Sidang Ahok

Jelaskan Arti Aulia, Rizieq Shihab: Kalau Jadi Teman Setia Saja Enggak Boleh, Apalagi Jadi Pemimpin

Rizieq menjelaskan, dalam Islam ada beberapa kategori tentang orang yang menafsirkan Alquran.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Pimpinan FPI Rizieq Shihab menghadiri sidang lanjutan dugaan penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (28/2/2017). Agenda sidang lanjutan ini adalah mendengarkan dua saksi ahli, yaitu Rizieq Shihab sebagai ahli agama dan Abdul Chair Ramadhan sebagai ahli hukum pidana. 

WARTA KOTA, PASAR MINGGU - Muhammad Rizieq Shihab yang dihadirkan jaksa penuntut umum menjadi saksi ahli Agama Islam, mengakui kata 'aulia' dalam Bahasa Arab, memiliki beberapa pengertian alias multitafsir.

Beberapa arti kata 'aulia' kata Rizieq, adalah teman setia, pelindung, dan pemimpin.

Hal itu dinyatakan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) tersebut, saat dihadirkan sebagai ahli dalam persidangan dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), di Gedung Kementerian Pertanian, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (28/2/2017).

"Aulia bisa diartikan sebagai teman setia, orang kepercayaan, pelindung, penolong, dan pemimpin. Sehingga dalam kitab-kitab tafsir, kita temui (banyak arti aulia). Itu biasa dalam ketentuan ilmu tafsir," ucap Rizieq.

Rizieq menjelaskan, dalam Islam ada beberapa kategori tentang orang yang menafsirkan Alquran.

Untuk para penafsir yang hidup pada 1-300 Hijriah, disebut tafsir salaf.

Menurutnya, terjemahan Alquran oleh para tafsir salaf lebih kuat dan lebih dipercaya.

Kata dia, para tafsir salaf sepakat bahwa surat Al Maidah ayat 51 memerintahkan untuk tidak memilih pemimpin non muslim.

"Tapi semua ahli tafsir salaf, apakah itu diartikan teman setia, semua sepakat bahwa ayat tersebut sah haramnya non muslim menjadi pemimpin umat Islam," jelas Rizieq.

Lebih lanjut, Ketua Dewan Pembina GNPF MUI ini memaparkan, orang non muslim tak boleh dijadikan sebagai teman setia, penolong, apalagi jadi pemimpin. Hal tersebut bisa dijelaskan melalui ilmu fiqh mafhum muwafaqah.

"Kenapa mereka tidak berbeda? Kalau jadi teman setia saja enggak boleh, apalagi jadi pemimpin. Dalam ilmu fiqh namanya mafhum muwafaqah. Itu sebabnya, para ahli tafsir salaf yang hidup pada tahun 1-300 H, sepakat sah," papar Rizieq. (*)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved