Pilpres 2019

Polisi Lepaskan 100 dari 447 Orang yang Ditangkap Setelah Kerusuhan 21-22 Mei 2019

KEPOLISIAN menahan 447 orang setelah kerusuhan 21-22 Mei 2019. Bagaimana nasib mereka kini?

Wartakotalive.com/Feri Setiawan
Aksi massa di depan Kantor Bawaslu di Jalan MH Thamrin kembali rusuh, Rabu (22/5/2019) malam. 

KEPOLISIAN menahan 447 orang setelah kerusuhan 21-22 Mei 2019. Bagaimana nasib mereka kini?

Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra mengatakan, sebanyak 100 dari 447 orang yang ditangkap tersebut telah ditangguhkan penahanannya.

"Iya betul, dari 447 ada 100 orang yang sudah ditangguhkan oleh penyidik dengan berbagai pertimbangan," ujar Asep di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (14/6/2019).

Emak-emak Ini Menangis Kegirangan Bisa Bertemu Jokowi, Mimpinya Sebulan Lalu Langsung Terwujud

Pertimbangan-pertimbangan yang dimaksud oleh Asep antara lain seperti bobot keterlibatan para orang yang ditahan, kondisi kesehatan, dan lain sebagainya.

"Pertama, adalah pertimbangan bagaimana bobot keterlibatan yang bersangkutan dalam perkara ini, termasuk kondisi kesehatannya juga," jelasnya.

"Karena ada yang diamankan di saat itu, menjadi sebuah temuan yang bersangkutan menjadi korban dari aksi tersebut," sambungnya.

Asal Mula Senjata yang Diduga Diselundupkan Soenarko Versi Kuasa Hukum

Mantan Kapolres Metro Bekasi Kabupaten itu juga menyebut penangguhan penahanan juga dilakukan melihat masing-masing peran ratusan orang yang ditahan tersebut.

Asep menyebut ada orang yang memang terlibat secara masif dalam unjuk rasa, namun ada pula yang sekadar tak mempedulikan perintah dari aparat keamanan yang bertugas.

"Ada yang memang terlibat secara masif melakukan aksi unjuk rasa, atau ada yang sekadar tidak mengindahkan perintah aparat keamanan," tuturnya.

Mantan Kasum TNI: Saya dan Soenarko Sudah Siap Enggak Bisa Masuk Surga karena Berjuang demi Negara

"Misal dikatakan harus bubar tidak mengindahkan, itu juga merupakan tindakan melanggar hukum. Diatur dalam pasal 218 KUHP," jelasnya.

Sebelumnya, Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra menyatakan, terdapat sembilan orang meninggal dunia dan sekitar 447 orang ditahan seusai kerusuhan 21-22 Mei 2019.

"Sampai hari ini kami mencatat ada sembilan korban meninggal dunia. Dan dari tindakan hukum tanggal 21 dan 22 Mei ini, ada 447 (orang) yang ditahan di Polda Metro Jaya, khususnya," kata Asep saat ditemui di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (12/6/2019).

Jokowi Lebaran di Jakarta, Lalu Mudik ke Solo Setelah Open House di Istana

Asep menjelaskan, hingga kini penyelidikan atas penyebab kematian sembilan orang akibat kerusuhan itu masih dilakukan.

Sebelumnya, polisi terus berupaya menyelidiki penyebab kematian sembilan orang dalam kerusuhan 21-22 Mei 2019.

Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra mengungkap hambatan pihaknya dalam mengetahui penyebab kematian, salah satunya adalah tidak diketahuinya lokasi tewas para korban.

Polisi Tangkap Empat Perusak Mobil Brimob Saat Kerusuhan Aksi 22 Mei, Ada Beberapa Senjata Dicuri

"Tidak secara keseluruhan kita mengetahui di mana TKP terjadinya hal yang menyebabkan meninggal dunia tersebut," ujar Asep di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (12/6/2019).

 Kuasa Hukum Ingin Kivlan Zen Diberi Kesempatan Jelaskan Langsung Tuduhan Rencana Pembunuhan Pejabat

"Karena semuanya, korban-korban ini diduga pelaku aksi rusuh ini, langsung diantarkan ke rumah sakit," sambungnya.

Mantan Kapolres Metro Bekasi Kabupaten itu mengatakan, para penyidik tengah mendalami semua hal terkait peristiwa tersebut. Mulai dari keterangan para saksi, hingga menelusuri lokasi dan kronologi kejadian.

Menurutnya pula, penyelidikan terhadap arah dan jarak tembak perlu dilakukan. Alasannya, kata dia, korban diduga meninggal karena peluru tajam yang menembus tubuh.

 Jusuf Kalla Sebut Prabowo Orang yang Realistis, Yakin Bakal Terima Apapun Putusan MK

Selain itu, Asep menyebut tim investigasi gabungan yang terdiri dari Polri, Kompolnas, Komnas HAM, dan Ombudsman, nantinya akan menyampaikan hasil pemeriksaan uji balistik peluru yang mengakibatkan korban tewas.

"Kami harus tahu bagaimana arah tembak, jarak tembak, dan sebagainya. Jadi olah TKP itu penting. Tapi kuncinya sekali lagi kita menemukan di mana TKP-nya, itu tugas kita," paparnya.

"Nanti pada kesempatan yang akan dijadwalkan akan disampaikan (hasil pemeriksaan uji balistik peluru)," cetus Asep.

 Kivlan Zen Janjikan IR Berlibur ke Mana pun Jika Bisa Bunuh Bos Charta Politika Yunarto Wijaya

Sementara, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menyatakan, pihak kepolisian harus mempertegas penyebab kematian sembilan orang dan pelaku kerusuhan 21-22 Mei 2019.

"Saat ini muncul disinformasi dari asumsi-asumsi masyarakat, karena tidak adanya informasi yang resmi," kata peneliti KontraS Rivanlee, di Kantor KontraS, Jalan Kramat II, Jakarta Pusat, Rabu (12/6/19).

Rivanlee juga mengkritik klaim dari kepolisian terkait tidak adanya polisi yang menggunakan peluru tajam.

 Polisi Ungkap Soenarko Palsukan Dokumen Senjata Api Sitaan dari GAM Agar Bisa Dikirim ke Jakarta

Polisi, menurut dia, seharusnya dapat memetakan mana saja aparat yang memegang peluru karet, ataupun peluru hampa, untuk mendeteksi penggunaan senjata untuk apa saja.

"Kalau kemarin polisi mengatakan bahwa tidak ada personel yang memegang peluru tajam, ya udah, tapi masalahnya ada yang meninggal nih," ucapnya.

"Kita enggak tahu penyebabnya peluru tajam, peluru karet, atau peluru hampa, tetapi ada yang meninggal," imbuhnya.

 Mengaku Tak Sehat Sejak Sebelum Lebaran, Ratna Sarumpaet Minta Dirawat di Rumah Sakit Mana Saja

"Polisi juga tidak menjelaskan secara detail pasukan mana yang ditempatkan di Petamburan, di Slipi, atau di titik-titik tertentu, untuk menghalau atau menangani aksi massa yang berkumpul," papar Rivanlee.

Padahal, polisi seharusnya juga mempublikasi pemetaan penggunaan senjata oleh aparat di lapangan, saat konflik berlangsung.

"Nah, itu seharusnya menjadi kewajiban kepolisian, tetapi itu tidak dibicarakan oleh polisi," kata Rivanlee.

 Jabatan Maruf Amin di Anak Perusahaan BUMN Dipermasalahkan Kubu 02, Ini Kata Yusril Ihza Mahendra

Rivanlee juga menyampaikan bahwa KontraS telah melihat surat kematian dari tiga keluarga korban tewas pada konflik tersebut.

Dalam keterangan tertulis bahwa penyebabnya adalah 'cedera lainnya'.

"Nah, ini tidak ditelusuri lebih lanjut apakah penyebabnya karena tertembak peluru tajam atau apa. Karena jika tidak ditelusuri, ini menjadi multitafsir bisa aja ini, karena lempar batu atau kayak gimana," beber Rivanlee.

 Kadisdik Tegaskan Tak Ada Sekolah Favorit di Jakarta, tapi Akui Pandangan Seperti Ini Masih Terjadi

Rivanlee juga meminta polisi membuka informasi lebih detail terkait kematian yang ada.

"Dalam proses setelah mereka meninggal itu, polisi juga tidak menjelaskan kabar mengenai autopsinya, lalu penyebab kematiannya, kemudian catatan dari rumah sakit," papar Rivanlee.

"Itu kenapa tidak ada sama sekali? Apakah mereka enggak ke rumah sakit yang menjadi tempat terakhir mereka meninggal itu?" Tanyanya.

 Ini Penyakit yang Diderita Ratna Sarumpaet, Tensinya Tembus 160

KontraS juga menyayangkan pihak kepolisian yang melakukan pembatasan akses terhadap saksi maupun tersangka kerusuhan 21-22 Mei 2019.

Wakil Koordinator Bidang Strategi dan Mobilisasi KontraS Ferri Kusuma mengatakan, berdasarkan pengaduan yang diterima pihaknya, orang-orang yang ditangkap kesulitan bertemu keluarganya.

“Selain itu, tidak mendapatkan bantuan hukum dari penasihat hukum/advokat. Hal ini bertentangan dengan Pasal 60 KUHAP, di mana setiap tersangka berhak menerima kunjungan dari keluarganya,” kata Ferri, di tempat yang sama.

 Ini Hal yang Dipersoalkan Mantan Komandan Grup Kopassus Hingga Laporkan Majalah Tempo ke Bareskrim

Dia mengungkapkan, pihaknya sempat membuat posko pengaduan terkait kerusuhan yang terjadi pada 21-22 Mei 2019 tersebut.

“Ada tujuh laporan ke kita terkait kerusuhan tersebut. Itu setelah digabung dengan laporan dari LBH Jakarta. Kami sempat membuka posko pengaduan selama empat hari,” jelas Ferri.

Tak hanya itu, kata dia, pihak KontraS juga sempat mendapat laporan soal orang hilang dalam kerusuhan tersebut. Namun, laporan tersebut dicabut keesokan harinya.

 Rekapitulasi Suara Manual Sudah Rampung tapi Situng Tak Juga Kelar, Ini Penjelasan KPU

“Laporan orang hilang itu dicabut keesokan harinya karena yang bersangkutan ditemukan,” ungkap Ferri.

KontraS pun menginginkan Presiden Jokowi membentuk Tim Pencari Fakta dalang kerusuhan 21-22 Mei 2019.

Sebab, KontraS menganggap polisi terlalu menitikberatkan penanganan kasus terhadap tersangka dugaan percobaan pembunuhan terhadap empat pejabat publik.

 Jabatan Maruf Amin Dipersoalkan, TKN Jokowi-Maruf Amin Ungkit Status Dua Kuasa Hukum Prabowo-Sandi

"Padahal, tewasnya sembilan orang warga dalam kerusuhan, dan ratusan orang yang ditangkap, sama pentingnya dengan penanganan kasus tersebut," ucap Ferri.

Menurut KontraS, pengungkapan kasus tindak pidana percobaan pembunuhan dalam kerusuhan 21-22 Mei, memang penting segera diselesaikan.

KontraS pun mengapresiasi komitmen pihak kepolisian untuk menyelesaikan kasus ini.

 Tiga Pimpinan KPK Pastikan Tak Maju Lagi untuk Periode 2019-2023, Dua Orang Belum Tentukan Sikap

Kendati demikian, dari sisi korban, perlu ada penyelidikan atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Supaya, jelas apakah aktor di balik kerusuhan ini melibatkan negara atau non-negara, serta untuk memastikan pemenuhan keadilan bagi warga yang menjadi korban.

Oleh sebab itu, menurut Feri, Tim Pencari Fakta perlu dibuat agar lembaga lain yang berwenang bisa ikut bergabung menyelesaikan kasus ini.

 Setelah Sofyan Jacob, IPW Desak Polri Tangkap Tujuh Jenderal Purnawirawan Polisi Ini

Misalnya, Komisi Nasional (Komnas) HAM untuk menyelidiki pelanggaran HAM, dan Ombudsman untuk menyelidiki kesalahan-kesalahan administratif.

Begitu pula dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komnas Perempuan, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), untuk mendampingi para korban kerusuhan ini.

"Saya berharap dengan adanya TPF, penanganan kasus ini akan menjadi titik penting bagi membangun negara kita, yang lebih mengedepankan keadilan dan hak asasi manusia," harap Feri.

 Wiranto Tegaskan Rencana Pembunuhan Pejabat Nasional Bukan Karangan Pemerintah

Selain itu, KontraS menyoroti delapan poin lain yang masih mengandung bias informasi terkait kerusuhan 22 Mei, sehingga harus dijelaskan pihak kepolisian.

Di antaranya, terkait anggota kepolisian yang terlibat kekerasan, dan penjelasan soal peluru yang menewaskan korban.

Lalu, ada atau tidaknya pembatasan akses jenguk dan bantuan hukum pada tersangka yang ditahan, memperjelas peran para purnawirawan di balik paslon, dan mau bekerja sama dengan lembaga lain terkait indikasi pelanggaran HAM. (Vincentius Jyestha)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved