Anggota DPR Sarankan Bupati Pati Diberi Kesempatan Memperbaiki, Bukan Langsung Dimakzulkan

Komisi II DPR RI memandang peristiwa unjuk rasa besar di Kabupaten Pati tidak harus berujung pada pemakzulan Bupati Sudewo.

Editor: Joanita Ary
Tribun Jateng
DEMO PATI - Aksi unjuk rasa yang digelar masyarakat Pati di depan Kantor Bupati Pati, Jawa Tengah pada Rabu (13/8/2025) berujung petaka. Dua orang anak dan seorang wartawan bernama Lilik Yuliantoro dari media Tuturpedia.com dikabarkan tewas. 

WARTAKOTALIVECOM, JAKARTA -- Komisi II DPR RI memandang peristiwa unjuk rasa besar di Kabupaten Pati tidak harus berujung pada pemakzulan Bupati Sudewo.

Ketua Komisi II, Rifqinizamy Karsayuda, menyatakan Sudewo yang baru menjabat kurang dari satu tahun sebaiknya diberi ruang dan waktu untuk memperbaiki kebijakan yang memicu keresahan publik.

“Waktu 1 tahun kurang terhadap jabatan Mas Sudewo sebagai Bupati Pati mestinya masih diberi kesempatan untuk beliau memperbaiki hal-hal yang dianggap kurang baik,” kata Rifqinizamy.

Pandangan Rifqinizamy berbeda dengan langkah DPRD Kabupaten Pati yang telah menyepakati pembentukan panitia khusus (pansus) untuk mengusut dan menjalankan hak angket terhadap Bupati.

DPRD mengambil langkah itu setelah unjuk rasa yang memprotes kebijakan kenaikan PBB-P2 dan sejumlah kebijakan daerah lainnya berubah menjadi aksi massal.

Pembentukan pansus dan rencana rapat paripurna menjadi sinyal bahwa lembaga legislatif di daerah memilih jalur pengawasan yang tegas atas kebijakan eksekutif.

Seperti dilansir dari kantor berita Antara, Rifqinizamy mengingatkan bahwa mekanisme pengawasan politik semestinya berjalan sebagai penguatan fungsi check and balances antara eksekutif dan legislatif, bukan langsung menempatkan opsi pemakzulan sebagai satu-satunya jalan.

Menurutnya DPRD dapat melakukan koreksi kebijakan lewat dialog, evaluasi, dan langkah pengawasan yang terukur agar perbaikan kebijakan dapat segera dilakukan tanpa menimbulkan gejolak politik berkepanjangan.

Secara konstitusional, pemakzulan kepala daerah memiliki prosedur dan implikasi politik yang besar.

Sejumlah pengamat mengingatkan ada beberapa skenario konstitusional untuk menghentikan jabatan kepala daerah, termasuk melalui mekanisme DPRD, rekomendasi Mendagri, atau proses hukum bila ditemukan pelanggaran serius.

Langkah pansus yang ditempuh DPRD Pati menjadi salah satu jalan yang kini tengah diproses, seiring tuntutan pertanggungjawaban publik pasca-demo.

Kisruh Pati bermula dari kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang sempat diambil oleh pemda, lalu dibatalkan setelah gelombang protes.

Meski pembatalan dilakukan, gesekan politik dan tuntutan pertanggungjawaban tetap mengemuka, sebagian massa menilai pembatalan tidak cukup untuk memperbaiki kepercayaan publik.

Di tengah dinamika itu, peran DPR RI, pemerintah provinsi, dan DPRD setempat menjadi penentu arah penyelesaian politik dan administratif ke depan.

Ke depan, perhatian publik tertuju pada pelaksanaan rapat pansus yang dijadwalkan terbuka untuk umum serta langkah-langkah DPRD dan pemda dalam merumuskan kebijakan baru yang transparan dan berpihak pada kemampuan ekonomi masyarakat.

Rifqinizamy menaruh harapan agar proses koreksi dan pengawasan dapat berjalan konstruktif sehingga tidak menambah polarisasi politik di Pati.

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved