Ahok BTP Diberi Lukisan dan Lagu Karya Jenderal Hoegeng, Kisah Dibaliknya Mengharukan
Ahok BTP Diberi Lukisan dan Lagu Karya Jenderal Hoegeng, Kisah Dibalik Lukisan dan Lagu Itu Mengharukan
Sum bahkan dituding sebagai anggota Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani).
Ia dituntut tiga bulan penjara dan satu tahun masa percobaan.
Namun, majelis hakim menolak tuntutan itu karena tak terbukti membuat laporan palsu.
Akhirnya, Sum pun dibebaskan dari hukuman.
Namun, polisi justru menunjukkan sosok yang disebut orang yang telah memerkosa Sum.
Ia bernama Trimo, seorang penjual baso. Namun, Trimo justru mengelak semua tuduhan tersebut.
Kemudian, terkuak pula fakta lain dari hasil putusan sidang.
Rupanya, Sum mengalami hal memilukan di dalam tahanan.
Sambil dianiaya, Sum dipaksa mengakui pelakunya adalah Trimo.
Tidak hanya Sum yang dianiaya, Trimo pun mengalami hal yang sama saat diperiksa polisi.
Melihat peliknya kasus ini, Jenderal Hoegeng pun turun tangan.
Setelah Sum bebas, Jenderal Hoegeng memerintahkan Komjen Suroso mencari orang yang mengetahui fakta dibalik pemerkosaan Sum.
Ia bahkan membentuk tim khusus yakni Tim Pemeriksa Sum Kuning.

“Kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kita tindak,” ujar Jenderal Hoegeng, seperti dikutip Intisari.
Akibatnya, kasus ini semakin menjadi sorotan media massa.
Tersiar pula bahwa pelakunya adalah sejumlah sejumlah anak pejabat dan anak seorang Pahlawan Revolusi. Namun, mereka tetap membantah tuduhan tersebut.
Presiden Soeharto pun akhirnya ikut ambil langkah. Kasus ini dinilai mengguncangkan stabilitas nasional.
Akhirnya ia memerintahkan penghentian kasus ini dan diserahkan ke tim pemeriksa Pusat Kopkamtib.
Kemudian, pada sidang lanjutan kasus Sum, polisi pun mengumpulkan 10 tersangka.
Namun, mereka bukanlah anak penjabat yang Sum tuduhkan.
Mereka bahkan membela diri dan menyebut siap mati demi menolak tuduhan itu.
Lukisan, dan Acara Band Dihilangkan
Pada akhirnya, Jenderal Hoegeng pun tak bisa berkutik karena dipensiunkan dini.
Kariernya yang tiba-tiba merosot, membuat Jenderal Hoegeng mengembalikan semua barang yang dipakai saat menjadi Kapolri.
Kemudian, ia pun langsung menghampiri sang ibu.
Momen ini dituliskan dalam buku Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan seperti yang dikutip Intisari.
"Saya tak punya pekerjaan lagi, Bu," kata Jenderal Hoegeng bersimpuh di depan ibunya.
Namun, ibunya tetap menenangkan sang anak.
"Kalau kamu jujur dalam melangkah, kami masih bisa makan hanya dengan nasi dan garam," kata sang ibu.
Akhirnya, Jenderal Hoegeng pun tak bisa lagi unjuk gigi memberantas kejahatan.
Ia bahkan harus hidup sengsara selama bertahun-tahun.
Melansir dari Kompas.com, putra Heogeng, Aditya Soetanto sempat blak-blakan bahwa ayahnya hanya menerima uang pensiun Rp 10 ribu setiap bulan.
Hoegeng pun harus banting setir untuk menafkahi keluarganya.
Ia menjelma menjadi seorang pelukis dan menjual lukisannya.
Namun, hasil penjualan dari lukisan tak seberapa.
Ia bersama keluarganya harus mengalami masa yang sangat sulit.
Ia harus banting tulang karena tak memiliki aset mahal dan berharga.
Tapi ketika itu Hoegeng memiliki hobi bermusik, dan memiliki band bernama The Hawaiian Seniors.
Band itu menampilkan musik bergenre Hawaii. Penampilan band itu cukup digemari khalayak, dan membuat The Hawaiian Seniors memiliki jadwal tampil di TVRI.
"Beliau sempat punya acara di TVRI yang bertahan selama satu dekade. Beliau juga pelopor atas berkembangnya musik Hawaii di Indonesia," ucap Glenn Fredly di sebuah acara.
Acara band the Hawaiian Seniors berlangsung selama 10 tahun di TVRI, bahkan berjaya.
Acara itu pun melambungkan band yang diprakarsai oleh Hoegeng dan Soejoso Karsono.
Namun TVRI kemudian menghentikan acara band the Hawaiian Seniors.
Soejoso yang kerap disapa Yos itu mengaku, banyak lagu dari band-nya yang menyindir hampir semua pejabat pemerintah kala itu.
Akhirnya, mereka pun menerima dengan alasan bahwa musik yang dibawakan The Hawaiian Seniors bukan asli Indonesia.
Setelah bertahan 10 tahun, Hoegeng akhirnya ia mendapatkan penyesuaian uang pensiun menjadi Rp 1 juta, pada 2001.
Tiga tahun kemudian, ia meninggal karena sakit.