Berita Nasional

Luhut Geram Utang Kereta Cepat ke China Diributkan: Kalau Nggak Ngerti Datanya, Nggak Usah Komentar!

Luhut mengaku telah berkoordinasi bersama CEO Danantara Indonesia Rosan Roeslani terkait dengan hal ini.

Editor: Feryanto Hadi
Biro Pers Setpres
UTANG KERETA CEPAT- Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan mempertanyakan ribut-ribut soal pembayaran utang proyek kereta cepat atau Whoosh. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA- Isu mengenai rencana penggunaan dana APBN untuk membayar utang proyek Kereta Cepat Whoosh menuai sorotan publik.

Whoosh adalah Kereta Cepat Jakarta–Bandung, yang digagas oleh Joko Widodo (Jokowi).

Whoosh memiliki kecepatan luar biasa, yakni hingga 350 km per jam.

Layanan kereta api berkecepatan tinggi ini dioperasikan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China, yang 60 persen sahamnya dipegang oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia, sementara sisanya dipegang oleh China Railway International Co. Ltd. melalui Beijing Yawan HSR Co. Ltd. 

Trase layanan ini adalah fase pertama dari serangkaian jalur di sistem kereta api berkecepatan tinggi di Pulau Jawa.

Pada awal proyek Whoosh ini, banyak yang menolak, karena diprediksi bakal rugi besar. 

Baca juga: Mahfud MD Ungkap Proyek Whoosh Jokowi Diduga Dimark-up, Awalnya Kerja Sama Jepang Tapi Jadi ke Cina

Namun, Jokowi saat itu tetap ngotot proyek ini dilanjutkan.

Dan benar saja, saat ini utang yang didapatkan dari China untuk pembiayaan proyek itu menjadi bola panas yang diributkan

Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan mempertanyakan ribut-ribut soal pembayaran utang proyek kereta cepat atau Whoosh.

Menurut Luhut, saat ini yang perlu dilakukan cukup restrukturisasi utang. 

Selain itu, ia menegaskan tidak ada rencana menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membayar utang ini.

 "Kita ribut soal Whoosh, itu masalahnya apa sih? Whoosh itu kan tinggal restrukturisasi saja. Siapa yang minta APBN? Tak ada yang pernah minta APBN," kata Luhut dalam acara "1 Tahun Pemerintah Prabowo-Gibran: Optimism On 8 persen Economic Growth" di Jakarta Selatan, Kamis (16/10/2025).

Luhut mengaku sudah berkoordinasi dengan pihak China terkait dengan restrukturisasi utang Whoosh.

Pihak China pun disebut sudah setuju terkait dengan rencana restrukturisasi utang Whoosh yang ditawarkan Luhut.

Namun, ia mengakui bahwa proses eksekusinya sempat terhambat karena adanya pergantian pemerintahan di Indonesia.

Kini, hanya tinggal menunggu Keputusan Presiden (Keppres) terbit agar tim yang menangani restrukturisasi bisa segera dibentuk.

 "Sekarang perlu ditunggu Keppres supaya timnya segera berunding dan sementara Chinanya sudah bersedia kok, enggak ada masalah," ujar Luhut.

Luhut juga mengungkapkan bahwa pihak China sebenarnya masih berminat melanjutkan Whoosh hingga ke Surabaya.

Namun, mereka ingin persoalan utang ini diselesaikan terlebih dahulu.

Luhut juga telah berkoordinasi bersama CEO Danantara Indonesia Rosan Roeslani terkait dengan hal ini.

Ia meminta Rosan untuk segera membentuk tim restrukturisasi utang Whoosh begitu Keppres-nya keluar. Daftar orang yang terlibat pun juga sudah disodorkan nama-namanya oleh Luhut ke Rosan.

"Kemarin saya sudah bilang sama Pak Rosan, saya bilang, 'Rosan, segera aja bikin itu. Orangnya ini, ini, ini. Kau bikin keppresnya, ya.' Dia bilang, 'Saya bicara [dulu ke] presiden.'," ucap Luhut.

"Kenapa terus bilang nanti Whoosh akan kita akhiri dengan South China Sea. Apa lagi ini? Kadang-kadang saya nggak ngerti, bicara. Jadi kalau saran saya, kalau kita nggak ngerti datanya, nggak usah komentar dulu. Nanti cari datanya, baru berkomentar. Ya kalau cari popularitas murahan silahkan sih," sambungnya

"Jadi saya tidak melihat juga masalah yang lain," pungkas Luhut.  

Sebelumnya, CEO Danantara Indonesia Rosan Roeslani telah mengantongi sejumlah opsi dalam membereskan pembayaran utang proyek kereta cepat.

Namun, ia belum ingin membeberkannya karena semua opsi tersebut masih dikaji secara mendalam.

"Ada beberapa opsi. Ini masih dalam pengkajian," kata Rosan ketika ditemui di Hotel St Regis, Jakarta Selatan, Rabu (15/10/2025) malam.

Nantinya, hasil kajian ini akan ia paparkan terlebih dahulu ke beberapa kementerian yang memiliki keterkaitan dalam proyek kereta cepat.

Antara lain Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, dan lain-lain.

Baca juga: Pengamat Semangati Danantara Bayar Utang Whoosh, Minta Tak Bergantung ke Pemerintah: Pikirkan Solusi

"Jadi saya maunya ini kami evaluasi mendalam, baru kami duduk bersama (dengan kementerian-kementerian lain), kami kaji opsi yang mana, ya itu yang kami tentukan," ujar Rosan.

Oleh karena itu, Rosan memilih untuk tidak mengungkapkan berbagai opsi tersebut ke publik sebelum dibahas dan dimatangkan bersama kementerian terkait.

Rosan sendiri telah menemui sejumlah menteri untuk menyampaikan bahwa ia dan timnya masih mengkaji berbagai opsi pembayaran utang proyek kereta cepat ini.

"Nah, kami akan sampaikan pada saat analisa komprehensif ini sudah lengkap. Bersamaan dengan itu, baru kami tentukan apa yang dibutuhkan seluruh menteri karena kami Danantara tidak bisa berjalan sendiri kan," ucap Rosan.

"Nanti keputusan semua menteri atau pihak yang terkait, apapun keputusannya itu, saya yakin yang terbaik dan akan kami jalankan," pungkasnya.

Sebagai informasi, investasi pembangunan Whoosh mencapai 7,27 miliar dollar AS atau Rp 120,38 triliun.

Namun, dari seluruh investasi itu, total sebesar 75 persen dibiayai melalui utang ke China Development Bank (CDB) dengan bunga tiap tahunnya sebesar 2 persen.

Dari segi pembayaran utang, skema yang disepakati yaitu tetapnya besaran bunga yang disepakati selama 40 tahun pertama.

Pada pertengahan pembangunan, turut terjadi pembengkakan biaya (cost overrun) yang mencapai 1,2 miliar dolar AS.

Pihak PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) pun menarik utang lagi dengan bunga yang lebih tinggi yakni sebesar 3 persen.

Adapun separuh utang untuk membiayai cost overrun itu berasal dari tambahan pinjaman CDB. Sementara sisanya dari patungan modal BUMN Indonesia dan pihak China.

Direktur Utama (Dirut) PT KAI kala itu, Didiek Haryanto mengatakan besaran bunga utang pembangunan Whoosh dari CBD terbagi menjadi dua tergantung pada denominasi utang.

Total utang 542,7 juta dollar AS diberikan dalam denominasi dollar AS sebesar 325,6 juta dollar AS (Rp 5,04 triliun) bunganya 3,2 persen dan sisanya sebesar 217 juta dollar AS (Rp 3,36 triliun) diberikan dalam denominasi renminbi alias yuan (RMB) dengan bunga 3,1 persen.

"Tingkat suku bunga flat selama tenor 45 tahun. Untuk loan (denominasi) dollar AS 3,2 persen, untuk loan dalam RMB 3,1 persen," ujarnya

Didiek mengatakan, utang dari CBD ini digunakan untuk menutupi porsi cost overrun KCJB yang ditanggung oleh konsorsium Indonesia sebesar 75 persen dan 25 persen sisanya akan dipenuhi dari PMN yang bersumber dari APBN Indonesia.

 "Pinjaman dari CDB merupakan pendanaan cost overrun dari pinjaman porsi konsorsium Indonesia 542,7 juta dollar AS. Untuk porsi equity porsi konsorsium Indoensia telah dipenuhi dari PMN," tuturnya.

Purbaya tolak bayar utang pakai APBN

enteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) memiliki kemampuan finansial yang memadai, untuk membayar utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh tanpa perlu mengandalkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Kepastian itu disampaikan Purbaya usai menghadiri rapat bersama jajaran direksi Danantara dan sejumlah menteri di Wisma Danantara, Jakarta, Rabu (15/10/2025).

Ia mengungkapkan bahwa meskipun sempat terjadi perbedaan pandangan dalam rapat.

Dimana pihak Danantara akhirnya menunjukkan komitmen untuk menanggung kewajiban pembayaran utang kepada pihak China.

“Mereka (Danantara) sempat ngotot ingin menggunakan APBN untuk menutup cicilan, tapi saya bilang tidak perlu. Danantara punya kemampuan keuangan yang cukup,” ujar Purbaya kepada wartawan.

Menurut Purbaya, Danantara berpotensi menerima dividen dari berbagai BUMN dengan total nilai mencapai Rp80 triliun hingga Rp90 triliun per tahun.

Dengan sumber dana sebesar itu, ia menilai kemampuan Danantara untuk mencicil utang sebesar Rp 2 triliun per tahun kepada pihak China tidak akan menjadi persoalan serius.

“Sudah saya sampaikan ke Pak Rosan (Roeslani), Danantara terima dividen dari BUMN hampir Rp80 sampai Rp90 triliun. Itu cukup untuk menutup sekitar Rp2 triliun cicilan tahunan untuk kereta cepat,” tutur Purbaya.

Meski demikian, Purbaya menegaskan dirinya tidak terlibat langsung dalam pengurusan teknis pembayaran utang proyek tersebut.

Namun, ia memastikan bahwa kewajiban pembayaran tetap menjadi tanggung jawab Danantara sebagai badan investasi negara yang memegang portofolio strategis.

“Saya tidak ikut urus teknisnya, tapi prinsipnya, pembayaran akan dilakukan sesuai komitmen. Itu bagian dari tanggung jawab Danantara,” kata dia.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved