Polemik Taruna Akmil Enzo Zenz Allie, Mantan Kepala BAIS Sebut TNI Semestinya Memberhentikan Enzo
Foto Enzo yang sedang memegang bendera yang identik dengan HTI, semestinya TNI langsung memberhentikannya sejak awal masuk Akmil.
Sebelumnya, video Taruna Akademi Militer (Akmil) Enzo Zenz Allie diwawancara Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, beredar viral.
Tak lama kemudian, netizen membongkar media sosial Enzo Zenz Allie dan ibunya, yang diduga terpapar paham organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayjen Sisriadi lantas menjelaskan ketatnya tahapan proses seleksi yang sudah dilalui Enzo, sehingga dinyatakan lolos sebagai Taruna Akmil.
Sisriadi menjelaskan, proses seleksi taruna Akademi Militer dilakukan bertingkat.
Mulai dari tingkat seleksi administrasinya di daerah di Kodim, lalu di tingkat Korem atau Kodam tempat digelarnya pengujian.
Sisriadi menjelaskan, ada sejumlah tes yang harus dilalui Enzo dan taruna lainnya, sehingga dapat lulus sebagai Taruna Akmil.
"Pertama administrasi. Mulai dari umur dia tidak boleh kurang dari 18 tahun, dan tidak boleh lebih dari 24 tahun."
"Lalu harus ada surat keterangan dokter yang menyatakan dia sehat. Itu harus lengkap dulu suratnya."
"Kemudian ada tes jasmani, ada tes psikologi, ada tes akademis. Kemudian yang paling penting tes mental ideologi," kata Sisriadi ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (7/8/2019).
Sisriadi menjelaskan, tes mental ideologi dilakukan karena TNI tidak ingin kemasukan orang-orang yang berideologi selain Pancasila.
Khusus untuk tes mental ideologi, ia menjelaskan ada dua tes yang harus dilalui oleh Enzo dan taruna lainnya.
"Khusus untuk tes mental ideologi, cara menyeleksinya pertama dilakukan secara tertulis."
"Mereka menjawab puluhan pertanyaan secara tertulis."
"Setelah menjawab secara tertulis, maka di hari itu juga atau paling lambat besoknya akan langsung dilakukan tes wawancara untuk pendalaman."
"Jadi dia akan ditanya apa yang dia tulis, dan ada juga daftar pertanyaan dari yang tidak tertulis."
"Untuk meyakinkan kalau si calon ini benar-benar Pancasilais. Tidak memiliki ideologi selain Pancasila," tegas Sisriadi.
Ia pun menjelaskan, setiap Taruna harus menghadapi tiga orang penguji dalam tahapan tersebut.
"Dan yang menguji tidak hanya satu orang. Satu calon menghadapi tiga penguji sekaligus."
"Jadi kalau dia berbohong akan ketahuan oleh tiga penguji itu."
"Jadi wawancara dengan tiga orang itu biasanya bisa sampai dua jam. Kalau ada yang nyeleneh-nyeleneh bisa lebih lama itu."
"Apalagi kalau wajah dan fisiknya agak berbeda dengan orang Indonesia kebanyakan, bisa lebih lama pendalamannya," jelas Sisriadi.
Sisriadi mengatakan, tidak ada sistem yang sempurna.
Namun, jika sudah dinyatakan lolos seperti Enzo, maka artinya setiap Taruna telah memenuhi semua persyaratan.
"Kalau sudah dinyatakan lolos seperti Enzo, maka sudah memenuhi persyaratan."
"Sekarang dia sudah belajar dan berlatih di Magelang."
"Sudah diisolasi, tidak bisa berhubungan dengan siapa pun kecuali dengan pelatihnya," terang Sisriadi.
Sisriadi menegaskan, selama proses pendidikan dan latihan, seluruh Taruna akan tetap diberikan materi mengenai ideologi Pancasila.
Namun, menurutnya yang belum banyak diketahui masyarakat adalah para Taruna tersebut akan menjalani tes mengenai mental ideologi yang sama, untuk menguji ideologi mereka.
"Tentu ada. Tapi selain itu, ada informasi lain yang tidak banyak diketahui masyarakat. Kami juga punya prosedur."
"Jadi selama dia dididik sampai lulus atau menjelang lulus, itu masih kita dalami juga."
"Orang-orang yang ideologinya non Pancasila pasti ketahuan, karena setiap tahun ada tes yang sama," ucap Sisriadi.
Selain itu, pihak TNI juga akan melakukan pendalaman mengenai ideologi tersebut melalui Babinsa, Koramil, dan BAIS TNI terhadap keluarga Taruna.
"Di luar juga tetap dilakukan pendalaman oleh Babinsa, Koramil, BAIS terhadap orang tuanya, bapaknya, ibunya kau masih ada."
"Kakaknya, adiknya, pamannya. Pendalaman itu sampai empat tahun," beber Sisriadi.
Sisriadi menuturkan, meski telah lolos seleksi Taruna Akmil dan menjalani pendidikan dan latihan, hal itu tidak menjamin Taruna tersebut tidak akan dikeluarkan dari akademi.
Terlebih, jika dalam proses tersebut ideologi mereka berubah atau bukan Pancasila.
"Dulu teman saya juga ada yang dikeluarkan di tingkat empat karena ideologi."
"Walaupun ketahuannya sudah tingkat empat, negara sudah membiayai banyak, tidak masalah dikeluarkan. Yang penting tidak ada yang non Pancasilais," tegas Sisriadi.
Untuk itu, ia menilai terkait Enzo, pihaknya tidak terburu-buru mengambil sikap.
"Dalam hal ini, kita tidak boleh buru-buru. Kenapa? Bisa jadi dia Pancasilais, terus ada yang menyebar isu."
"Kalau dia tidak radikal, tapi banyak yang iri bisa saja kan? Kita harus hati-hati."
"Kita menggunakan intelijen manusia, intelijen teknologi kita gunakan. Intinya kami tidak buru-buru men-judge dia," papar Sisriadi.
Ia pun menegaskan, jika nantinya Enzo atau Taruna lainnya terbukti secara kuat memiliki ideologi selain Pancasila, maka pihaknya tidak ragu untuk mengeluarkan.
Sebaliknya, jika memang tidak terbukti, maka Enzo akan tetap melanjutkan proses belajarnya di Akademi Militer.
"Kalau dia betul radikal, pasti dikeluarkan. Tapi kita harus punya bukti kuat sekali."
"Itu semua berlaku tidak hanya untuk Enzo, tapi kepada seluruh taruna yang sedang belajar sekarang."
"Kita tetap mendalami. Kalau terbukti radikal kita keluarkan, kalau tidak terbukti dia lanjut," terang Sisriadi. (Gita Irawan)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mantan Kepala BAIS Sebut TNI Semestinya Memberhentikan Enzo Zenz Allie"