Isu Kebangkitan Komunis
Tragis, Jenderal Ini Minta Ditembak Mati dengan Mata Terbuka, Tapi yang Terjadi Justru
Semula Supardjo meminta agar eksekusi dilakukan dengan mata terbuka. Tapi setelah dibicarakan dengan keluarga, niat itu urung dilaksanakan.
Karena kegundahannya, suatu kali Sugiarto pernah bertanya kepada Ibrahim, yang dipanggilnya Papi, “Pap, apa ayah saya bersalah?”
Yang ditanya menggeleng.
“Tidak, dia seorang professional army. Dia hanya melaksanakan tugas,” kata Ibrahim tegas.
Sebuah jawaban yang benar-benar melegakan Sugiarto.
Bangga Kepada Orangtua
Sebagai anak seorang perwira militer, Sugiarto juga merasakan kebanggaan terhadap sikap dan perilaku ayahnya.
Di tengah waktu yang terbatas karena sering bertugas menangani pemberontakan di daerah, ayahnya selalu menyempatkan diri memberi perhatian pada keluarga.
Sikapnya tegas dan berwibawa. Setiap ada masalah di antara anak-anaknya, ayahnya akan mengadili setiap anak untuk ditanya alasannya.
Bila ternyata bersalah, hukumannya adalah menulis. Menulis tentang apa saja. Bahkan kalau hasilnya bagus, malah diberi hadiah.
Setelah ayahnya menyerahkan diri dan diadili, pertemuan-pertemuan keluarga terakhir dilakukan di penjara.
Meski cuma bertemu satu jam, prosesnya tidak gampang. Izinnya bisa berbulan-bulan dan harus bergiliran dengan seluruh anggota keluarga.
Di saat-saat terakhir itulah Sugiarto menyaksikan ketegaran ayahnya sebagai seorang militer yang berjiwa pemimpin.
Bahkan hingga Mahkamah Militer Luar Biasa menjatuhinya hukuman mati, ayahnya tampak tetap tenang.
Sugiarto ingat, 15 Mei 1970, sehari sebelum pelaksanaan eksekusi, seluruh keluarga berkumpul terakhir kali dalam suasana hangat.