Mafia Tanah

Gelapkan Dua Sertifikat Tanah Senilai Rp 4,5 Miliar, Dua Perempuan Mafia Tanah Dibekuk Polda Metro

Gelapkan Dua Sertifikat Tanah Senilai Rp 4,5 Miliar, Dua Perempuan Mafia Tanah Dibekuk Polda Metro.

Penulis: Budi Sam Law Malau |
Warta Kota
Dua Perempuan Mafia Tanah Dibekuk Polda Metro Jaya 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Subdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya membekuk dua perempuan pelaku penggelapan sertifikat tanah yang disinyalir bagian dari kelompok mafia tanah yang pernah diungkap polisi sebelumnya.

Kedua pelaku yang dibekuk adalah W, warga Tebet, Jakarta Selatan, dan N yang diketahui berprofesi sebagai notaris.

Keduanya diketahui telah menggelapkan dua sertifikat lahan di Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan, senilai Rp 4,5 Miliar, milik Yudarina selaku korban.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan W berperan sebagai calon pembeli lahan dan N berperan sebagai notaris meskipun bukan di wilayah yuridiksinya.

"Kasus ini berawal saat korban menjual lahan dan rumahnya di Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan, yang tercatat dalam dua sertifikat hak milik," kata Argo dalam konpers di Mapolda Metro Jaya, Senin (4/11/2019).

Mengetahui informasi itu, kata Argo, W dan N menyusun rencana untuk menggelapkan sertifikat lahan milik korban untuk dijaminkan atau dijual ke pihak ketiga.

"Pada bulan Mei 2019, W dan N menemui korban yakni Y di rumahnya Jagakarsa, Jakarta Selatan. Tersangka W menyampaikan berniat membeli lahan milik Y sesuai harga yang ditawarkan yakni Rp 4,5 Miliar. Bahkan untuk meyakinkan korbannya, W membawa uang Rp 150 Juta sebagai uang DP untuk diserahkan ke Y," kata Argo.

Menurut Argo, W berjanji akan melunasi sisa harga lahan yang disepakati dalam waktu sebulan ke depan.

Saat itu pula kata Argo, W meminta kepada korban membuat surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli atau PPJB di hadapan notaris, yang dibawa W serta meminta dua sertifikat lahan milik Y.

"Karena korban butuh uang, korban sepakat dan menerima uang DP dari W sebesar Rp 150 Juta. Selain itu korban Y membuat surat PPJB lunas," kata Argo.

Dengan begitu, kata Argo, maka W sudah bebas menggunakan dua sertifikat lahan milik Y berdasar surat PPJB yang mereka buat.

Setelah itu kata Argo, W meminta N menerbitkan akta jual beli yang diterbitkan di Cianjur. Padahal lahan yang dimaksud ada di Jakarta Selatan dan diluar yuridiksi Neneng sebagai notaris.

"Berbekal semua itu W menggunakan sertifikat lahan milik Y untuk membayar hutangnya sebesar Rp 2,6 Miliar ke seseorang. Jadi satu sertifikat lahan sudah berpindah ke orang ketiga" kata Argo.

Sementara satu sertifikat lainnya kata Argo masih berada di tangan N dan hendak diuangkan atau akan dijaminkan ke pihak tertentu.

Sementara setelah lewat jatuh tempo atau lebih dari sebulan, korban Yudarina kerap menanyakan sisa pembayaran lahan miliknya sebesar Rp 4,5 Miliar kepada W.

"Namun tersangka sulit dihubungi dan tidak ada kabar. Kemudian W melapor ke kami. Setelah dilakukan pengecekan diketahui satu sertifikat sudah berpindah tangan," kata Argo.

Karena penyidik memastikan adanya tindak pidana penggelapan dalam kasus ini, kata Argo, pihaknya membekuk W di Tebet, Jakarta Selata dan N di Cianjur.

"Dari tangan mereka disita sejumlah dokumen dan berkas terkait sebagai barang bukti, termasuk dua sertifikat milik Y," kata Argo.

Kasubdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kompol Gafur Aditya Siregar, mengatakan pihaknya masih mendalami kasus ini dan menduga masih ada korban lain dari aksi W dan N.

"Jadi dalam kasus ini, korban mengalami kerugian Rp 4,5 Miliar. Dimana satu sertifikat lahan sudah dipakai pelaku untuk membayar hutangnya sebesar Rp 2,6 Miliar," kata Argo.

Karena perbuatannya kata Gafur, W dan N dijerat Pasal 372 KUHP tentang penggelapan. "Yang ancaman hukumannya adalah 4 tahun penjara," kata Gafur. (bum)

UPDATE KASUS (2 November 2020)

Kasus dugaan penggelapan tanah ini dihentikan penyidikannya oleh Polda Metro Jaya melalui Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3).

Dalam surat bernomor: B/21884/XI/RES.1.11./2019/Ditreskrimum yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta disebutkan bahwa mulai tanggal 21 November 2019, penyidikan Laporan Polisi No: LP/4019/VII/2019/PMJ/Ditreskrimum tanggal 4 Juli 2019 tentang dugaan terjadinya tindak pidana penggelapan yang terjadi tanggal 1 Mei 2019 di Jakarta Selatan atas nama pelapor Safi Munasti dengan tersangka W dan N, dihentikan penyidikannya dengan alasan tidak cukup bukti.

Surat ini ditandatangani oleh Direktur Reskrim dan Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Suyudi Ario Seto tanggal 20 November 2019.

Dengan demikian kasus ini resmi dihentikan dan tersangka W dan N dibebaskan lantaran tidak terbukti terlibat kasus dugaan penggelapan ini.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved