Viral Media Sosial
Ramai Gerakan Tolak Sirine dan Rotator 'Tot Tot Wuk Wuk', Ini Kata Warga
Ramai Gerakan Tolak Sirine dan Rotator 'Tot Tot Wuk Wuk' di Media Sosial, Begini Respon Warga Jakarta
Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Dwi Rizki
WARTAKOTALIVE.COM, PALMERAH - Akhir-akhir ini, ramai masyarakat yang memberikan respon beragam terkait penggunaan sirine dan rotator 'Tot Tot Wuk Wuk' aparat yang kerap dibunyikan kala mengawal pejabat negara.
Banyak warga yang merasa resah dengan bunyi strobo tersebut karena dianggap berisik dan menganggu laju kendaraan di jalan raya.
Namun, ada pula yang masih melihat sisi lain dari dibunyikannya strobo tiap mengawal pejabat.
Pengemudi angkot di Palmerah bernama Sahur misalnya.
Dia mengaku tidak terlalu terganggu dengan sirine Tot Tot Wuk Wuk ketika berkendara di jalanan.
"Karena emang dia tugas ya, saya sebagai sopir angkot biasa aja, enggak ada pengaruhnya. Enggak terganggu, yang terganggu saya Jaklingko aja, pengaruh pendapatan omzet turun," katanya saat ditemui di seputar Pasar Palmerah, Jakarta Barat, Rabu (24/9/2025).
Sementara itu, salah seorang warga Cengkareng bernama Danu (22) yang sehari-hari bekerja menggunakan motor, mengaku cukup terganggu.
Di benaknya, Danu selalu mempertanyakan apa urgensi dalam menyalakan strobo ketika berada di jalanan yang ramai dilintasi pengendara.
"Emang apa sih sebenarnya urgensi mereka, pengen banget buru-buru, padahal kan ini macet itu disebabkan oleh mereka-mereka juga, pejabat-pejabat itu," kata Danu kepada Warta Kota, Rabu.
"Kalau misalnya pejabat-pejabat ini emang enggak pengen kena macet, ya harusnya mereka mencari solusi yang jelas dong untuk gimana caranya ngurai macet, gimana caranya macet di Jakarta itu berkurang," imbuhnya.
Baca juga: Dokter Tifa Ragukan Ijazah SMP Gibran: Indonesia Punya Wapres Lulusan SD
Alih-alih meminta pengendara lain mundur dan memberi jalan di tengah kemacetan, Danu lebih ingin para pejabat bisa membuat kebijakan-kebijakan yang berdampak signifikan terhadap kemacetan di Jakarta.
"Bukannya malah warganya dibiarin macet-macetan, tapi mereka sendiri pakai patwal gitu, enak-enakan nerobos macet. Ya harusnya kita yang bayar pajak segala macam gitu, kalau emang mau macet ya karena macet aja sini bareng-bareng," ungkap Danu.
Terkait penolakan ini, Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno memandang jika strobo pada kendaraan awalnya didesain untuk memberikan peringatan darurat.
Namun lambat laun, ada penggunaan yang tidak tepat hingga membuat masyarakat gerah dengan kebisingan di jalanan.
Ditambah lagi, Djoko mengungkap ada penyalahgunaan dan hak istimewa yang tidak tepat terhadap strobo untuk mengawal sejumlah pejabat atau pihak tertentu.
"Alasan paling mendasar adalah penyalahgunaan. Masyarakat sering melihat kendaraan pribadi atau pejabat yang bukan dalam keadaan darurat menggunakan strobo untuk menerobos kemacetan," ujar Djoko saat dikonfirmasi, Rabu.
"Hal ini menimbulkan persepsi bahwa strobo adalah simbol hak istimewa dan bukan alat untuk keselamatan publik. Penggunaan yang tidak pada tempatnya ini menciptakan rasa tidak adil dan memicu kemarahan," imbuhnya.
Kedua, Djoko memandang jika belakangan ini masyarakat sudah mulai meradang lantaran strobo itu memicu kebisingan.
Terlebih, jika kendaraan itu disuarakan di lingkungan padat penduduk dan saat tengah malam.
Selain itu, lanjut Djoko, kebisingan akibat strobo juga bisa menimbulkan stres, bahkan memicu kecemasan bagi para orang tua, orang sakit, atau mereka yang ingin beristirahat.
"Ketiga, regulasi yang kurang tegas. Meskipun sudah ada aturan yang mengatur siapa saja yang berhak menggunakan sirene dan strobo (seperti mobil ambulans, pemadam kebakaran, dan polisi), penegakan hukumnya sering kali dianggap lemah," jelas Djoko.
"Ketidaktegasan ini membuat banyak orang berani menggunakannya tanpa izin, memperburuk masalah penyalahgunaan," lanjutnya.
Terakhhir, Djoko memamdang dewasa ini publik terlanjur tidak percaya dengan mobil pengawalan (patwal). Sebab, banyak yang menggunakannya secara sembarangan dengan alasan ingin cepat sampai.
"Saat mendengar sirene, masyarakat tidak lagi yakin apakah itu benar-benar situasi darurat atau hanya kendaraan yang ingin mencari jalan pintas. Akibatnya, ketika ada situasi darurat yang nyata, respons masyarakat untuk memberikan jalan mungkin tidak secepat atau setanggap seharusnya," pungkas dia.
Korlantas Matikan Strobo dan Sirine Mobil Patwal
Menindaklanjuti masukan masyarakat yang menolak penggunaan rotator dan sirine di jalan lewat gerakan ‘Stop Tot Tot Wuk Wuk’ di media sosial, Korlantas Polri membekukan penggunaan rotator dan sirine mobil patroli pengawalan (patwal) atau dimatikan sementara waktu ini.
Hal itu diungkapkan Kakorlantas Polri, Irjen Agus Suryonugroho, di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (19/9/2025).
"Saya Kakorlantas, saya bekukan untuk pengawalan menggunakan suara-suara itu karena ini juga masyarakat terganggu, apalagi padat," kata Irjen Agus Suryonugroho.
Baca juga: Gelar Retrospeksi, Korlantas Polri dan Jasa Raharja Dorong Pengendara Tertib Berlalu Lintas
Agus menerangkan, Korlantas Polri menerima berbagai masukan dari masyarakat yang akan menjadikan Polri lebih baik lagi.
Menurut Agus, dirinya sudah mendengar tentang suara generasi muda di media sosial yang berupaya untuk menghentikan penggunakan rotator dan sirine.
"Semua masukan masyarakat itu hal positif untuk kita dan ini saya evaluasi. Biarpun ada ketentuannya pada saat kapan menggunakan sirene termasuk tot tot. Dan ini saya terima kasih kepada masyarakat untuk Korlantas sementara kita bekukan," ujar Agus.
Sementara itu, Polda Metro Jaya menyatakan bahwa strobo dan sirine memang secara resmi melekat pada mobil pengawalan, pemadam kebakaran, pimpinan lembaga negara, tamu negara, tamu pejabat negara asing, ambulans, mobil jenazah, konvoi kepentingan tertentu, dan kendaraan penolong kecelakaan.
Hal itu diatur dalam Pasal 135 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009.
Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, AKBP Ojo Ruslani, menegaskan kendaraan pribadi memang tidak diperbolehkan menggunakan rotator maupun sirine.
Oleh karena itu, penindakan akan dilakukan kepada pengguna strobo maupun sirine yang tidak sesuai keperuntukannya.
"Kalau mau lapor boleh saja, sanksinya di Pasal 287 Ayat 4, sanksi pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda Rp250 ribu. Ketika menemukan kendaraan pribadi di jalan gunakan rotator dan sirine berlebihan, diingatkan boleh saja, tentunya lihat situasi juga, jangan sampai malah membuat kemacetan," ucap Ojo.
Ditambahkan Ojo, dalam jenis-jenis pelanggaran yang ditindak oleh Electronic Traffict Law Enforcement (ETLE), juga sudah mencakup penggunaan sirine dan rotator tak sesuai peruntukan.
Bahkan, ETLE juga sudah dilengkapi dengan AI.
Baca juga: Operasi Patuh 2025, Korlantas Catat Pelanggaran tak Pakai Helm Terbanyak
Sebelumnya Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, juga buka suara atas kemunculan gerakan antisirine yang ramai di media sosial.
Dalam gerakan itu warganet menilai pejabat yang menggunakan sirine saat berkendara sangat mengganggu lalu lintas.
Menurut Prasetyo, Presiden Prabowo Subianto telah memberikan contoh terkait penggunaan sirine.
Prabowo diklaim kerap terjebak macet, meski selalu difasilitasi petugas patroli dan pengawalan (patwal) dari polisi maupun dari unsur TNI.
"Beliau sendiri, di dalam mendapatkan pengawalan di dalam berlalu lintas, itu juga sering ikut bermacet-macet," ucap Prasetyo di Istana Negara, Jakarta Pusat, Jumat (19/9/2025).
"Kalau pun lampu merah juga berhenti, ketika tidak ada sesuatu yang sangat terburu-buru mencapai tempat tertentu," sambung dia.
Di satu sisi, Prasetyo mengakui pemerintah mengizinkan pejabat negara menggunakan fasilitas patwal.
Akan tetapi, pejabat negara diminta menggunakan fasilitas tersebut secara bijaksana.
Ia meminta pejabat negara tidak semena-mena, meski difasilitasi petugas patwal saat berkendara.
Prasetyo turut meminta pejabat negara menghormati pengendara kendaraan bermotor lainnya.
"Jangan digunakan untuk sesuatu yang melupi batas-batas wajar dan tetap kita harus memperhatikan dan menghormati pengguna jasa yang lain," tegas Prasetyo.
Sebelumnya gerakan ‘Stop Tot Tot Wuk Wuk’ ramai di media sosial menyoroti maraknya penyalahgunaan strobo dan sirine yang marak di jalan raya.
Aksi penolakan muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari poster digital hingga stiker satir di kendaraan pribadi.
Salah satu stiker yang viral berbunyi, “Pajak kami ada di kendaraanmu. Stop berisik di jalan Tot Tot Wuk Wuk!”
Keluhan masyarakat terutama diarahkan pada kendaraan pejabat yang menggunakan pengawalan meski tidak darurat, serta mobil berpelat sipil yang memasang strobo maupun sirine tanpa hak.
Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News dan WhatsApp
Dokter Tifa Ragukan Ijazah SMP Gibran: Indonesia Punya Wapres Lulusan SD |
![]() |
---|
Viral Desa Sukamulya Kabupaten Bogor Terancam Dilelang, Ini Fakta Sesungguhnya |
![]() |
---|
3. Mohon Maaf, Redaksi Menghapus Berita Ini |
|
---|
Dedi Mulyadi Ancam Geng Motor Ridwan Kamil: Anda Tidak Akan Pernah Bisa Lari |
![]() |
---|
Viral Anggota PWI LS Hentikan Pengajian di Tegal, Kiai Dipaksa Turun Panggung karena Bela Habaib |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.