Polemik Kereta Cepat

Budi Arie Sebut Whoosh Sudah Membawa Perubahan Sangat Luar Biasa bagi Bangsa

Diketahui, Penyelidikan dugaan korupsi kereta cepat (Whoosh) era Joko Widodo (Jokowi) sudah dimulai.

|
Penulis: Alfian Firmansyah | Editor: Feryanto Hadi
Warta Kota/Yulianto
KERETA CEPAT - Ketua Umum PROJO Budi Arie Setiadi memberikan keterangan pers terkait pelaksanaan Kongres III PROJO di Kantor DPP PROJO, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (29/10/2025). Kongres yang akan digelar pada 1–2 November 2025 tersebut menjadi momentum penting bagi organisasi relawan pendukung Presiden ke-7 Joko Widodo untuk merumuskan arah dan strategi politik pasca pemerintahan Jokowi, termasuk pembahasan kepemimpinan baru dan konsolidasi internal menghadapi dinamika politik nasional ke depan. Warta Kota/Yulianto 

Pada semester I-2025, KAI harus menanggung rugi sekitar Rp 951,48 miliar. Sementara pada tahun penuh 2024, saat PSBI membukukan kerugian Rp 4,19 triliun, KAI ikut menanggung beban hingga Rp 2,24 triliun. 

Kerugian dari anak usahanya ini membuat laba KAI tergerus. Kerugian WIKA Selain KAI, perusahaan BUMN Indonesia yang ikut menanggung porsi kerugian paling besar adalah PT Wijaya Karya (Persero) Tbk atau WIKA. 

Di sisi lain, perusahaan konstruksi pelat merah ini juga terus merugi beberapa tahun terakhir. Beban pembayaran utang dan kerugian di KCIC membuat kondisi keuangan WIKA semakin babak belur. 

Per semester I-2025, WIKA mencatat rugi sebesar Rp 1,66 triliun, sementara pada tahun 2024, rugi bersih WIKA mencapai Rp 2,33 triliun.

WIKA sendiri menjadi salah satu BUMN yang mendapat penugasan sebagai pemegang saham PT KCIC, sekaligus ikut terlibat mengerjakan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung di era Menteri BUMN Rini Soemarno. 

Dikutip dari laporan keuangan WIKA semester I-2025, WIKA mencatatkan kontribusi kerugian sebesar Rp 542,31 miliar sesuai dengan porsi kepemilikan sahamnya di PT PSBI. Sementara itu, pada tahun 2024, bagian kerugian yang harus ditanggung WIKA di PT PSBI mencapai Rp 1,57 triliun. 

Total Utang Whoosh 

Dikutip dari Kompas.com, total nilai investasi pembangunan KCJB mencapai 7,27 miliar dollar AS atau setara Rp 120,38 triliun (mengacu kurs Rp 16.500 per dollar AS). 

Sekitar 75 persen dari total investasi itu dibiayai lewat pinjaman dari China Development Bank (CDB) dengan tingkat bunga tetap 2 persen per tahun. Skema pinjaman tersebut berlaku dengan bunga tetap (fixed rate) untuk 40 tahun pertama. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tawaran Jepang pada 2015 yang hanya memberikan bunga 0,1 persen per tahun.

Namun seiring berjalannya waktu, KCIC kesulitan memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga pinjaman yang besar. 

Saat ini, pemerintah Indonesia bersama CDB tengah berupaya melakukan negosiasi ulang atau restrukturisasi utang agar cicilan bisa diringankan. Salah satu opsi yang tengah dibahas adalah memperpanjang tenor pinjaman menjadi 60 tahun. 

Mayoritas pembiayaan proyek Whoosh memang berasal dari pinjaman CDB, sementara sisanya berasal dari penyertaan modal pemerintah (APBN) serta ekuitas dari konsorsium BUMN Indonesia dan perusahaan China sesuai porsi sahamnya di KCIC. 

Nilai investasi tersebut juga telah mencakup pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dollar AS. 

Dari jumlah itu, sekitar 60 persen ditutup melalui tambahan pinjaman baru dengan bunga yang lebih tinggi, mencapai lebih dari 3 persen per tahun. 

Adapun sisanya ditanggung oleh masing-masing pihak sesuai porsi kepemilikan 60 persen oleh konsorsium Indonesia dan 40 persen oleh konsorsium perusahaan China yang terlibat dalam proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: Warta Kota
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved