Ahok BTP Diberi Lukisan dan Lagu Karya Jenderal Hoegeng, Kisah Dibaliknya Mengharukan

Ahok BTP Diberi Lukisan dan Lagu Karya Jenderal Hoegeng, Kisah Dibalik Lukisan dan Lagu Itu Mengharukan

instagram @basukibtp
Ahok BTP di rumah Meri Hoegeng. 

AHOK BTP mengunjungi kediaman Meri Hoegeng, istri almarhum Hoegeng Iman Santoso, mantan Kapolri era Presiden Soeharto. Hoegeng menjabat Kapolri antara tahun 1968 - 1971. 

Ahok mengunjungi Meri Hoegeng bersama sang ibunda pada Minggu (27/1/2019), atau 3 hari usai Ahok BTP keluar dari penjara. 

Dalam kunjungan itu Ahok BTP mendapat kejutan dari keluarga Hoegeng

Pihak keluarga memberikan sebuah lukisan karya Hoegeng kepada Ahok BTP. 

"Saya baru tahu kalau Pak Hoegeng mempunyai jiwa seni yang tinggi, keluarga memberikan lukisan yang merupakan lukisan karya Pak Hoegeng. Selain itu saya diberikan CD lagu-lagu karya Pak Hoegeng. Bisa untuk saya gunakan latihan bernyanyi," ditulis dalam akun instagram @basukibtp.

Dibalik lukisan itu ternyata ada kisah perjuangan yang patut diketahui. Tapi sebelumnya mari kita mengenal Hoegeng dan kejujurannya terlebih dulu. 

Ya, Hoegeng merupakan salah satu polisi negeri ini yang kisah kejujurannya melegenda. 

Dalam sebuah buku pernah dikisahkan bagaimana Hoegeng melarang istrinya menutup toko bunganya.

Ia takut orang-orang yang punya kepentingan dengannya akan memesan bunga dari toko bunga milik istrinya. 

Semasa menjabat berbagai jabatan di kepolisian, Hoegeng juga selalu mengajarkan kesederhanaan bagi

Hoegeng juga pernah menolak pemberian barang-barang dari seorang bandar judi ketika ia berdinas di salah satu kota di Indonesia. 

Bahkan ketika ia pensiun sebagai polisi, Hoegeng mengembalikan seluruh barang milik negara. 

Akibatnya Hoegeng jadi tak punya apa-apa, termasuk rumah. 

Surat Ahok untuk Merry Hoegeng, istri mantan Kapolri Hoegeng Imam Santoso, yang sedang sakit.
Surat Ahok untuk Merry Hoegeng, istri mantan Kapolri Hoegeng Imam Santoso, yang sedang sakit. (istimewa/Kompas.com)

Ya, sifat kejujuran Hoegeng memang melegenda. Sudah terkenal di seluruh Indonesia. 

Bukan hanya sang istri yang terimbas sifat jujur Hoegeng. Ketiga anak Hoegeng pun terdampak kejujuran ayahnya. 

Ada cerita menarik soal putra Jenderal Hoegeng, Aditya S Hoegeng.

Walau anak jenderal bintang empat yang menjabat kepala polisi, Aditya tak pernah bertingkah membawa-bawa nama Hoegeng.

Hoegeng memang tak pernah mengistimewakan anak-anaknya. Jangankan mobil, motor saja mereka tak punya. Begitu kontras dengan anak-anak pejabat yang lain.

"Kami juga ingin punya kendaraan bermotor atau mobil. Namun pikiran seperti itu bisa kami atasi dengan cara hidup kami yang sederhana," kata Aditya dalam sambutannya untuk buku Hoegeng, Oase menyejukkan di tengah perilaku koruptif para pemimpin bangsa terbitan Bentang (hal 263).

Bahkan semasa kuliah, Aditya bekerja di sebuah bengkel dan toko suku cadang milik Henky Irawan, pembalap terkemuka saat itu. Aditya tak malu, yang penting halal.

Buku Hoegeng Iman Santoso
Buku Hoegeng Iman Santoso (Wartakotalive.com/Ferdinand Waskita)

Uang itu ia gunakan untuk menambah biaya kuliahnya.

"Bapak tak melarang saya bekerja di mana pun. Beliau hanya berpesan, dimana pun dan apa pun posisimu, bekerjalah dengan benar," beber Aditya menirukan Hoegeng.

Bahkan Hoegeng pun melarang Aditya masuk polisi, atau memberikan katebelece agar anaknya bisa diterima di Akademi Angkatan Udara.

Bagi Hoegeng itu haram. Aditya sempat marah pada ayahnya. Tapi dia kemudian paham maksud bapaknya yang mengajari soal integritas.

"Kami bertiga bangga jadi anak Hoegeng Imam Santosa," kata Aditya.

Tapi di antara berbagai kisah heroik Hoegeng dan kejujurannya, ada satu kisah yang tak terlupakan. 

Kisah ini dialami Hoegeng ketika ia duduk di puncak karirnya sebagai Kapolri antara tahun 1968 - 1971. 

Jabatan Kapolri Jenderal Hoegeng tiba-tiba dicopot Presiden Soeharto pada 2 Oktober 1971.

Hoegeng
Hoegeng (Intisari)

Dilansir Tribunjabar.id dari Kompas.com, sebelumnya dicopot Jenderal Hoegeng sempat ditawari menjadi duta besar Swedia dan Belgia. Namun, tawaran itu ia tolak mentah-mentah.

Jenderal Hoegeng bersikukuh ingin mengabdikan dirinya di tanah air. Namun, fakta berkata lain.

Usianya yang masih 49 tahun harus digantikan senior yang berusia empat tahun lebih tua, Jenderal Moh Hasan.

Akhirnya, Jenderal Hoegeng terpaksa pensiun dini pada usia yang masih produktif.

Mencuat pertanyaan banyak pihak mengapa Jenderal Hoegeng pensiun dini.

Ternyata, sebelum dipensiunkan dini oleh Presiden Soeharto, Jenderal Hoegeng rupanya tengah mengusut tuntas kasus pemerkosaan.

Kasus pemerkosaan ini dikenal sebagai kasus Sum Kuning.

Jenderal Pol Hoegeng
Jenderal Pol Hoegeng (Surya)

Kasus pemerkosaan ini menimpa seorang gadis berusia 18 tahun, Sumarijem.

Melansir dari Intisari, Sumarijem adalah seorang penjual telur.

Pada 21 September 1970, Sum diseret oleh sejumlah pria tak dikenal.

Ia dimasukan ke dalam mobil, kemudian dibius.

Ia lalu diperkosa di kawasan Klaten secara bergilir oleh sejumlah pria tak dikenal itu.

Puas melampiaskan hasratnya, sejumlah pria tak dikenal tersebut lengsung menelantarkan Sum di pinggir jalan.

Sum tak mau tinggal diam, ia lantas melaporkan kejadian itu pada pihak kepolisian.

Dengan dalih mencari keadilan.

Namun, Sum justru balik diserang pihak berkuasa.

Ia malah dijadikan tersangka atas tuduhan laporan palsu.

Sum bahkan dituding sebagai anggota Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani).

Ia dituntut tiga bulan penjara dan satu tahun masa percobaan.

Namun, majelis hakim menolak tuntutan itu karena tak terbukti membuat laporan palsu.

Akhirnya, Sum pun dibebaskan dari hukuman.

Namun, polisi justru menunjukkan sosok yang disebut orang yang telah memerkosa Sum.

Ia bernama Trimo, seorang penjual baso. Namun, Trimo justru mengelak semua tuduhan tersebut.

Kemudian, terkuak pula fakta lain dari hasil putusan sidang.

Rupanya, Sum mengalami hal memilukan di dalam tahanan.

Sambil dianiaya, Sum dipaksa mengakui pelakunya adalah Trimo.

Tidak hanya Sum yang dianiaya, Trimo pun mengalami hal yang sama saat diperiksa polisi.

Melihat peliknya kasus ini, Jenderal Hoegeng pun turun tangan.

Setelah Sum bebas, Jenderal Hoegeng memerintahkan Komjen Suroso mencari orang yang mengetahui fakta dibalik pemerkosaan Sum.

Ia bahkan membentuk tim khusus yakni Tim Pemeriksa Sum Kuning.

Mantan Kapolri Hoegeng Imam Santoso
Mantan Kapolri Hoegeng Imam Santoso (www.kolombiografi.com)

“Kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kita tindak,” ujar Jenderal Hoegeng, seperti dikutip Intisari.

Akibatnya, kasus ini semakin menjadi sorotan media massa.

Tersiar pula bahwa pelakunya adalah sejumlah sejumlah anak pejabat dan anak seorang Pahlawan Revolusi. Namun, mereka tetap membantah tuduhan tersebut.

Presiden Soeharto pun akhirnya ikut ambil langkah. Kasus ini dinilai mengguncangkan stabilitas nasional.

Akhirnya ia memerintahkan penghentian kasus ini dan diserahkan ke tim pemeriksa Pusat Kopkamtib.

Kemudian, pada sidang lanjutan kasus Sum, polisi pun mengumpulkan 10 tersangka.

Namun, mereka bukanlah anak penjabat yang Sum tuduhkan.

Mereka bahkan membela diri dan menyebut siap mati demi menolak tuduhan itu.

Lukisan, dan Acara Band Dihilangkan

Pada akhirnya, Jenderal Hoegeng pun tak bisa berkutik karena dipensiunkan dini.

Kariernya yang tiba-tiba merosot, membuat Jenderal Hoegeng mengembalikan semua barang yang dipakai saat menjadi Kapolri.

Kemudian, ia pun langsung menghampiri sang ibu.

Momen ini dituliskan dalam buku Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan seperti yang dikutip Intisari.

"Saya tak punya pekerjaan lagi, Bu," kata Jenderal Hoegeng bersimpuh di depan ibunya.

Namun, ibunya tetap menenangkan sang anak.

"Kalau kamu jujur dalam melangkah, kami masih bisa makan hanya dengan nasi dan garam," kata sang ibu.

Akhirnya, Jenderal Hoegeng pun tak bisa lagi unjuk gigi memberantas kejahatan.

Ia bahkan harus hidup sengsara selama bertahun-tahun.

Melansir dari Kompas.com, putra Heogeng, Aditya Soetanto sempat blak-blakan bahwa ayahnya hanya menerima uang pensiun Rp 10 ribu setiap bulan.

Hoegeng pun harus banting setir untuk menafkahi keluarganya.

Ia menjelma menjadi seorang pelukis dan menjual lukisannya.

Namun, hasil penjualan dari lukisan tak seberapa.

Ia bersama keluarganya harus mengalami masa yang sangat sulit.

Ia harus banting tulang karena tak memiliki aset mahal dan berharga.

Tapi ketika itu Hoegeng memiliki hobi bermusik, dan memiliki band bernama The Hawaiian Seniors. 

Band itu menampilkan musik bergenre Hawaii. Penampilan band itu cukup digemari khalayak, dan membuat The Hawaiian Seniors memiliki jadwal tampil di TVRI. 

"Beliau sempat punya acara di TVRI yang bertahan selama satu dekade. Beliau juga pelopor atas berkembangnya musik Hawaii di Indonesia," ucap Glenn Fredly di sebuah acara. 

Acara band the Hawaiian Seniors berlangsung selama 10 tahun di TVRI, bahkan berjaya. 

Acara itu pun melambungkan band yang diprakarsai oleh Hoegeng dan Soejoso Karsono. 

Namun TVRI kemudian menghentikan acara band the Hawaiian Seniors.

Soejoso yang kerap disapa Yos itu mengaku, banyak lagu dari band-nya yang menyindir hampir semua pejabat pemerintah kala itu.

Akhirnya, mereka pun menerima dengan alasan bahwa musik yang dibawakan The Hawaiian Seniors bukan asli Indonesia.

Setelah bertahan 10 tahun, Hoegeng akhirnya ia mendapatkan penyesuaian uang pensiun menjadi Rp 1 juta, pada 2001.

Tiga tahun kemudian, ia meninggal karena sakit.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved