Berita Nasional

Ini Isi RUU Perampasan Aset yang Mandek 17 Tahun di DPR RI

Secara garis besar, RUU Perampasan Aset berisi aturan tentang perampasan atau penyitaan berbagai aset yang dimiliki oleh pelaku tindak pidana. 

Editor: Desy Selviany
KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO
Mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung KPK, Senin (3/4/2023). Dalam perkara ini, KPK menduga Rafael Alun Trisambodo menerima gratifikasi senilai puluhan miliar rupiah. Uang Rafael diduga mengalir ke rumah pijat. 

RUU ini juga berlaku untuk semua bentuk kejahatan atau tindak pidana berdimensi ekonomi, mulai dari penghindaran pajak, penipuan, penggelapan, pengrusakan lingkungan, hingga kejahatan yang berkaitan dengan perdagangan orang.

Adapun Aset tindak pidana yang dapat dirampas adalah aset yang diperoleh 
atau diduga dari tindak pidana yaitu 

a. Aset yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari tindak  pidana termasuk yang telah dihibahkan atau dikonversikan menjadi harta kekayaan pribadi, orang lain, atau korporasi baik berupa modal, pendapatan, maupun keuntungan ekonomi lainnya yang diperoleh dari 
kekayaan tersebut; 

b. Aset yang diduga kuat digunakan atau telah digunakan untuk melakukan tindak pidana; 

c. Aset lainnya yang sah sebagai pengganti Aset Tindak Pidana; atau 

d. Aset yang merupakan barang temuan yang diduga berasal dari tindak pidana. 

RUU Perampasan Aset juga bisa menjaring para pejabat yang memiliki aset tidak seimbang dengan penghasilan.

Dalam Ketentuan Perampasan Aset Tindak Pidana ini, juga diatur mengenai aset yang dimiliki oleh setiap orang yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau yang tidak seimbang dengan sumber penambahan kekayaannya dan tidak dapat membuktikan asal-usul perolehannya secara sah maka aset tersebut dapat dirampas. 

Selain itu apabila RUU Perampasan Aset ini disahkan, negara juga bisa melakukan penelusuran aset para pejabat.

Di mana kewenangan melakukan penelusuran dalam rangka perampasan aset tindak pidana (in rem) diberikan kepada penyidik atau penuntut umum. 

Dalam melaksanakan penelusuran tersebut, penyidik atau penuntut umum diberi wewenang untuk meminta Dokumen kepada setiap orang, Korporasi, atau instansi pemerintah. 

Pun negara bisa melakukan pemblokiran dan penyitaan terhadap aset yang berasal dari tindak pidana. 

Dalam ketentuan ini diberikan juga kewenangan kepada penyidik atau penuntut umum untuk melakukan pemblokiran dan penyitaan terhadap aset-aset yang menjadi objek yang dapat dirampas yang akan diatur dalam undang-undang. 

Bahkan negara bisa merampas aset tindak pidana terhadap terdakwa yang meninggal dunia, melarikan diri, sakit permanen, atau tidak diketahui keberadaannya. 

RUU ini juga mengatur Permohonan Perampasan Aset, Tata Cara Pemanggilan, Wewenang Mengadili, Acara Pemeriksaan di Sidang Pengadilan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Pengelolaan Aset, Tata Cara Pengelolaan Aset, Ganti Rugi dan/atau Kompensasi, Perlindungan Terhadap Pihak Ketiga, Kerjasama Internasional penelusuran aset yang didapat dari tindak pidana, Pendanaan, hingga Ketentuan Peralihan.

Ketentuan Peralihan ini mengatur Aset Tindak Pidana yang telah disita atau dirampas diserahkan pengelolaanya kepada Direktorat Jenderal kekayaan Negara Kementerian Keuangan sampai terdapat penugasan atau pembentukan LPA berdasarkan Undang-Undang.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved