Properti
Cara Penghitungan Nilai Jual Objek Pajak Sentul Dinilai Merugikan Kalangan Pengembang
Ade Yasin diminta segera mengevaluasi kinerja Kepala Bappenda, Dedi Bachtiar berikut timnya agar kekacauan di Bappenda tidak berkepanjangan.
Banyak pengusaha yang mempersoalkan tingginya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Bogor akibat penetapan NJOP yang dinilai tidak proporsional.
Karena itu, Bupati Bogor, Ade Yasin diminta segera mengevaluasi kinerja Kepala Bappenda, Dedi Bachtiar berikut timnya agar kekacauan di Bappenda tidak berkepanjangan.
‘’Sistem penetapan NJOP yang ditetapkan Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) cenderung tidak objektif dan merugikan pengembang,’’ kata Head Corporat Communication & Goverment Relation PT Sentul City Tbk Alfian Mujani di Cibinong kepada media, Rabu (30/10)
Menurut Alfian, sudah lama masalah sistem perhitungan NJOP dipersoalkan oleh hampir semua pengembang. Tetapi tidak ada yang berani angkat bicara.
"Karena itu, Saya berharap ibu Bupati Bogor mencermati masalah ini. Apa yang dilakukan Bappenda ini bertentangan dengan semangat Bupati untuk menggelar karpet merah kepada para investor. Sebab, yang dilakukan Bappenda ini justru menggelar krikil taham bagi dunia usaha,’’ kata Alfian.
Alfian menjelaskan, masalah pokok yang menjadi sandungan utama adalah parameter kenaikan NJOP.
Bappenda Kabupaten Bogor selalu menstandarkan pada harga tanah komersial tahun terkini.
Alias, harga pasar yang sangat spekulatif. Jika parameter ini dipakai untuk menetapkan NJOP tanah yang belum di-develope, maka bisa dipastikan para pengembang akan gulung tikar semua.
“Bagaiamana rasonalitasnya tanah belum didevelop kita bandingkan dengan tanah yang sudah didevelop. Gak ada titik temunya. Lantas di mana karpet merahnya untuk investor?,” tanya Alfian.
Alfian merujuk sistem perhitungan NJOP yang berbeda di wilayah lain. Dia mencontohkan di Kota Tangerang Selatan.
“Di Tangsel itu, NJOP-nya bisa rasional."
"Kenapa di Kabupaten Bogor tidak ya? Kan sama-sama Negara Kesatuan Republik Indonesia."
"Pemkot Tangsel saya lihat benar-benar memberikan proteksi kepada investor, maka wilayah di sana majunya pesat,” ujarnya.
Menurut Alfian, lantaran Bappenda “keras kepala” menganut sistem perhitungan NJOP sendiri pada akhirnya banyak perusahaan yang tidak sanggup membayar PBB.
"Kelihatannya omset Bappenda besar, tetapi di atas kertas saja alias menumpuk jadi piutang."
"Tingkat kolektabilitasnya rendah."
Inilah, kata dia, yang kelak akan jadi bom waktu bagi Bupati karena ini akan menjadi temuan BPK.
“PBB adalah salah satu penerimaan daerah. Kalau nunggak-nunggak gini kan juga berpengaruh pada penerimaan pajak daerah."
"Kita bukan mau nunggak tapi kalau ditetapkan segitu ya sulit bayarnya."
"Semua juga tahu, ekonomi kita sedang melambat."
"Dunia usaha lagi lesu butuh proteksi pemerintah bukan malah ditarget PBB tinggi,” ujarnya.
• Dilema Perda KTR untuk Pelaku Industri Bidang Pariwisata yang Tergabung di PHRI Kota Bogor
Kata Alfian, salah satu program Bupati Bogor Ade Yasin adalah memberikan karpet merah kepada investor. Investor dapat masuk menanamkan modal dengan kemudahan perizinanan dan keringan pajak.
“Kalau sistem perhitungan NJOP sekarang ini gak diubah, siapa investor yang mau masuk ke Kabupaten Bogor? Mending ke Tangsel. Kami yang sudah lama berinvestasi di sini saja seperti membentur tembok. Harusnya visi bupati dan SKPD sejalan ya. Ini Bupatinya bilang karpet merah, Bappenda menabur kritik tajam,” imbuhnya.
Karena itu, Alfian minta agar Bupati Ade Yasin mengevaluasi kinerja Dedi Bachtiar. Selain karena bertentangan dengan visi Bupati, yang bersangkutan juga sudah terlalu lama jadi Kepala Bappenda. ‘’Beliau sudah lima tahun lebih menduduki pos ini, perlu penyegaran agar tidak menjadi fitnah,’’ katanya.
Sementara itu, Kepala Bappenda Dedi Bachtiar saat dihubungi Warta Kota telepon genggamnya tidak aktif.
• Sempat Gersang, Kolong Tol JORR W1 akan Disulap Menjadi Lahan Hijau
• Puluhan Lampu yang Seharusnya Ada di Pedestrian Belakang Kantor Wali Kota Bekasi Rusak dan Hilang