Berita Nasional

Diduga Dikorupsi Adik Jusuf Kalla, Begini Nasib PLTU 1 Kalbar Saat Ini

Adik Jusuf Kalla, Halim Kalla terseret kasus korupsi proyek PLTU 1 di Mempawah, Kalimantan Barat (Kalbar).

Editor: Desy Selviany
Istimewa
ADIK JK-Adik Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla, Halim Kalla disorot usai tercebur ke kubangan korupsi PLTU 1 Kalimantan Barat. Korupsi yang diduga terjadi selama 10 tahun dari 2008 hingga 2018 itu membuat proyek PLTU 1 Kalimantan Barat mangkrak hingga saat ini.  

WARTAKOTALIVE.COM - Adik Jusuf Kalla, Halim Kalla terseret kasus korupsi proyek PLTU 1 di Mempawah, Kalimantan Barat (Kalbar).

Pembangunan proyek PLTU 1 Kalbar itu sudah dilakukan sejak tahun 2008. 

Direktur Tindak Kortas Tipidkor Polri Brigjen Totok Suharyanto pun mengungkapkan penyebab Halim Kalla terseret kasus korupsi proyek PLTU 1 Kalbar

Dimuat TribunPalu pada Selasa (7/10/2025), Totok menyebut Halim Kalla diduga menjadi dalang di balik pemufakatan lelang proyek senilai Rp 1,2 triliun.

Kasus ini menyebabkan proyek PLTU Kalbar berkapasitas 2x50 MW itu mangkrak selama hampir 10 tahun.

Polisi mengungkapkan Halim Kalla tidak bergerak sendiri.

Ia bersekongkol dengan eks Direktur Utama PLN, Fahmi Mochtar (FM), dan pihak swasta dari PT BRN.

Saat ini Halim Kalla sendiri sudah berstatus tersangka namun belum ditahan pihak Kepolisian. 

"FM selaku Dirut PLN telah melakukan pemufakatan untuk memenangkan salah satu calon dengan tersangka HK dan RR selaku pihak PT BRN," ujar Totok dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (6/10/2025).

Halim Kalla bersama para tersangka lain diduga menyusun skema agar konsorsium tertentu keluar sebagai pemenang lelang.

Baca juga: Sosok Adik Jusuf Kalla yang Terseret Pusaran Korupsi Rp1,3 Triliun​​​​​​​​​

Konsorsium pemenang, KSO BRN–Alton–OJSC, diloloskan dan dimenangkan atas arahan Dirut PLN saat itu, meskipun tidak memenuhi syarat teknis dan administratif yang ditentukan.

Setelah dimenangkan, seluruh pekerjaan proyek yang berlokasi di Kecamatan Jungkat, Mempawah, itu dialihkan kepada PT Praba Indopersada.

Peralihan pekerjaan ini terjadi sebelum kontrak ditandatangani pada 2009, padahal PT Praba sendiri dinilai tidak memiliki kapasitas teknis memadai.

Peralihan ini disertai kesepakatan pemberian fee kepada PT BRN, dan PT Praba diberi hak sebagai pemegang keuangan konsorsium.

Nilai kontrak proyek ini mencapai USD 80,8 juta dan Rp 507,4 miliar, setara sekitar Rp 1,2 triliun dengan kurs saat itu.

Akibatnya, nasib PLTU 1 Kalbar saat ini mangkrak selama 9 tahun. 

Meskipun kontrak efektif berlaku mulai Desember 2009 dengan target rampung 2012, proyek hanya selesai 85,56 persen dan terhenti sejak 2016.

PT KSO BRN telah menerima pembayaran dari PT PLN sebesar Rp 323 miliar dan USD 62,4 juta, meski pekerjaan tidak selesai," kata Totok.

Audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyimpulkan kasus ini sebagai total loss bagi negara.

Total kerugian negara mencapai USD 62.410.523,20 dan Rp 323.199.898.518, atau jika dikonversi dengan kurs 2009, kerugian ditaksir sekitar Rp 1,01 triliun.

Padahal apabila PLTU tersebut beroperasi bisa memenuhi kebutuhan listrik 50.000 hingga 80.000 rumah tangga di Kalimantan Barat. 

Akibat kapasitas listrik yang dijanjikan tidak pernah tersedia, jadi Kalbar tetap bergantung pada sumber lain termasuk impor listrik dari luar.

Selama ini Indonesia membeli listrik dari Sesco Malaysia sekitar 30 persen untuk pemenuhan listrik di Kalimantan Barat.

Tentunya ini juga menciptakan beban tambahan pada pemerintah sebagai pihak yang harus menyelesaikan atau menggantikan proyek itu bila ingin diwujudkan kembali.

(Wartakotalive.com/DES/TribunPalu)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved