7 Bulan Dihuni, Tak Ada Air di Rusun Milik Dinsih
Dari dua blok yang ada di sana, hanya Blok A saja yang telah ditempati para PNS dari Dinas Kebersihan.
Penulis: Feryanto Hadi |
WARTA KOTA, CENGKARENG - Rumah Susun (Rusun) milik Dinas Kebersihan di Bambu Larangan, Cengkareng Barat, Cengkareng, Jakarta Barat belum banyak dihuni. Dari dua blok yang ada di sana, hanya Blok A saja yang telah ditempati para Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari Dinas Kebersihan.
Itu pun belum semuanya terisi. Dari 100 unit yang sudah diserahterimakan pada Juli 2013 lalu, hanya sekitar 30-40 unit yang sudah ditempati. Sementara, Blok B yang terdiri dari 100 unit, masih terlihat berdiri tanpa penghuni. Bahkan, kondisi bangunan terpantau sudah tidak bagus.
Kerusakan terjadi di mana-mana. Maklum, bangunan rusun itu sudah mangkrak tidak digunakan sejak dibangun lebih dari lima tahun lalu. Sabtu (15/2) siang anak-anak terlihat bermain di basement rusun tersebut.
Sementara beberapa orang tampak membersihkan taman di dekat basement. Suasana di sana tidak terlalu ramai. Di basement itu, hanya tampak puluhan sepeda motor yang parkir. Keadaan di lantai satu rusun lebih ramai. Yeni (24), bersama ketiga anaknya saat itu sedang duduk-duduk di luar unit rusun.
Dia pun bercerita soal kondisi rusun yang ditempatinya kini. Menurutnya, air masih menjadi masalah utama di sana. "Sudah tujuh bulan kami di sini. Tapi airnya susah. Tiap hari harus beli air," kata dia sambil mempersilakan masuk ke dalam unit rusunnya.
Kondisi rusun tipe 36 itu cukup nyaman. Ada dua kamar berukuran sekitar 2,5 X 2,5 meter. Hanya saja, menurut suami Yeni yang bernama Usman (35) di bagian dapur sampai saat ini masih sering ada rembesan air dari kamar mandi di atasnya atau di lantai dua rusun.
"Mungkin karena sebelumnya rusun ini sudah lama tidak dipakai, jadi sekalinya dipakai pada mrembes airnya," katanya.
Usman juga mengeluhkan soal sulitnya mendapatkan air bersih. Dalam sebulan, ia harus mengeluarkan air minimal Rp500 ribu. "Harga air satu pikul atau dua dirijen Rp5 ribu untuk lantai satu. Sehari saya bisa beli enam pikul untuk kebutuhan. Belum lagi kalau ada keluarga datang, habisnya bisa lebih," katanya.
Belum lagi, tagihan listrik yang menggunakan voucher elektrik per bulan bisa Rp200 ribu. "Jadi soal pengeluaran, sama saja saat saya masih mengontrak. Dulu saya mengontrak di Srengseng, per bulan Rp800 ribu," kata Usman yang menempati posisi Staf PPSM (Pengembangan dan Peran Serta Masyarakat) Suku Dinas Jakarta Barat.
Tetapi memang diakui Usman ada beberapa kebanggaan ia tinggal di sana. "Banyak teman yang kerjaannya sama, sekantor juga ada. Jadi kalau motor saya mogok, ada barengannya ke kantor," tuturnya.
Usman mengakui, sampai saat ini masih banyak teman-temannya yang belum menempati rusun di sana meskipun mereka sudah memegang kunci rusun
"Mereka ya sekarang masih pada ngontrak. Rata-rata masih pada males pindah ke sini karena airnya susah. Mereka sering nanya ke saya, gimana airnya apa sudah lancar? Tapi memang sampai sekarang masih sulit masalah air," terang Usman.
Sementara itu, beberapa penghuni rusun kemarin sibuk memasang pompa dan toren air di lantai 5 rusun. Pemasangan pompa itu dilakukan secara swadaya, antara 5-7 orang dengan biaya patungan antara Rp1-2 juta.
Kaslan (74), penghuni rusun Blok A lantai 5 mengatakan, beberapa penghuni rusun terpaksa patungan karena kebutuhan air di sana sulit terpenuhi. "Kalau saya baru beberapa hari pindah ke sini. Jadi belum nemu teman yang diajak patungan bikin sumur," katanya.
Kaslan sendiri mengaku baru menempati rusun beberapa hari lalu karena SK serah terima rusun baru ia terima pada 16 Januari 2014. Saat ditemui Kaslan dibantu dengan beberapa PNS lain sedang mengecat unit rusunnya.