Kampung Kumuh di Tangerang Ini Sudah Menjadi Kampung Bekelir
Namun potret muram itu sudah jauh berbeda saat ini. Kampung kumuh yang menjijikan ini dipersolek menjadi penuh warna-warni.
Hal senada disampaikan Ikbal (27) satu dari pemuda setempat. Selain kondisi infratruktur, lambat laun pola pikir warga sekitar pun turut berubah.
"Sekarang alhamdulillah sudah tidak ada beranteman atau tawuran - tawuran lagi. Judi sama narkoba juga sudah menjauh," kata Ikbal.
Kini masyarakat bergotong royong untuk melestarikan kampungnya yang menjadi objek wisata tersohor.
Terlebih dalam menghidupkan roda perekonomian serta kesejahteraan warga.
"Sejak jadi tempat wisata, dagangan juga jadi laris. Lumayan penghasilannya sekarang, jadi ramai yang beli," ungkap Suganda, pedagang jajanan batagor di Kampung Bekelir.
Ide Original
Adanya Kampung Bekelir merupakan ide original dari masyarakat setempat. Ditopang juga oleh para seniman serta budayawan lainnya.

Hal tersebut diungkapkan langsung inisiator Kampung Bekelir yakni Ibnu Jandi. Ia menjelaskan pembangunan objek wisata ini sekaligus bertujuan untuk mengubah pola hidup masyarakat yang kumuh.
"Nama Bekelir itu dari kata dasar kelir, yang artinya menggambar. Menggambar dengan beraneka warna. Saya menawarkan konsep, dan warga bersama seniman lainnya ikut menggambar bersama," imbuh Jandi.
"Pemkot Tangerang memvonis kampung ini sebagai wilayah kumuh sedang. Maka dari itu kami bersama - sama membantu untuk mengubahnya. Tidak hanya infratruktur saja, tetapi juga gaya hidup masyarakatnya yang mesti berubah. Tujuannya untuk kebaikan kita bersama," tambahnya.
Ada sekitar 300 rumah yang dilukis. Para pelukis atau seniman street art tersebut berasal dari sejumlah daerah.
Mulai Bandung, Jogja, Semarang, bahkan Filiphina. Mereka pun dengan suka cita membuat mural di dinding - dinding rumah warga.
Bukan sembarang gambar yang dibuatnya. Berbagai gambar tematik dilukis dengan memiliki nilai budaya serta ikonik Tangerang.

Seperti Lenggang Cisadane, Gambang Kromong, Cokek, Laksa, Masjid Al Adzhom, Bandara Soekarno Hatta, dan masih banyak lagi yang lainnya. Identitas budaya dan kearifan lokal tertuang dalam media lukisan tiga dimensi serta grafiti.
"Ini kami bangun bersama - sama tanpa menggunakan APBD. Sponsornya dari pabrik cat yaitu Pasific Paint," papar Jandi.