objeknya keliru.
• Tsani Annafari Mundur karena Tak Ada Jabatan Penasihat di UU KPK Hasil Revisi
"Jadi, sebenarnya MK belum masuk pada pokok perkaranya, belum menguji apakah substansi dari UU Nomor 19 Tahun 2019 ini bertentangan dengan konstitusi atau tidak," kataya, kemarin malam.
KPK, kata Febri Diansyah, juga akan melihat bagaimana proses lebih lanjut uji materi tersebut di MK, karena menurutnya, banyak pihak yang juga mengajukan uji materi tersebut.
"Kita tahu banyak judicial review lain, apakah itu uji formil atau uji materiil yang diajukan ke MK."
• Mundur Sebagai Penasihat KPK, Mohammad Tsani Annafari Kembali ke Bea Cukai
"Memang publik termasuk KPK tentu saja itu cukup menunggu bagaimana pendapat konstitusionalitas UU tersebut oleh MK, dan persidangannya juga terbuka untuk umum."
"Jadi, publik juga bisa menyimak itu termasuk judicial review yang pemohonnya ada tiga unsur pimpinan KPK," paparnya.
Tiga pimpinan KPK yang mengajukan judicial review ke MK adalah Agus Rahardjo, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang.
• Penggugat Cantumkan Undang-undang Perkawinan dalam Objek Permohonan, MK Tolak Uji Materi UU KPK
"Tetapi untuk tiga unsur pimpinan KPK ini mungkin prosesnya masih panjang."
"Baru dimasukkan permohonan, ada nanti proses perbaikan, ada sidang panel, pleno, dan kemudian juga ada proses pembuktian di persidangan."
"Jadi, kita simak saja bersama-sama," papar Febri Diansyah.
• Stok BBM Cuma Cukup untuk 12 Hari Padahal Idealnya 90 Hari, Pertamina Sebut Indonesia Darurat Energi
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan perkara nomor 57/PUU-XVII/2019 soal uji materi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Majelis hakim konstitusi menyatakan objek permohonan pemohon, salah objek alias error in objecto.
"Amar putusan, mengadili, menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," putus Ketua MK Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2019) siang.
• Jokowi Minta Indonesia Finis Dua Besar di SEA Games 2019, Menpora Langsung Hitung Ulang Target Emas
Majelis hakim menimbang permohonan Muhammad Raditio Jati Utomo, Deddy Rizaldy Arwin Gommo dkk, dengan kuasa Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, keliru mencantumkan objek permohonan.
Para pemohon mencantumkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 dalam posita dan petitumnya.
Padahal, perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK ialah UU Nomor 19 Tahun 2019.
• Tiga Pegawai KPK Mundur karena Menolak Jadi ASN, Sudah Dapat Tempat Kerja Pengganti yang Bagus
Sedangkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 yang dimaksud para pemohon merupakan Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
"Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 yang disebut oleh para pemohon dalam posita dan petitumnya."
"Sebagai Undang-undang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, adalah tidak benar," ujar Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
• PBNU Usulkan Presiden dan Wapres Kembali Dipilih MPR, Juga Minta Utusan Golongan Dihidupkan Lagi
Karena, lanjutnya, UU 16/2019 yang menurut para pemohon adalah UU Perubahan Kedua Atas UU 30/2002 tentang KPK, merupakan permohonan yang salah objek atau error in objecto.
Berkenaan dengan permohonan para pemohon terkait Pasal 29 angka 9, Pasal 30 ayat 13, dan Pasal 31 dalam UU 30/2002 tentang KPK, mahkamah berpendapat hal itu masih terkait pengujian formil permohonan yang salah objek.
Sehingga, sebagai konsekuensi yuridisnya, permohonan a quo tidak lagi punya relevansi untuk dipertimbangkan lebih lanjut.
• Pemerintah Pertimbangkan Perpanjang SKT FPI karena Nyatakan Setia kepada Pancasila dan NKRI
Lebih lagi, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK sudah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019.
Sehingga, bila para pemohon hendak mengajukan pengujian pasal-pasal a quo, harusnya pemohon mengaitkannya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019.
"Sebab, kedua undang-undang tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan."
• Menteri Agama Fachrul Razi: Saya yang Dorong FPI Diberikan Izin Lagi
"Dengan demikian pokok permohonan yang berkaitan dengan norma pada Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tidak akan dipertimbangkan lebih lanjut," ucap Enny.
"Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan di atas oleh karena permohonan para pemohon salah objek atau error in objecto, maka permohonan para pemohon tidak dipertimbangkan lebih lanjut," paparnya. (Ilham Rian Pratama)