Liputan Eksklusif Metromini dan Kopaja
Sopir Kenang Era Kejayaan Metromini dan Kopaja di Jakarta: Dulu Nyari Rp 250.000 Cuma Setengah Hari
Semua penumpang di sepanjang jalan sekarang diambil Transjakarta. Akibatnya penghasilan kami para sopir metromini menurun drastis, penghasilan ngepas.
Selasa (12/2) siang, Syafrizal (56), sopir metromini S69 jurusan Blok M-Ciledug, tampak bermandi keringat. Sebentar ia melirik ke luar kendaraan lewat jendela yang berada di samping tempat duduknya. Tak lama, ia menengok ke arah penumpang di belakangnya yang bisa dihitung menggunakan jari.
Ya, sengatan matahari siang itu kian membuat Gay Arman--sapaan akrabnya--makin kuyup oleh keringatnya sendiri. Sudah penumpang cuma segelintir, cuaca pun tak besahabat.
"Sekarang bawa pulang Rp 50.000 atau Rp 70.000 saja syukur. Dulu, nyari Rp 250.000 itu setengah hari bisa dapat. Penurunannya sangat besar sekali," ujar Syafrizal yang sedang mangkal di Terminal Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Sopir asal Sumatera Barat ini kemudian mengenang era kejayaan metromini di Ibu Kota, antara 1980-an sampai 1990-an. Saat itu, uang hasil narik metromini sungguh berlimpah.
Syahrizal, yang datang ke Jakarta pertengahan tahun 1984, menjadi sopir metromini setelah seorang kerabat mengajaknya. Menurutnya mobilitas masyarakat Jakarta kala itu sudah cukup tinggi.
Alhasil angkutan seperti metromini atau Koperasi Angkutan Jakarta (Kopaja) panen penumpang saban hari. Dari hasil menyopiri metromini, ia sanggup menghidupi enam orang anak. Kebutuhan dapur juga tak pernah kekurangan.

Namun "kenikmatan" itu berubah seiring perkembangan zaman. Kemunculan ojek berbasis aplikasi online pada 2013 membuat penumpang beralih ke transportasi yang lebih mudah diakses tersebut.
Posisi metromini kian terimpit lantaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta lewat PT Transportasi Jakarta (Transjakarta)--badan usaha milik DKI Jakarta di bidang transportasi--terus memperbarui dan menambah halte. Koridor juga diperbanyak. Sebagai contoh, trayek yang dilalui metromini S69 yang dikemudikan Syafrizal kini sudah dilalui Transjakarta koridor 13.
"Artinya kalau dulu kami yang menyapu semua penumpang di sepanjang jalan, sekarang diambil Transjakarta. Akibatnya penghasilan kami para sopir metromini menurun drastis, penghasilan sekarang pas-pasan," katanya.

Situasi itu membuat Syafrizal resah. Apalagi beberapa anaknya masih tinggal serumah dengannya. Di sisi lain, pendapatannya jadi tak seberapa seiring harga kebutuhan pokok yang cukup mahal dan tagihan listrik yang kian tinggi.
"Dua anak saya masih ikut sama saya. Anak yang lain saya juga masih suka bantu. Cucu saya ada sembilan. Bayangkan, jadi tulang punggung zaman sekarang itu berat," ucapnya.
Profesi yang berat
Rekan Syafrizal, Herman Nasution (38), menyebut profesi sebagai sopir metromini kian berat untuk dijalani. Pemilik metromini pun memilih untuk mengandangkan armadanya
"Metromini S69 yang beroperasi tinggal 26 saja. Dulu ada 65 yang beroperasi. Sejak tiga tahun lalu menurun drastis. Nggak ada sopir yang bawa karena sepi sewanya," kata Herman.
Belum lagi label di metromini rawan kejahatan diakui Herman kian membuat jumlah penumpang makin merosot.
"Kalau kami insiden nabrak orang, beritanya seminggu nggak kelar. Kami dituduh ugal-ugalan. Dikatakan armada sudah nggak layak dan omongan miring lain. Sedangkan kalau bus Transjakarta nabrak, nggak ada beritanya," tegas Herman.

Rusmanto, pemilik sekaligus sopir Kopaja T502 menyatakan sewa hanya ramai pada jam berangkat dan pulang kerja. Pantauan Warta Kota, Kopaja T502 cuma diparkir di terminal pada siang hari. Menjelang sore, mereka baru aktif lagi.
"Kami hanya bisa empat kali angkut penumpang, pergi dan pulang saat pagi dan sore. Pendapatan juga turun, jauh sekali perbedaannya. Dulu saya dapat bersih bisa Rp 600.000 sehari, itu sudah sama solar, makan, dan setoran ya. Kalau sekarang bisa dapat Rp 300.000 saja sudah Alhamdulillah," ucapnya.
Pengusaha bus yang memiliki tiga armada Kopaja itu membenarkan kalau sepinya penumpang terjadi sejak menjamurnya ojek online.
"Sepi bukan gara-gara banyak bus Transjakarta meski beberapa trayek ada yang sama dengan kami. Yang paling parah itu adanya angkutan online," kata Rusmanto.

Solusi
Sejak awal 2016, Pemprov DKI Jakarta gencar menghentikan izin operasi angkutan umum berusia lebih dari 10 tahun. Dasarnya adalah Pasal 51 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi.
Sejak aturan itu diberlakukan, pemerintah menyetop izin operasi metromini sebanyak 1.603 dari 3.101 unit. Kebijakan tersebut sempat ditentang Forum Komunikasi Pemilik Metromini.
Para pemilik metromini akhirnya diberi toleransi untuk meremajakan armada selama tiga tahun. Namun, hal itu dibarengi upaya memusnahkannya secara perlahan.
Polanya yakni setiap dua bus yang izin trayeknya ingin diperpanjang, pemilik metromini harus menyerahkan satu bus untuk dicabut izinnya. Aturan itu berubah pada 2017, perpanjangan izin trayek setiap bus harus diikuti pencabutan izin satu bus lainnya untuk dimusnahkan.
Direktur Utama PT Metromini, Nofrialdi mengatakan pihaknya sudah mendapat kontrak penunjukan dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk melakukan peremajaan terhadap 782 unit metromini.
"Itu dapatnya 31 Oktober 2018, nanti akan diremajakan secara bertahap tahun 2019-2020. Tapi realisasi berikutnya mana, kan harus berkontrak dengan PT Transjakarta. Jangan PHP (pemberi harapan palsu)," ucapnya.

Nofrialdi meminta adanya perpanjangan masa berlaku trayek metromini yang rata-rata selesai pada akhir tahun 2019. Pasalnya belum ditemukan solusi untuk mengatasi permasalahan yang ada.
Menurutnya hal itu sangat manusiawi karena masih ada banyak orang yang bergantung hidupnya dari metromini. Sehingga mereka masih bisa mendapat penghasilan untuk bertahap hidup.
Sementara itu pelaksana tugas Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko mengatakan hingga saat ini keberadaan metromini dan Kopaja di Jakarta lebih kurang 300 armada.
"Tapi masa operasi armada ini natural begitu habis masa kontraknya maka direvitalisasi dan terintegrasi dengan PT Transjakarta," kata Sigit.
Menurut Sigit, pihaknya sudah berkoordinasi dengan operator metromini dan Kopaja terkait kartu pengawasan yang berlaku selama setahun sehingga masa berlaku yang habis tersebut telah disepakati untuk dilakukan revitalisasi.
Saat ini, pihaknya masih melakukan pembahasan terkait harga rupiah per kilometer sesuai dengan katalog daerah pengadaan barang dan jasa DKI Jakarta.
Selain itu pihaknya bersama dengan PT Transjakarta, lanjut Sigit, sudah melakukan verifikasi terkait kesiapan dokumen dan penandatanganan kontrak bersama.
"Setelah itu mereka tinggal menyiapkan armada, nanti dioperasikan dengan PT Transjakarta itu konsepnya," katanya. (fha/abs/jos/jhs)