Yusuf Mansyur Bela Pemerintah soal Larangan Celana Cingkrang dan Cadar, Ini Penjelasannya

Walau beda pandangan dengan larangan pakai celana cingkrang serta cadar, Yusuf Mansyur Minta Umat Muslim berprasangka baik kepada pemerintah

Penulis: Dwi Rizki |
Dok Relawan
Ustaz Yusuf Mansyur menceritakan ke-Islaman Presiden Joko Widodo pada kegiatan Diskusi Publik dan Pembekalan Relawan Pemenangan 01, di Bandung, Sabtu (2/3/2019). 

Walau berbeda pandangan serta tidak setuju dengan larangan pakai celana cingkrang serta larangan pakai cadar dalam instansi pemerintah yang disampaikan oleh dengan Menteri Agama Republik Indonesia (RI), Fachrul Razi, Ustaz Yusuf Mansyur mengajak masyarakat untuk lebih terbuka. 

Hal tersebut disampaikan Ustaz Yusuf Mansyur dalam siaran langsung instagramnya @yusufmansurnew; pada Jumat (1/11/2019 siang. 

Dirinya mengimbau kepada umat muslim agar berbaik sangka dengan memberikan kesempatan pemerintah untuk menjelaskan kebijakan larangan pakai celana cingkrang serta larangan pakai cadar dalam instansi pemerintah itu.

"Sekali lagi saya tidak percaya ya, bahwa akan ada aturan (larangan) sampai ke sononya, Insya Allah lah, kita khuznudzon (berbaik sangka), kita juga harus memberikan kesempatan kepada pemerintah barangkali untuk menjelaskan tentang 'apa sih langkah ke depannya?'," ungkap Ustaz Yusuf Mansyur.

"Jangan juga kita kemudian berpikir berdasarkan praduga-praduga kita, 'ooh nanti begini, buktinya ngomong gitu'.

"Ya ngomong kan bisa dikoreksi ya kan?, Kalau pun ngomong juga bisa dibetulin di kemudian hari kan? Gitu," tambahnya.

Menanggapi meluasnya isu serta polemik yang disebabkan larangan pakai celana cingkrang serta larangan pakai cadar dalam instansi pemerintah itu, dirinya mengajak umat muslim berdoa.

Dirinya berharap adanya ketenangan dan kedamaian di Indonesia.

"Jadi ya kita berdoa mudah-mudahan Allah Subhanahuwataalla memberikan ketenangan, kedamaian buat negeri kita ini, ya kan?

"Udahlah, kalau soal perbedaan, sudah gitu.

"Soal kemudian bagaimana menangani isu keamanan, isu kemudian radikalisme dan sebagainya, jangan juga sampai kita yang malah manjadi radikal gara-gara menyerang orang-orang yang tidak sama dengan kita, nggak bagus itu," tambahnya.

Indonesia menurutnya telah dibangun para pendiri bangsa dengan landasan negara yang sempurna, yakni Bhineka Tunggal Ika serta Pancasila.

Sehingga, perbedaan yang ada menurutnya merupakan sebuah anugerah yang harus dipelihara.

"Indonesia udah bener ini, Bhineka Tunggal Ika, udah bener ini, udah bener. Kita masuk ke kehidupan yang udah yakin nggak bakal sama gitu.

"Kan nggak seru gitu kan kalau satu dunia ini sama semua kan jadi masalah gitu," jelas Ustaz Yusuf Mansyur.

"Jangankan satu kampung, apalagi satu kota, satu provinsi, satu negara, orang satu rumah aja beda-beda kok, ada yang jadi kakak kan?

"Lahirnya beda, ada yang jadi adek, betul? Gara-gara berbeda kemudian yang satu jadi suami, yang satu jadi istri.

"Gara-gara berbeda, yang satu jadi guru, yang satu jadi anak, perbedaan itu membawa rahmat, jangan kemudian perbedaan itu membawa pertikaian," tegasnya. 

Timbul Curiga

Larangan pakai celana cingkrang serta larangan pakai cadar dapat melahirkan kecurigaan antar sesama warga Indonesia.

Ustaz Yusuf Mansyur menganalogikan sikap umat Hindu ketika menyambut pengunjung yang hendak memasuki pura di Bali.

Lewat pendekatan persuasif dan ramah, mereka menyampaikan kewajiban seseorang untuk mengenakan kain.

Walaupun diketahui, penggunaan kain diwajibkan kepada siapa pun ketika memasuki pura.

"Kalau misalnya ada orang yang tidak berpakaian sesuai dengan syariatnya, diyakini oleh kita (muslim) misalnya, kan nggak boleh juga kita ngusir orang, kan musti arif, misalnya iket-iket ala Bali itu kan, tapi orang nggak merasa dipaksa, orang nggak kemudian diharuskan, nah di situ kan bagus, nah itu namanya dakwah," jelasnya.

Hal serupa dibuktikan dalam lingkungan Pesantren Tahfizh Daarul Qur'an Cipondoh, Tangerang yang disirikannya.

Dirinya mengaku pernah dikritik tentang keleluasaan perempuan tidak berhijab masuk ke dalam area dalam pesantren.

"Ketika di pesantren juga misalnya, orang mengkritisi saya, 'kok di pesantren boleh ya orang-orang (perempuan) nggak pake jilbab masuk?'

"Nah saya bilang, 'aslinya nggak boleh gitu kan', tapi bukannya itu sebagai proses dakwah gitu, masih bagus ada yang nggak berjilbab kemudian mau, kemudian main ke pesantren," ungkap Ustadz Yusuf Mansyur.

"Sesampainya di pesantren, barangkali dia bersentuhan dengan suasana-suasana pesantren, begitu di pesantren dia bersentuhan dengan Quran, bersentuhan dengan mesjid, bersentuhan dengan santri, kemudian datanglah hidayah itu," tambahnya.

Dirinya pun menyinggung soal pernyataan Menteri Agama Republik Indonesia, Fachrul Razi yang menyebut bakal mengusir seseorang yang mengenakan celana cingkrang dan muslimah bercadar apabila memasuki kantor Kementerian Agama Republik Indonesia.

"Nah itu kan dakwah juga namanya, bukan kemudian langsung dicegat di pintu kemudian bilang, 'nggak boleh masuk!, yang nggak berjilbab nggak boleh masuk!'. Yaah, sampai kapan kita dapat temen-temen yang berbeda gitukan," tambahnya.

Sikap terbuka tersebut juga dibuktikan Ustaz Yusuf Mansyur lewat pengalamannya sebelum menjadi ulama seperti sekarang.

Menurutnya, apabila dirinya ditolak ketika hendak masuk pesantren, dirinya yakin masih dalam lembah hitam saat ini.

"Saya juga kalau tidak diterima dengan segala keburukan saya, saya dulu tidak diterima dengan segala kesalahan saya, kalau dulu saya nggak diterima dengan segala kekeliruan saya, mungkin Indonesia tidak akan memiliki Yusuf Mansyur. Emang siapa Yusuf Mansyur?" ungkapnya sembari tertawa.

"Ya tapi emang begitu, terus dimotivasi, 'udah ente di situ jadi orang bener, ente bisa jadi orang bagus'," tambahnya.

Berdasarkan analogi yang disampaikannya btersebut, dirinya menegaskan agar semua pihak tidak menggeneralisir muslim bercelana cingkrang atau bercadar.

Sebab, semua pelaku radikalisme hanya merupakan oknum dari jutaan uat muslim di Nusantara.

"Poinnya adalah nggak menggeneralisir, ada orang yang kemudian pake celana pendek, terus mencuri misalnya.

"Apakah kita bilang 'jangan pake celana pendek', kenapa?, 'karena kalau kita pake celana pendek nanti jadi mencuri'. Kan nggak bener," jelas Ustaz Yusuf Mansyur.

"Ada kemudian ngebom pake celana panjang, terus kita bilang, 'tuh jangan pake celana panjang, soalnya nanti kalau pake celana panjang nanti dikhawatirkan ngebom'. Kan nggak bener itu kan, itu namanya menggeneralisir gitu," tegasnya.

Hal serupa ditunjukkan lewat penampilan para tersangka ataupun terdakwa kasus terorisme yang tengah menjalani persidangan.

Mereka yang berpenampilan selayaknya seorang muslim ditegaskannya tidak dapat disamaratakan dengan umat muslim lainnya yang berpenampilan serupa.

"Jadi kemudian para tersangka, maaf ya, para terdakwa didudukkan di pengadilan kemudian pake baju koko, pake peci yang biasa dipake umat Islam waktu solat, kalau pengajian, terus kemudian apakah kita bisa menggeneralisir?

Janganlah kita memandang orang generalis, memandang orang, 'ya semua kayak gitu, nanti akan gitu atau kita khawatir nanti kayak gitu', nanti hati kita juga nggak happy (senang)," ungkap Ustaz yusuf Mansyur.

"Lalu kemudian radikalisme dilawan dengan kekerasan, radikalisme dilawan dengan upaya-upaya yang begitu masif dalam membungkam dan kemudian diarahkan kepada begitu banyak arahan, justru ini yang kemudian tidak menjadikan Indonesia, menurut saya ada ketenangan, nanti yang timbul curiga satu sama lain, kan kesian gitu kan orang-orang yang bener-bener pengen menjalankan sunnah," tegasnya.    

Larang pakai cadar

Seperti diketahui sebelumnya, Menteri Agama Republik Indonesia (RI), Fachrul Razi berencana melarang penggunaan celana cingkrang dan cadar dalam instansi pemerintah dengan alasan keamanan.

Walau begitu, Fachrul menegaskan pihaknya tidak mengatur secara khusus terkait pemakaian cadar bagi seorang muslimah.

Pilihan untuk mengenakan cadar katanya dikembalikan kepada masyarakat, karena cadar tidak berhubungan dengan kualitas keimanan dan ibadah seseorang.

"Cadar itu yang saya bilang, tidak ada dasar hukumnya di Al Quran dan padangan Hadist, tapi kalau orang mau pakai ya silakan. Dan itu bukan ukuran ketaqwaan orang, bukan berarti kalau orang sudah pakai cadar itu taqwanya udah tinggi, udah deket Tuhan, bukan, bukan itu. Silakan aja kalau dia mau pakai," jelas Fachrul.

"Tapi saya denger, saya denger akan ada keluar aturan (kepada masyarakat) yang masuk ke instansi pemerintah tidak boleh pakai helm dan muka harus kelihatan jelas. Saya kira betul ya untuk keamanan," tambahnya.

Ketentuan tersebut katanya mewajibkan seluruh masyarakat untuk memperlihatkan wajah apabila hendak memasuki lingkungan instansi pemerintah.

"Kalau saya sarankan, kalau kita nggak ikut-ikut masalah hukum, tapi saya kira itu. Jadi kita hanya merekomendasi masalah peraturan agamanya aja, kalau kemudian bidang hukum mengeluarkan aturan bahwa (masuk ke dalam komplek) instansi pemerintah tidak boleh pakai helm, muka harus kelihatan, tinggal tafsirkan aja," ungkap Fachrul.

"Betulkan? dengan aspek keamanan betul nggak? Kalau ada orang bertamu ke rumah saya nggak kelihatan mukanya, nggak mau dong saya. Keluar anda!," ungkapnya diakhir tayangan. (dwi)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved