Kematian Dosen Untag

Pengakuan AKBP Basuki Soal Detik Terakhir Bersama Dosen Untag Sebelum Tewas

AKBP Basuki ungkap aktivitas sebelum Dwinanda Levi ditemukan tewas di hotel Semarang. Bantah hubungan asmara, sebut hanya bantu karena simpati.

|
Kolase foto dok Polres Blora dan istimewa
JELANG KEMATIAN - AKBP Basuki menceritakan jelang kematian dosen Untag Semarang, yakni Levi sebelum ditemukan meninggal di kamar Koster di kawasan Gajahmungkur Semarang 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA — Pengakuan AKBP Basuki soal aktivitasnya bersama dosen Untag Semarang, Dwinanda Linchia Levi, sebelum ditemukan tewas tanpa busana di kamar hotel kawasan Gajahmungkur, Semarang, akhirnya terungkap.

Basuki membantah memiliki hubungan asmara dengan korban dan menyebut hanya membantu Levi karena rasa simpati.

Apa yang dilakukan AKBP Basuki sebelum dosen Untag Semarang, Dwinanda Linchia Levi (35), ditemukan tewas tanpa busana di sebuah hotel kawasan Gajahmungkur, Semarang, akhirnya terungkap. 

Pengakuan itu muncul di tengah sorotan publik terhadap hubungan keduanya, yang sebelumnya disampaikan mahasiswa dan keluarga korban.

Kematian dosen Untag, menimbulkan banyak pertanyaan setelah ia ditemukan dalam kondisi terlentang tanpa busana di kamar 210 hotel pada Senin, 17 November 2025.

Baca juga: AKBP Basuki, Polisi Dalmas Polda Jateng Dampingi Dosen Untag Sebelum Tewas

Saat jasad ditemukan, AKBP Basuki berada di dalam kamar bersama korban.

Kondisi tubuh Levi disebut memperlihatkan darah keluar dari hidung, mulut, dan area intim.

Dugaan hubungan dekat 

Dari pihak kampus, mahasiswa Levi mengaku dosen mereka sempat menyinggung sosok polisi berpangkat AKBP.

Ketua Umum Komunitas Muda Mudi Alumni Untag Semarang, Jansen Henry Kurniawan, mengatakan Levi pernah bercerita bahwa dirinya mengenal seorang polisi yang menjabat sebagai Kasubdit Pengendalian Massa.

Jansen menduga keduanya memiliki kedekatan khusus.

Ia menilai kematian Levi janggal karena kehadiran anggota polisi tersebut di kamar hotel, terlebih bukan bagian dari aparat yang menangani pidana.

Ia meminta penyelidikan dilakukan secara terbuka dan tidak ada upaya melindungi institusi.

Di tengah berbagai dugaan, AKBP Basuki justru menyampaikan versi berbeda.

Ia membantah memiliki hubungan asmara dengan Levi dan mengaku hanya mengenalnya karena rasa simpati setelah orang tua Levi meninggal.

Ia bahkan mengklaim membantu biaya wisuda doktor Levi.

Baca juga: Kematian Dosen Untag Semarang, Keluarga Curiga Gelagat AKBP B

Muntah sebelum ke rumah sakit

Basuki menyebut kondisi kesehatan Levi menurun sejak sehari sebelum kematian.

Menurutnya, Levi muntah-muntah pada Minggu sore dan sempat ia antar ke rumah sakit untuk pemeriksaan. 

"Terakhir saya lihat dia masih pakai kaus biru-kuning dan celana training," ujarnya.

Ia mengaku terkejut saat mendapati Levi sudah tergeletak tanpa busana keesokan paginya, mengklaim hal itu bisa terjadi akibat reaksi tubuh sebelum meninggal.

Dari penyelidikan awal, polisi menduga Levi meninggal akibat sakit. 

Kapolsek Gajahmungkur AKP Nasoir, Levi diduga tewas akibat sakit.

Dugaan tersebut muncul lantaran korban sempat berobat ke Rumah Sakit (RS) Telogorejo Semarang selama dua hari berturut-turut sebelum tewas.

Nasoir menyebut, berdasarkan rekam medis milik DLL, tensi darah korban mencapai 190 milimeter air raksa dan gula darah 600 miligram per desiliter (mg/dl).

"Jadi diduga korban meninggal dunia karena sakit. Tim Inafis Polrestabes Semarang juga tidak menemukan tanda-tanda kekerasan di tubuh korban," ujarnya, Selasa (18/11/2025), dikutip dari Tribun Jateng.

Meski polisi menduga kematian Levi karena sakit, sejumlah fakta di lokasi kejadian dinilai tidak sesuai dengan dugaan tersebut.

Menurut Tiwi, tubuh Levi  menunjukkan kondisi tidak wajar, yakni ada darah keluar dari hidung dan mulut, serta bercak darah di bagian intim.

Selain itu, wajah korban juga disebut terlihat berbeda drastis dalam foto yang diterima keluarga.

“Korban dari dulu kelihatan sehat… Tidak ada tanda-tanda sakit tertentu,” kata Tiwi. 

Punya Harta Rp94 Juta, Bisa Biayai Kuliah S3 Levi

Di sisi lain, AKBP Basuki hanya memiliki harta sebesar Rp94 juta dengan mengacu dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya untuk periodik 2024.

Bahkan, dirinya hanya memiliki satu kendaraan berupa sepeda motor senilai Rp14 juta serta aset berupa kas dan setara kas sebesar Rp80 juta.

AKBP Basuki tercatat tidak memiliki tanah dan bangunan serta aset lainnya seperti harga bergerak atau surat berharga.

Dengan harta yang dimilikinya itu, dirasa tidak mungkin AKBP Basuki mampu untuk membiayai kuliah S3 Levi.

Adapun Levi merupakan lulusan program doktoral di Fakultas Ilmu Hukum (FH) Universitas Diponegoro (Undip).

Sementara, biaya S3 di Fakultas Ilmu Hukum Undip mencapai Rp10 juta ke atas per semesternya. Itu pun hanya untuk biaya Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).

Mengutip dari laman Undip, ada dua tipe kelas untuk program doktoral di FH Undip yakni by course dan by research.

Untuk kelas by course, SPP yang harus dibayarkan tiap semesternya sebesar Rp12,5 juta. Lalu biaya Iuran Pengembangan Institusi (IPI) sebesar Rp15 juta yang dibayarkan hanya sekali di awal masa perkuliahan.

Selain itu, adapula biaya matrikulasi sebesar Rp4,5 juta dan dibayarkan satu kali di awal masa perkuliahan.

Sedangkan untuk kelas by research, biaya yang harus dibayarkan yakni SPP Rp17,5 juta, IPI Rp20 juta, dan matrikulasi Rp4,5 juta.

Jika Levi mengambil kelas by course, maka total biaya yang harus ditanggung AKBP Basuki hingga studi perempuan asal Banyumas, Jawa Tengah, itu rampung diperkirakan mencapai Rp119,5 juta.

Sementara, ketika Levi mengambil kelas by research, maka biaya yang dibayarkan AKBP Basuki semakin mahal yakni diasumsikan mencapai Rp164,5 juta.

Adapun hitungan di atas berdasarkan lama masa studi doktoral Levi yang mencapai empat tahun yakni dari 2015-2019.

Sedangkan, biaya studi di atas mengacu pada biaya pada tahun ajaran 2024/2025. Sehingga, bisa diasumsikan pula bahwa biaya yang ditanggung oleh AKBP Basuki bisa lebih besar atau lebih kecil.

Hasil Autopsi Diungkap Keluarga: Jantung Robek

Di sisi lain, hasil autopsi telah diungkap oleh keluarga di mana di tubuh Levi tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan.

Namun, korban disebut sempat melakukan aktivitas berat sehingga mengakibatkan jantungnya pecah dan berujung tewas.

Kerabat korban, Tiwi, berharap polisi bisa mengusut tuntas aktivitas semacam apa yang dilakukan Levi sehingga bisa membuatnya meninggal dunia.

"Hasilnya infonya tidak ada tindakan kekerasan tapi ada indikasi kegiatan yang berlebihan dan jantungnya sobek. Kami tidak tidak tahu aktivitas berlebihan seperti apa sampai kondisi tubuh korban telanjang dan jantung sobek, ini yang perlu polisi usut tuntas," ujarnya, Rabu.

Tiwi menyebut, polisi perlu melakukan penyelidikan soal keberadaan polisi berpangkat AKBP yang berada di lokasi kejadian bersama korban.

Ia juga mendapatkan informasi, polisi tersebut yang mengantarkan korban ke rumah sakit sebelum meninggal dunia.

"Korban ketika periksa di rumah sakit itu tensi darah tinggi, gula darah tinggi, dilarang aktivitas berlebihan. Namun, kenapa Nanda (korban) bisa melakukan aktivitas berlebihan, adanya polisi di lokasi kejadian sebelum korban meninggal perlu diselidiki," katanya.

Tiwi mencurigai AKBP Basuki dalam kasus ini lantaran dia bisa dengan mudahnya memasukkan identitas korban ke dalam kartu keluarga (KK).

Padahal secara administrasi resmi, korban seharusnya masih satu KK dengan keluarganya di Purwokerto.

"Nanda (korban) masih tercatat sebagai warga di Purwokerto. Tapi kog bisa masuk ke KK polisi itu berarti ini ada permainan. Karena itu (identitas dobel) itu tidak boleh," terangnya.

 

Sumber: Tribunjateng

 

 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved