Tidak Perlu Khawatir, Praktek Mata Elang Legal

Willy Watu, advokat Peradi dari Law Firm Wilvridus Watu, SH and Associates meyakinkan kepada masyarakat tidak perlu khawatir dengan mata elang

Warta Kota/Dwi Rizki
Willy Watu, advokat Peradi dari Law Firm Wilvridus Watu, SH and Associates. 

WARTA KOTA, PALMERAH -- Beragam pendapat terkait keberadaan Debt Collector atau dikenal mata elang telah menjadi topik pembahasan masyarakat sejak lama.

Pro dan kontra bergulir, khususnya terkait aktivitas mereka yang seringkali dikonotasikan dengan adanya perampasan kendaraan, perlawanan hingga pencurian.

Terkait hal tersebut, Willy Watu, advokat Peradi dari Law Firm Wilvridus Watu, SH and Associates meyakinkan kepada masyarakat tidak perlu khawatir dengan mata elang.

Terlebih kabar miring adanya tindak kekerasan selama proses penarikan kendaraan milik debitur yang terbukti mengalami gagal bayar atau kredit macet.

Sebab, sesuai dengan Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia, pihak kepolisian bersama dengan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) telah menyepakati tujuh poin keputusan, salah satunya adalah keberadaan Tenaga Jasa Penagihan atau Debt Collektor saat ini.

Keberadaan mata elang yang merupakan pihak ketiga di antara leasing dengan debitur dijelaskannya bertugas membantu pihak leasing dalam mengatasi permasalahan yang timbul, khususnya kredit macet.

Sebab dalam beragam kejadian, Debitur seringkali mangkir ketika diminta pihak leasing atau pemilik modal untuk menyelesaikan pembayaran kredit kendaraan yang tertunda.

Tidak hanya itu, debitur katanya seringkali melakukan aksi pidana, mulai dari melarikan diri dengan berpindah domisili, pemalsuan identitas kendaraan serta merubah bentuk fisik kendaraan seperti mengecat ulang dan lainnya.

"Teman-teman Tenaga Jasa Penagih ini bekerja sesuai dengan kadarnya, prosedur dan ketentuan yang berlaku. tapi banyak kejadian justru pihak debitur justru pasang badan dan terkesan tidak mau menyelesaikan permasalahan sesuai dengan perjanjian. Mereka lebih memilih untuk pindah alamat atau memalsukan data fisik kendaraan, sehingga sulit diproteksi pihak kreditur," ungkapnya.

Lewat perlindungan Undang-undang tersebut, lanjutnya, profesi para Tenaga Jasa Penagih legal dan telah sesuai aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

"Karena itu pihak Kepolisian harus melindungi mereka dari upaya-upaya kriminalisasi yang akhir-akhir ini banyak dilakukan oleh para Debitur nakal yang tidak mau membayar hutang mereka.

"Walau secara tidak langsung, profesi mereka membantu pertumbuhan leasing yang berujung dengan investasi dalam penjualan otomotif di Indonesia. Karena memang, perjanjian sebaik apapun jika dalam perjalanannya belum cukup waktu, sementara salah satu pihak melakukan wanprestasi atau ingkar janji, maka pasti menjadi masalah," tutupnya menambahkan.

Seperti diketahui sebelumnya, Selebaran tentang debt collector atau lebih dikenal dengan istilah mata elang beredar di lini media sosial sejak beberapa hari belakangan.

Dalam Selebaran tersebut, aktivitas para mata elang disebut telah melanggar Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.010/2012 tentang pendaftaran Fidusia bagi perusahaan pembiayaan atau leasing yang dikeluarkan tanggal 7 Oktober 2012.

Sehingga pihak leasing tidak dapat serta merta menarik kendaraan yang gagal bayar karena adanya perjanjian fidusia.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved