Pasien Kanker Payudara Gugat BPJS Kesehatan ke Pengadilan Setelah Musyawarah Buntu
Pihak BPJS Kesehatan masih tetap menolak untuk menjamin Trastuzumab untuk penderita kanker payudara HER2 Positif sejak 1 April 2018.
"Jadi sesuai rekomendasi dari dewan pertimbangan klinis Trastuzumab telah dinyatakan tidak efektif lagi untuk pasien kanker. Oleh karena itu BPJS Kesehatan tidak lagi menjamin sejak 1 April 2018, kecuali untuk mereka yang sebelum itu, sebelum 1 April 2018 sudah diresepkan dan masih dalam periode siklus pengobatan."
"Siklusnya kan 8 kali itu masih diteruskan sedangkan yang baru tidak dijamin lagi," tutur Nopi Hidayat kepada Warta Kota di kantor pusat BPJS Kesehatan, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Jumat (20/7/2018).
Menurutnya, keputusan efektif atau tidaknya Trastuzumab adalah kewenangan dari Dewan Pertimbangan Klinis dan Dewan Pertimbangan Medis.
Dalam hal ini BPJS Kesehatan hanya bertindak sebagai pihak penjamin.
"Jadi bukan kami (BPJS Kesehatan) yang memutuskan bahwa ini Trastuzumab efektif atau tidak efektif. Dalam Formularium Nasional itu banyak pilihan obat tergantung dokter penanggungjawab pasien bukan diserahkan kepada peserta BPJS Kesehatan tentunya," ucapnya.
Rusdianto Matulatuwa menegaskan tujuannya melayangkan somasi kepada BPJS Kesehatan adalah untuk mengusahakan jalan tengah terlebih dahulu sebelum dibawa ke jalur hukum melalui gugatan ke pengadilan.
Menurutnya, akan lebih baik jika suatu masalah diselesaikan dengan musyawarah mufakat. Namun, jika BPJS Kesehatan tetap mengabaikan keinginan kliennya, Rusdianto Matulatuwa bersama timnya terpaksa menempuh jalur hukum.
"Pada kasus ini yang menjadi titik konflik adalah nyawa seseorang jadi kami tidak bisa berlama-lama. Nyawa itu tidak bisa dibeli walaupun punya banyak uang dan tidak bisa diganti. Nyawa ini bukan untuk coba-coba dalam bentuk terapi dan pengobatan. Apapun keterangan dari BPJS Kesehatan sampai saat ini saya anggap mereka masih mengajak saya untuk lawyering," kata Rusdianto Matulatuwa kepada Warta Kota, Sabtu (21/7/2018).
Dikatakannya, apapun alasannya BPJS Kesehatan tidak boleh mangkir di tengah jalan dari melaksanakan kewajibannya.
Entah itu efektif atau tidaknya Trastuzumab, mahal atau tidaknya maupun sedikit atau banyaknya obat tersebut.
Sebab, sejak Juniarti menjadi anggota BPJS Kesehatan pada tahun 2016 lalu, di antara keduanya secara otomatis terdapat hak dan kewajiban.
Sebagai anggota, Juniarti telah menunaikan kewajibannya dengan cara membayar iuran.
Sehingga, dari kewajiban yang dibayarkan itu Juniarti berhak mendapatkan haknya berupa jaminan pengobatan yang menjadi kewajiban BPJS Kesehatan
"Apa gunanya kita masuk jadi anggota BPJS Kesehatan kalau pengobatan tidak ditanggung. Akan lebih cantik bagi BPJS Kesehatan menghentikan jaminan Trastuzumab jika dilakukan terhadap orang yang baru mendaftar sebagai anggota, bukan anggota lama. Jadi ketika sebelum memutuskan bergabung kan orang punya pilihan," tutur Rusdianto Matulatuwa.
Ia juga menyesalkan tindakan BPJS Kesehatan yang tidak mengumumkan penarikan jaminan terhadap Trastuzumab.