Kematian Dosen Untag

AKBP Basuki Terjerat Skandal Asmara, Alumni Untag Desak Pecat Segera

AKBP Basuki ditahan 20 hari Bidpropam Polda Jateng karena pelanggaran kode etik terkait hubungan asmara dengan korban mantan dosen Untag.

|
Tribunjateng.com/Iwan Arifianto
KENANG DOSEN - Ratusan mahasiswa Untag Semarang menggeruduk Markas Polda Jawa Tengah buntut kasus kematian dosen muda berinisial DLL (35). Mahasiswa menuntut polisi mengungkap kasus ini secara transparan, Kota Semarang, Rabu (19/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • AKBP Basuki, Kasubdit Dalmas Polda Jateng, ditahan 20 hari oleh Bidpropam karena pelanggaran kode etik terkait hubungan asmara dengan mantan dosen Untag Semarang, DLL (35). 
  • Alumni Untag mendesak pemecatan Basuki demi marwah Polri. Basuki menjadi saksi kunci dalam penyelidikan kematian korban. 
  • Polda Jateng juga menelusuri dugaan pidana, mengumpulkan bukti dari HP, laptop, dan saksi hotel. Sidang kode etik akan digelar sebelum potensi sanksi PTDH.

 

WARTAKOTALIVE.COM, SEMARANG — Ketua Umum Komunitas Muda Mudi Alumni Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang, Jansen Henry Kurniawan, mendesak Polda Jateng memecat AKBP Basuki karena diduga melakukan tindakan amoral dan melanggar kode etik kepolisian.

Jansen menilai tindakan Kasubdit Dalmas Direktorat Samapta Polda Jateng itu sebagai pelanggaran berat yang merusak marwah institusi Polri.

"AKBP Basuki perlu dipecat dari anggota kepolisian demi menegakkan marwah institusi Polri sebagai penegak hukum. Ini sekaligus menunjukkan kepada masyarakat bahwa Polri serius menegakkan disiplin etik terhadap anggotanya," kata Jansen, Kamis (20/11/2025) malam.

Meski menyoroti kejanggalan dalam kasus kematian mantan dosennya, Jansen menyerahkan sepenuhnya proses penyelidikan kepada kepolisian.

"Kami berharap kepolisian menuntaskan kasus ini secara transparan, objektif, dan sesuai prosedur hukum," ujarnya.

Baca juga: Asmara AKBP Basuki dan Dosen Untag Terbongkar Serumah 5 Tahun Tanpa Nikah

Hubungan Asmara

AKBP Basuki mengakui memiliki hubungan asmara dengan dosen Untag Semarang berinisial DLL (35).

Pengakuan itu disampaikan di hadapan penyidik Bidpropam Polda Jateng.

"Iya, mereka ada hubungan itu dan mereka tinggal satu rumah," kata Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, Kamis (20/11/2025).

Atas pelanggaran ini, Basuki dijatuhi sanksi penahanan selama 20 hari mulai 19 November hingga 8 Desember 2025.

Pelanggaran berat yang dilakukannya adalah menjalin hubungan dengan wanita lain padahal sudah berkeluarga, dan tinggal serumah tanpa ikatan perkawinan sah.

"Perbuatan AKBP Basuki merupakan pelanggaran kode etik berat karena menyangkut kesusilaan dan perilaku di masyarakat," imbuh Kombes Artanto.

Hubungan asmara itu disebut sudah berjalan sejak 2020.

Saat peristiwa kematian korban, Basuki berada satu kamar dengan korban, sehingga menjadi saksi kunci dalam penyelidikan pidana dan kode etik.

DITAHAN - Bidpropam menahan AKBP Basuki di ruang tahanan khusus di rumah tahanan Polda Jateng, Kota Semarang, Rabu (19/11/2025) petang. Proses penahanan dilakukan selepas AKBP Basuki terbukti melanggar kode etik berupa tinggal seatap bersama perempuan tanpa ikatan perkawinan yang sah. (Polda Jateng)
DITAHAN - Bidpropam menahan AKBP Basuki di ruang tahanan khusus di rumah tahanan Polda Jateng, Kota Semarang, Rabu (19/11/2025) petang. Proses penahanan dilakukan selepas AKBP Basuki terbukti melanggar kode etik berupa tinggal seatap bersama perempuan tanpa ikatan perkawinan yang sah. (Polda Jateng) (dok Polda Jateng)

Sidang Kode Etik dan Penyidikan Pidana

AKBP Basuki akan menjalani Sidang Kode Etik Profesi Polri sebelum masa penahanannya berakhir.

"Karena ini pelanggaran etik, sanksi terberat adalah PTDH (Pemberhentian Dengan Tidak Hormat/dipecat)," jelas Kombes Artanto.

Selain proses kode etik, Polda Jateng masih menyelidiki dugaan tindak pidana terkait kasus ini.

Polisi mengumpulkan bukti dari handphone, laptop korban, dan meminta keterangan saksi termasuk petugas hotel.

Hasil autopsi juga akan menjadi bahan gelar perkara untuk menentukan ada tidaknya unsur pidana.

Punya Harta Rp94 Juta, Bisa Biayai Kuliah S3 Levi

Di sisi lain, AKBP Basuki hanya memiliki harta sebesar Rp94 juta dengan mengacu dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya untuk periodik 2024.

Bahkan, dirinya hanya memiliki satu kendaraan berupa sepeda motor senilai Rp14 juta serta aset berupa kas dan setara kas sebesar Rp80 juta.

AKBP Basuki tercatat tidak memiliki tanah dan bangunan serta aset lainnya seperti harga bergerak atau surat berharga.

Dengan harta yang dimilikinya itu, dirasa tidak mungkin AKBP Basuki mampu untuk membiayai kuliah S3 Levi.

Adapun Levi merupakan lulusan program doktoral di Fakultas Ilmu Hukum (FH) Universitas Diponegoro (Undip).

Sementara, biaya S3 di Fakultas Ilmu Hukum Undip mencapai Rp10 juta ke atas per semesternya. Itu pun hanya untuk biaya Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).

Mengutip dari laman Undip, ada dua tipe kelas untuk program doktoral di FH Undip yakni by course dan by research.

Untuk kelas by course, SPP yang harus dibayarkan tiap semesternya sebesar Rp12,5 juta. Lalu biaya Iuran Pengembangan Institusi (IPI) sebesar Rp15 juta yang dibayarkan hanya sekali di awal masa perkuliahan.

Selain itu, adapula biaya matrikulasi sebesar Rp4,5 juta dan dibayarkan satu kali di awal masa perkuliahan.

Sedangkan untuk kelas by research, biaya yang harus dibayarkan yakni SPP Rp17,5 juta, IPI Rp20 juta, dan matrikulasi Rp4,5 juta.

Jika Levi mengambil kelas by course, maka total biaya yang harus ditanggung AKBP Basuki hingga studi perempuan asal Banyumas, Jawa Tengah, itu rampung diperkirakan mencapai Rp119,5 juta.

Sementara, ketika Levi mengambil kelas by research, maka biaya yang dibayarkan AKBP Basuki semakin mahal yakni diasumsikan mencapai Rp164,5 juta.

Adapun hitungan di atas berdasarkan lama masa studi doktoral Levi yang mencapai empat tahun yakni dari 2015-2019.

Sedangkan, biaya studi di atas mengacu pada biaya pada tahun ajaran 2024/2025. Sehingga, bisa diasumsikan pula bahwa biaya yang ditanggung oleh AKBP Basuki bisa lebih besar atau lebih kecil.

Hasil Autopsi Diungkap Keluarga: Jantung Robek

Di sisi lain, hasil autopsi telah diungkap oleh keluarga di mana di tubuh Levi tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan.

Namun, korban disebut sempat melakukan aktivitas berat sehingga mengakibatkan jantungnya pecah dan berujung tewas.

Kerabat korban, Tiwi, berharap polisi bisa mengusut tuntas aktivitas semacam apa yang dilakukan Levi sehingga bisa membuatnya meninggal dunia.

"Hasilnya infonya tidak ada tindakan kekerasan tapi ada indikasi kegiatan yang berlebihan dan jantungnya sobek. Kami tidak tidak tahu aktivitas berlebihan seperti apa sampai kondisi tubuh korban telanjang dan jantung sobek, ini yang perlu polisi usut tuntas," ujarnya, Rabu.

Tiwi menyebut, polisi perlu melakukan penyelidikan soal keberadaan polisi berpangkat AKBP yang berada di lokasi kejadian bersama korban.

Ia juga mendapatkan informasi, polisi tersebut yang mengantarkan korban ke rumah sakit sebelum meninggal dunia.

"Korban ketika periksa di rumah sakit itu tensi darah tinggi, gula darah tinggi, dilarang aktivitas berlebihan. Namun, kenapa Nanda (korban) bisa melakukan aktivitas berlebihan, adanya polisi di lokasi kejadian sebelum korban meninggal perlu diselidiki," katanya.

Tiwi mencurigai AKBP Basuki dalam kasus ini lantaran dia bisa dengan mudahnya memasukkan identitas korban ke dalam kartu keluarga (KK).

Padahal secara administrasi resmi, korban seharusnya masih satu KK dengan keluarganya di Purwokerto.

"Nanda (korban) masih tercatat sebagai warga di Purwokerto. Tapi kog bisa masuk ke KK polisi itu berarti ini ada permainan. Karena itu (identitas dobel) itu tidak boleh," terangnya. (*)

Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved