Berita Internasional
Siapakah Sosok Zohran Mamdani, Wali Kota New York Baru Pembela Palestina?
Mamdani adalah seorang muslim keturunan Asia Selatan pertama yang terpilih sebagai Wali Kota New York dalam 100 tahun terakhir.
Ringkasan Berita:
- Zohran Kwame Mamdani mencetak sejarah, menjadi Wali Kota Muslim pertama dan termuda New York dalam 100 tahun terakhir, sekaligus keturunan Asia Selatan pertama yang memimpin kota yang dikenal sebagai 'Impian Amerika'.
- Berasal dari keluarga akademisi dan sineas ternama, Mamdani tumbuh di tiga benua, yakni Uganda, Afrika Selatan, dan Amerika.
- Mamdani yang juga rapper dengan nama 'Young Cardamom' ini secara terbuka membela Palestna, mengubah citra pemimpin kota New York, muda, idealis, dan berani.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Zohran Kwame Mamdani (34) resmi terpilih sebagai Wali Kota New York, Amerika Serikat.
Suara Mamdani dalam pemilihan Wali Kota New York mendominasi hingga Selasa (4/11/2025) malam waktu New York atau Rabu (5/11/2025) Waktu Indonesia Barat (WIB).
Mamdani meraih 50,3 persen dari 89 persen suara yang sudah dihitung.
Sementara Cuomo dan Sliwa masing-masing meraih 41,6 persen dan 7,2 persen.
Sosok Mamdani dielukan tak hanya warga Amerika Serikat, sosoknya juga dihormati oleh tokoh Asis, termasuk Indonesia.
Satu di antarannya Kandidat peraih Doctor of Philosophy (PhD) di Pennsylvania University Amerika Serikat, Akhmad Sahal.
Aktivis sekaligus Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Amerika itu menyambut baik kemenangan Mamdani.
Lewat akun twitter atau x pribadinya @sahal_AS pada Rabu (5/11/2025), Akhmad Sahal membeberkan latar belakang Mamdani yang 'berbeda'.
Mamdani disebutkan adalah seorang muslim keturunan Asia Selatan pertama yang terpilih sebagai Wali Kota New York dalam 100 tahun terakhir.
Mamdani berasal dari keluarga imigran asal India.
Ibunya, Mira Nair adalah sutradara peraih penghargaan di berbagai festival film.
Lulus SMA, ia ditawari beasiswa ke Cambridge University di Inggris atau Harvard University di AS.
Mira memilih ke Harvard untuk belajar film dokumenter.
Baca juga: Muslim yang Jadi Calon Wali Kota New York Unggul di Survei
Ayahnya, Mahmood Mamdani, dosen di Columbia University, New York dan sejumlah universitas di Uganda.
Mamdani senior juga jadi dosen tamu di Princeton University, salah satu universitas bergengsi di AS, serta sejumlah negara lain.
Pada 1963, Mamdani senior dapat beasiswa untuk belajar di AS.
Mahmood dan Mira sama-sama diaspora India.
Bahkan, mereka lahir di India walau berbeda kota dan negara bagian.
Selain itu, Mahmood muslim dan Mira dari keluarga Hindu.
Istri Mamdani, Rama Duwaji, merupakan diaspora Suriah yang lahir di Texas, AS.
Duwaji menjadi ilustrator, animator, juga membuat keramik.
Waktu Zohran mulai sekolah, ia dimasukkan ke St George's Grammar School yang merupakan sekolah swasta tertua sekaligus salah satu yang terbaik di Afrika Selatan.
Lahir di Uganda, Mamdani menghabiskan dua tahun di Afrika Selatan. Sebab, ayahnya pindah mengajar di sana.
Dari Cape Town, keluarga Mamdani pindah ke kawasan Morningside Heights yang persis bersebelahan dengan Central Park di Manhattan.
Lokasi itu menunjukkan, keluarga Mamdani bukan bagian dari 'orang biasa' di Manhattan, apalagi New York.
Sekolahnya di kawasan itu juga. Salah satu sekolah swasta terbaik di Manhattan.
Di New York, Manhattan adalah distrik paling elite.
Karena Mamdani senior ada pekerjaan, mereka kembali setahun ke Kampala, Uganda.
Mereka tinggal dengan ayah Mamdani senior, diaspora India yang lahir di Tanzania. Di Kampala, keluarga Mamdani tergolong menengah atas.
"Pusat kapitalisme dipimpin sosialis! Mayor termuda, Muslim imigran, Mantan rapper, Ibu sutradara film, ayah prof di Columbia," tulis Akhmad Sahal pada Rabu (5/11/2025).
"Dimusuhi Trump, Keras mengutuk genosida Israel di Gaza, Ancam tangkap Netanyahu kalau ke NY (New York). Tp didukung mayoritas komunitas Yahudi New York," bebernya.
Profil Mamdani
Dikutip dari Kompas, kemenangan Mamdani tercatat sehari selepas ada jajak pendapat soal "Impian Amerika".
Jajak pendapat ABC News, Politico, dan Public First itu menemukan redupnya asa pada "Impian Amerika".
Konsep Impian Amerika pertama kali dipopulerkan oleh James Truslow Adams pada 1931 dalam bukunya, The Epic of America.
Gagasan ini mencakup kebebasan individu untuk menentukan jalan hidup, mendapat kesuksesan material seperti punya rumah, pekerjaan stabil, dan kehidupan keluarga yang ideal.
Selain itu, ada mobilitas sosial di mana kerja keras dianggap sebagai kunci untuk mengubah nasib.
Pada Mamdani, gambaran itu tergenapi.
Memang, ia tidak sepenuhnya orang biasa.
Masa SMP-SMA dihabiskan Zohran Mamdani di seputaran New York.
Sebagai pelajar, kegiatannya antara lain berolahraga dan ikut politik sekolah.
Seperti kebanyakan orang Asia Selatan, ia bermain kriket.
Alih-alih american futbol yang mengandalkan saling tabrak di antara pemain itu, ia bermain sepak bola yang banyak dikenal di Asia.
"Beberapa teman terdekat saya, disatukan oleh sepak bola," kata dia.
Membentuk klub kriket di sekolah adalah jejak awal politik Mamdani.
Butuh keterampilan berorganisasi dan berunding agar klub itu bisa berdiri.
"Itu salah satu momen yang mengajari saya kekuatan berorganisasi," kata dia.
Tidak mudah, karena kriket bukan 'olah raga resmi' di AS.
"Dia berkampanye. Saya melihat Zohran ke sana-sini di sekolah bersama sekelompok anak dan berkata "kita akan menjadi tim kriket." Jadi, meski tim belum ada, saya melihat itu sepertinya sudah jadi," kata Avneet Singh, salah satu mantan teman klub kriket bentukan Mamdani, kepada The New York Times.
Klub itu didirikan di Bronx High School of Science.
Sekolah itu salah satu sekolah elite di Manhattan dan masuknya susah.
Lulusannya antara lain jadi senator, ada juga yang jadi konglomerat.
"Dia selalu penasaran dan ingin mencoba hal di luar lingkungannya," kata salah satu temannya di SMA, Daniel Kisslinger.
Jejak Politik Mamdani
Jejak awal lain Mamdani di politik adalah ikut simulasi pemilu di SMP dan terpilih jadi "anggota dewan".
Waktu itu, ia mengusung kampanye kesetaraan hak dan antiperang.
Daripada untuk belanja senjata, lebih baik uangnya untuk pendidikan. Di SMA, ia kalah dalam pemilihan wakil ketua OSIS.
Lulus SMA, ia merantau ke Negara Bagian Maine dan masuk Bowdoin College.
Di sana, ia mendirikan cabang Student Justice for Palestine. Sejak muda, Mamdani sudah jadi pembela Palestina.
Rekan-rekan ayahnya yang sering ke rumah mereka di sebelah Central Park bisa jadi berpengaruh.
Sebagian rekan itu adalah para pembela hak Palestina.
Lulus dari kuliah, ia menjadi semi sukarelawan untuk program mencegah penyitaan rumah.
Fokusnya pada membantu imigran berpenghasilan rendah di kawasan Queens.
Kawasan itu salah satu pusat imigran di Kota New York.
Banyak orang Indonesia dan diaspora dari berbagai negara lain berada di sana.
Pengalaman itu memicunya ikut pemilu. Agar bisa lancar di politik, ia pun menjadi warga negara AS. Sampai 2018, ia memang bukan warga AS.
Awalnya jadi sukarelawan bagi tim kampanye Ali Najmi, calon anggota Dewan Kota New York dalam pemilihan 2015.
Lalu, ia bergabung dengan Democratic Socialist of America (DSA) cabang Kota New York.
Pada 2017, meski muslim, ia mendukung seorang Katolik Palestina, Khader El-Yateem, menjadi calon anggota Dewan Kota New York.
El-Yateem lahir di Tepi Barat lalu merantau ke New York.
Di pemilihan 2017, El-Yateem kalah.
Selepas kekalahan El-Yateem, Mamdani menjadi sukarelawan untuk sejumlah politisi lain.
Lalu, pada Oktober 2019, Mamdani mengumumkan mau jadi anggota Dewan Kota New York.
Ia mewakili sebagian daerah di Queens.
Ia menang pemilihan pada November 2020, bersamaan dengan kemenangan Joe Biden atas Donald Trump di pemilihan Presiden AS.
Sebagai anggota dewan, ia antara lain sukses mendorong program percontohan bus gratis.
Di masa kampanye pemilihan Wali Kota New York, ia mau program itu diperluas.
Masa Kampanye
Selama kampanye, salah satu serangan ke Mamdani adalah ia makan dengan tangan.
Seperti kebanyakan orang Asia, Mamdani makan nasi dengan tangan. Ia tidak makan dengan garpu, sendok, atau pisau.
Ia bangga dengan itu.
Mengenakan jas dan dasi, ia makan dengan tangan.
Baginya, itu bagian dari penerimaan identitas.
Ia tidak menyangkal identitasnya sebagai muslim, diaspora India kelahiran Uganda, lalu jadi warga AS.
Ia membela Palestina bukan karena dari keluarga muslim.
Sedari muda, ia telah melihat perdebatan soal hak Palestina di rumah orangtuanya.
Istrinya, Rama Duwaji, juga banyak membuat karya soal Palestina dan korban perang di Sudan.
Gara-gara itu, ada keraguan pada komitmen Mamdani melindungi orang Yahudi.
"Sebagai wali kota, saya akan membela Yahudi New York dan akan menemui mereka di manapun di lima kawasan," ujarnya.
Selain Queens dan Brooklyn serta Manhattan, ada Staten Island dan Bronk yang menjadi kawasan Kota New York.
Manhattan paling elite, diikuti Brooklyn.
Sisa tiga lain relatif setara.
Sejak jadi anggota Dewan Kota, ia dan istrinya tinggal di kawasan Astoria, Queens.
Mereka mengontrak rumah susun di sana dengan biaya 2.300 dollar AS per bulan.
Rumah susun itu memang untuk kelompok menengah bawah di New York.
Di antara berpolitik, Mamdani juga bermain musik.
Menggunakan nama panggung "Young Cardamom", ia meluncurkan lagu dalam bahasa Uganda.
Ia beberapa kali "konser" di New York.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.
| Trump Mulai Menekan Indonesia, Minta Presiden Prabowo Normalisasi Hubungan Diplomatik dengan Israel |
|
|---|
| Sindiran Pedas RM BTS Soal Industri Musik Global Saat Tampil di KTT APEC |
|
|---|
| New York Kebanjiran Usai Diterjang Badai dan Hujan Deras 10 Menit |
|
|---|
| Detik-detik Pesawat Donald Trump Alami Turbulensi Saat Pulang dari Korea Selatan |
|
|---|
| Momen Mesra Presiden China dan Donald Trump, Bisik-bisik Menuju Mobil |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/WALI-KOTA-NEW-YORK-Zohran-Kwame-Mamdani-34-resmi-terpilih-sebagai-Wali-Kota-New-York.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.