Revisi UU KPK
Mantan Gubernur DKI Jakarta: UUD 1945 Saja Bisa Diamandemen, Masa UU KPK Tidak Boleh?
Djarot menjawab tekanan demikian adalah biasa. Sebab, setiap pro dan kontra akan selalu disertai tekanan-tekanan politik.
DJAROT Saiful Hidayat menyatakan revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah bagian dari strategi untuk melaksanakan komitmen membangun pemerintahan bersih yang anti-korupsi.
Ketua DPP PDIP Bidang Ideologi dan Kaderisasi itu mengatakan, UUD 1945 saja bisa diamandemen, sehingga sangat aneh bila UU KPK tak boleh diamandemen atau direvisi.
Hal itu disampaikan oleh Djarot menanggapi pertanyaan wartawan soal tekanan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dilakukan oleh para staf, komisioner, dan LSM pendukung KPK.
• Gerak Cepat Setujui Revisi UU KPK, Pengamat Nilai Jokowi Mulai Tak Berdaya di Hadapan Parpol
Djarot menjawab tekanan demikian adalah biasa. Sebab, setiap pro dan kontra akan selalu disertai tekanan-tekanan politik.
Yang pasti, kata Djarot, KPK itu didirikan saat Indonesia dipimpin oleh Megawati Sukarnoputri yang merupakan Ketua Umum PDIP.
KPK dibentuk sebagai lembaga adhoc dan undang-undangnya sudah berumur 17 tahun.
• TIGA Hal Bisa Dilakukan Jokowi Setelah Tiga Pimpinan Serahkan Mandat, Salah Satunya Bekukan KPK!
"Kok mau direvisi, KPK-nya diperkuat, kok malah ada pro kontra? Kan lucu ya."
"Padahal komitmen kita ya tetap, harus membangun pemerintahan bersih yang anti-korupsi," kata Djarot di sela Rakerda I DPD PDI Perjuangan Kalimantan Barat, Sintang, Sabtu (14/9/2019).
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga memastikan, revisi yang ada dilakukan secara terbatas.
• Mengapa 56 Anggota DPR Pilih Firli Bahuri? Komisi III: Karena Beliau Sering Dizalimi
Katanya, sangat mengherankan sekali bila ada kelompok yang memaksa agar UU itu tak boleh disentuh oleh siapa pun juga.
"Kalau saya pribadi sih, jangan sampai KPK itu semacam negara baru di dalam negara, tak bisa disentuh."
"Padahal dia adalah institusi dibentuk negara, anggarannya juga dari pemerintah.
• Masjid Kapal Pesiar Berlabuh di Bukit Kota Semarang, Berfoto di Sini Dijamin Instagramable
"UU KPK itu kan bukan kitab suci. UUD 1945 yang merupakan sumber hukum tertinggi kita saja bisa diamandemen. Ini UU KPK sudah 17 tahun, kok ya tak boleh?" paparnya.
Sebelumnya, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembalikan mandat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi), Jumat (13/9/2019).
Langkah ini dilakukan sebagai bentuk kekecewaan KPK atas setujunya Presiden merevisi UU 30/2002 tentang KPK, yang diusulkan DPR.
Berikut ini pernyataan lengkap Ketua KPK Agus Rahardjo di pelataran Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, kemarin malam.
• Jokowi Setuju Pembentukan Dewan Pengawas KPK, tapi Bukan Dipilih DPR
Agus Rahardjo didampingi Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Laode Muhammad Syarif. Sedangkan dua pimpinan lainnya, Alexander Marwata dan Basaria Panjaitan, tak muncul.
Agus Rahardjo
Selamat malam, salam sejahtera untuk kita semua.
Saya akan membacakan beberapa poin yang sudah kami diskusikan dengan seluruh pimpinan.
Ada poin-poin yang perlu saya sampaikan.
Pertama, kita sangat prihatin kondisi pemberantasan korupsi semakin mencemaskan.
Kemudian KPK rasanya seperti dikepung dari berbagai macam sisi.
Namun dalam hal pimpinan, rasanya Presiden telah mengirimkan ke DPR.
DPR menyetujui, kalau nanti paripurna juga menyetujui, wajib KPK tidak melawan.
Itu sudah menjadi keputusan dan Pak Saut, kami semua, sifatnya bukan personal, sama sekali bukan personal.
Kemudian yang terkait dengan yang sangat kami prihatin dan mencemaskan adalah mengenai RUU KPK.
Karena sampai hari ini kami draf yang sebetulnya saja kami tidak mengetahui.
Jadi rasanya pembahasannya seperti sembunyi-sembunyi.
Kemudian saya juga mendengar rumor, dalam waktu yang sangat cepat kemudian akan diketok, disetujui.
Nah, ini kita betul-betul sangat bertanya-tanya, sebetulnya seperti kemarin disampaikan Pak Syarif, ada kepentingan apa sih? Sehingga buru-buru disahkan.
Jadi poin kami yang paling utama terkait undang-undang.
Kami ini kalau ditanya anak buah, seluruh pegawai, (kami) tidak mengetahui apa isi undang-undang itu.
Bahkan, kemarin kami menghadap Menkumham untuk sebetulnya ingin mendapat draf resmi seperti apa.
Nah, kemudian Pak Menteri menyatakan nanti akan diundang.
Tapi kalau kita baca Kompas pagi ini sudah tidak diperlukan lagi konsultasi dengan banyak pihak, termasuk dengan KPK.
Oleh karena itu terhadap undang-undang kami sangat memprihatinkan.
Dan kami menilai mungkin ini apa memang betul mau melemahkan KPK.
Terus terang penilaian yang masih sementara, tapi kami mengkhawatirkan itu.
Kepentingan yang paling penting sebetulnya selalu kami tak bisa menjawab isi undang-undang itu apa.
Oleh karena itu setelah kami pertimbangkan sebaik-baiknya yang keadaannya semakin genting ini.
Maka kami, pimpinan yang merupakan penanggung jawab tertinggi di KPK.
Dengan berat hati, pada hari ini, Jumat 13 September 2019, kami menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Bapak Presiden RI.
Kami menunggu perintah.
Kemudian apakah kami masih akan dipercaya sampai Bulan Desember, kami menunggu perintah itu.
Dan kemudian akan tetap beroperasional seperti biasa, terus terang kita menunggu perintah itu.
Mudah-mudahan kami diajak bicara, Bapak Presiden, untuk menjelaskan kegelisahan seluruh pegawai kami.
Dan juga isu-isu yang sampai hari ini kami tak bisa menjawab.
Jadi demikian, semoga Bapak Presiden segera mengambil langkah-langkah untuk penyelamatan.
Mohon maaf kalau sekiranya kami menyampaikan hal-hal kurang berkenan bagi banyak pihak.
Laode Muhammad Syarif
Jadi untuk menjelaskan yang tadi bahwa kita sangat berharap pada pimpinan tertinggi di Indonesia.
Kami dimintai juga lah pendapat untuk agar kami bisa menjelaskan kepada publik dan pegawai di KPK.
Kami serahkan tanggung jawabnya, dan kami tetap akan melaksanakan tugas, tapi kami menunggu perintah dari Presiden.
Saut Situmorang
Saya hari ini bukan kembali, ya, saya hari ini berkunjung. (Fransiskus Adhiyuda)