Berita Nasional
Sambil Menunggu Informasi dari Mahfud MD, KPK Telusuri Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Era Jokowi
KPK menegaskan pihaknya mulai menelusuri dugaan mark up pada proyek kereta cepat
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa pihaknya tidak mewajibkan Mahfud MD untuk membuat laporan resmi terkait informasi dugaan mark up pendanaan proyek kereta cepat atau Whoosh Jakarta-Bandung
KPK bilang, pihaknya hanya meminta Mahfud MD untuk datang memberikan informasi terkait dugaan tersebut
Di sisi lain, KPK menegaskan pihaknya mulai menelusuri dugaan mark up pada proyek kereta cepat
“Kami tidak menunggu, kami tentu mencari juga informasi,” kata pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (22/10).
Asep menyebut, KPK memiliki sumber daya untuk mencari informasi, terkait dugaan rasuah.
Tapi, KPK terbuka jika Mahfud beesedia datang untuk menyampaikan data atau informasi mengenai apa yang disampaikannya di publik
“Silakan untuk disampaikan kepada kami untuk mempermudah dan mempercepat (pencarian informasi),” ujar Asep
Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengaku mencium adanya indikasi pidana korupsi dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang diberi nama Whoosh.
Menurut Mahfud MD, diduga ada mark-up anggaran beberapa kali lipat dalam pembiayaan proyek kereta cepat Whoosh di era pemerintahan Presiden Jokowi tersebut.
Namun hal ini katanya harus diselidiki lebih jauh, untuk mendeteksi kemana uangnya dilarikan dan dinikmati siapa saja.
Pernyataan tersebut kemudian ditanggapi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Alih-alih melakukan penyelidikan, KPK justru meminta Mahfud MD melaporkan dugaan tersebyr
Mahfud MD pun menyebut KPK aneh dalam menanggapi dugaan mark up proyek kereta cepat yang disampaikan sejumlah tokoh di media nasional.
Pasalnya kata Mahfud MD, KPK justru meminta dirinya melapor ke KPK apabila menerima informasi dugaan mark up proyek raksasa tersebut.
Padahal menurut pakar hukum tata negara itu, dalam hukum pidana penegak hukum berkewajiban menyelidiki apabila menemukan dugaan peristiwa pidana.
Bisa juga memanggil sumber informasi tersebut untuk dimintai keterangan.
Bukan justru kata Mahfud malah menyuruh pihak tersebut untuk datang melapor.
“Agak aneh ini, KPK meminta saya melapor tentang dugaan mark up Whoosh. Di dalam hukum pidana, jika ada informasi tentang dugaan peristiwa pidana mestinya aparat penegak hukum (APH) langsung menyelidiki, bukan minta laporan. Bisa juga memanggil sumber info untuk dimintai keterangan,” jelas Mahfud MD di platform X miliknya Sabtu (18/10/2025).
Mahfud menyebut bahwa laporan hanya diperlukan jika ada peristiwa yang tidak diketahui oleh APH sehingga perlu ada yang melaporkan, misalnya penemuan mayat.
Namun kalau ada berita pembunuhan misalnya maka APH harus langsung bertindak menyelidiki tak perlu menunggu laporan.
“Sehingga dalam kaitan dengan permintaan agar saya membuat laporan, ini kekeliruan yang kedua dari KPK,” kata Mahfud.
Dalam kaitan dugaan mark up proyek Whoosh kata Mahfud, isu tersebut sudah beredar di media massa.
Isu itu diungkap sejumlah tokoh di media massa mulai dari Agus Pambagio dan Anthony Budiawan.
Baca juga: Mahfud MD Sebut Utang Kereta Cepat Bisa Ancam Kedaulatan NKRI
Informasi yang diungkapkan Mahfud MD tersebut berlandaskan informasi para tokoh tersebut.
Mahfud mengaku percaya kepada para tokoh tersebut maka dibahasnya secara terbuka di podcast miliknya TERUS TERANG.
Mahfud MD kemudian menantang KPK apakah berani memanggil dirinya dan para tokoh tersebut untuk dimintai keterangannya akan dugaan korupsi kereta cepat.
Apabila KPK berani kata Mahfud, dirinya siap menjelaskan dari mana sumber informasi soal dugaan korupsi proyek kereta cepat tersebut.
“Setelah itu panggil NusantaraTV, Antoni Budiawan dan Agus Pambagio untuk menjelaskan. Bukan diperiksa loh, tapi dimintai keterangan,” jelas Mahfud.
Ia menjelaskan dugaan mark-up dalam proyek Whoosh ini.
"Dugaan mark upnya gini. Itu harus diperiksa, ini uang lari ke mana. Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per 1 km kereta Whoosh itu 52 juta US dolar. Tapi di Cina sendiri hitungannya hanya 17 sampai 18 juta US dolar. Jadi naik tiga kali lipat kan. Ini yang menaikkan siapa? Uangnya ke mana?" tanya Mahfud.
Menurut Mahfud dugaan mark-up anggaran sampai 3 kali lipat, terbilang cukup fantastis.
"Nah, itu markup. Harus diteliti siapa dulu yang melakukan ini," kata Mahfud.
Mahfud mengatakan utang yang sangat besar akibat proyek Whoosh ini dan belakangan mencuat saat Menteri Keuangan Purbaya enggan membayar menggunakan APBN, sejak awal sudah diprediksi pakar dan diungkapkan ke pemerintah.
Karenanya sangat aneh dan menjadi janggal, proyek ini tetap dilakukan namun memberatkan pihak Indonesia.
"Sangat aneh karena ini merupakan satu bisnis B2B, bisnis to bisnis, BUMN dan BUMN sana. Tetapi sekarang hutangnya bertambah terus," ujar Mahfud.
"Bunga hutangnya saja setahun itu Rp 2 triliun. Bunga hutang saja. Sementara dari tiket hanya mendapat maksimal 1,5 triliun. Jadi setiap tahun utangnya bertambah, bunga berbunga terus, negara nomboki terus," papar Mahfud MD.
Menurut Mahfud kalau melihat periode waktunya atau termnya, pembayaran utang itu bisa terjadi sampai 70 atau 80 tahun ke depan.
Untuk itu Mahfud mengusulkan selain Menkeu Purbaya mencari jalan lain dalam membayar utang proyek ini, agar bukan berasal dari APBN.
"Selain itu negara harus menyelesaikan secara hukum. Hukum pidananya bisa ada, kalau itu betul di-mark up," jelaas Mahfud.
Mahfud mengatakan pengamat ekonomi dan kebijakan publik Antoni Budiawan, juga sempat menyatakan soal besaran anggaran yang janggal ini.
"Antoni Budiman bilang di Cina itu harganya dulunya hanya Sebesar 17 sampai 18 US dolar per kilometer. Sekarang jadi 53 juta US dolar. Nah, ini harus diselidiki. Kalau benar itu terjadi, maka itu pidana dan pelakunya harus dicari. Tapi juga ada perdatanya nantinya," kata Mahfud.
Masalah perdata menurutnya akan melihat hubungan antara yang bersangkutan dalam menggunakan uang negara.
Karenanya Mahfud berharap Presiden Prabowo Subianto memback-up para penegak hukum yang mendalami dan menyelidiki dugaan mark-up proyek kereta cepat Whoosh ini.
"Tapi saya lebih cenderung selesaikan pidananya agar bangsa ini tidak terbiasa membiarkan orang bersalah, ya sudah lewat kita maafkan. Itu kan selalu terjadi begitu, dari waktu ke waktu. Padahal ini lebih gila lagi ini ya. Sehingga menurut saya soal Whoosh, saya acungi jempol Pak Purbaya, jalan terus," kata Mahfud.
Ia mendukung keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak membayar utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) Whoosh Rp 116 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Purbaya menegaskan, tanggung jawab pembayaran berada di tangan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), lembaga yang kini mengelola KCIC bersama sejumlah BUMN strategis.
"Saya mendukung Purbaya dalam hal ini. Jadi begini, ini masalahnya yang harus dicari secara hukum," kata Mahfud.
Tapi, menurut Mahfud, juga harus diberi kesempatan bagi pihak-pihak yang terlibat untuk menjelaskan.
"Karena bagaimanapun pemerintah waktu itu punya alasan-alasan sendiri, itu pelaku-pelakunya kan sekarang masih ada semua, untuk diurai agar bangsa ini selamat," ujarnua.
Mahfud juga mengaitkan pengungkapan kasus ini dengan komitmen Presiden Prabowo untuk membuka kasus-kasus yang dianggap punya potensi korupsi atau pernah terjadi korupsi.
"Nah, di sini saya melihat karakter Purbaya dan Pak Prabowo nih sama-sama keras ya. Sama-sama tegas untuk melawan korupsi. Tapi Pak Prabowo mulainya agak merangkak gitu karena tidak mudah kan," kata Mahfud.
Di mana dulu, katanya, di awal Prabowo hanya pidato saja.
"Tapi dia sudah mulai sekarang." kata Mahfud.
"Dimulai dari misalnya penetapan Reza Khalid sebagai tersangka dan buron," ujarnya.
Padahal, menurut Mahfud, selama puluhan tahun Reza Khalid tidak bisa disentuh.
"Sekarang dia sudah menjadi tersangka, terlepas dari apakah nanti Kejaksaan Agung bisa mencari atau tidak. Itu kan Prabowo sudah mulai. Bagus dari Pak Prabowo," kata Mahfud.
Yang kedua, tambah Mahfud, seminggu lalu Prabowo melakukan eksekusi atas korupsi timah di Bangka Belitung.
Baca juga: Jokowi Abaikan Saran Jonan dan Pambagio Kalau Proyek Whoosh Rugikan Negara, Mahfud: Kini Terbukti
"Korupsi Rp 300 triliun. Langsung disita sendiri oleh beliau, diambil sendiri yang Rp 6 triliun dulu. Itu artinya merangkak kan," kata Mahfud.
Kemudian tambah Mahfud, sepekan lalu pemerintah juga menghapus PIK 2 dari daftar proyek strategis nasional.
"Oleh sebab itu pengelolanya gak bisa lagi dilakukan penguasaan hak, tetapi bisa pengusahaan dan itu sudah dilepaskan. Artinya program yang selama ini dikelola oleh maaf Aguan itu dilepas sekarang," kata Mahfud.
Menurutnya Prabowo melangkah mencari penyelesaian agar kedaulatan kita tidak terjajah oleh Cina sekaligus melakukan penyelesaian hukum tanpa pandang bulu.
pernyataan KPK
Sebelumnya Ketua KPK, Setyo Budiyanto, angkat bicara mengenai pernyataan Mantan Menkopolhukam Mahfud MD terkait adanya dugaan penggelembungan anggaran (mark up) pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) yang disebut mencapai tiga kali lipat.
Setyo Budiyanto mengatakan, pihaknya belum menerima informasi tersebut dari internal KPK.
Meski demikian, ia berharap pernyataan Mahfud MD didukung oleh data yang kuat.
"Sampai sekarang sih belum terinformasi ya, artinya dari internal," kata Setyo dalam keterangannya dikutip pada Sabtu (18/10/2025).
"Tapi kalau pak Mahfud menyampaikan seperti itu ya mudah-mudahan ada informasi, ada data dan dokumen yang bisa mendukung kejelasan dari yang disampaikan," lanjutnya.
Setyo meyakini Mahfud MD memiliki data tersebut.
Proyek Whoosh Dipaksakan Jokowi
Mahfud mengatakan tidak heran jika megaproyek kereta cepat Jakarta Bandung yang diberi nama Whoosh, hasil kerja sama dengan Cina ternyata membebani anggaran negara dengan jumlah utang yang kini mencapai Rp 116 triliun.
Menurut Mahfud MD, sejak awal megaproyek ini terlalu dipaksakan oleh Presiden Jokowi saat itu.
Sebab awalnya, tambah Mahfud, proyek kereta cepat ini direncanakan dalam perjanjian G2G, atau government to government, dengan pemerintah Jepang, lalu tiba-tiba berubah menjadi B2B atau business to business antara BUMN Indonesia dengan perusahaan Cina.
Bahkan kata Mahfud, saat itu Presiden Jokowi tidak mau mendengar saran dan peringatan dari Menteri Perhubungan saat itu Ignatius Jonan.
Dimana katanya,, Ignatius Jonan merasa proyek itu tidak visible dan tidak menguntungkan Indonesia.
Namun menurut Mahfud, peringatan Jonan diabaikan Jokowi dan bahkan Jokowi memecat Jonan dari jabatan Menhub.
"Pada awalnya proyek Whoosh ini direncanakan dalam perjanjian G2G, atau government to government, antara pemerintah Jepang dengan pemerintah Indonesia," kata Mahfud dalam channel YouTube Mahfud MD Official miliknya yang tayang, Selasa (14/10?2025) malam.
Di mana katanya berdasarkan hitungan ahli dari UI dan UGM, disepakati bahwa proyek Whoosh bisa dibangun dengan bunga 0,1 persen dengan Jepang.
"Tiba-tiba sesudah Jepang minta kenaikan sedikit gitu, oleh pemerintah Indonesia dibatalkan. Lalu di pindah ke Cina, dengan bunga 2 persen. Dengan overun pembengkakan kemudian menjadi 3,4 persen . Yang terjadi itu. Nah, akhirnya sekarang kita gak mampu bayar," papar Mahfud.
Mahfud menjelaskan ketika kerja sama pengerjaan proyek kereta cepat dipindah dari Jepang ke Cina, Presiden Jokowi memanggil Ignatius Jonan yang menjabat Menhub.
Baca juga: DPR Kaget Cucu Mahfud MD Keracunan MBG, Charles Honoris: Tujuan Mulia Presiden tak Tercapai
Kepada Jokowi, Jonan menyatakan tidak setuju dengan megaproyek itu bersama Cina.
Jonan, kata Mahfud mengatakan ke Presiden Jokowi bahwa perjanjian atau kesepakatan dengan Cina tidak visible atau tidak bisa dilihat keuntungannya.
"Pak, ini tidak visible, kata Pak Jonan ke Jokowi. Tapi malahan Pak Jonannya yang dipecat, digantikan. Sesudah itu dia (Presiden Jokowi-Red) memanggil ahli namanya Agus Pambagio," ujar Mahfud.
Agus Pambagio beber Mafud, diminta Jokowi memberikan saran soal rencana proyek kereta cepat Whoosh yang pembiayaannya bekerja sama dengan Cina.
"Presiden manggil nih. Sesudah mecat Jonatan, dia panggil dan tanya ke Agus Pambagio. 'Pak Agus, gimana ini Pak?' Agus jawab Ini tidak visibel, akan rugi negara, menurut Agus," beber Mahfud.
Mahfud mengatakan bahkan Agus Pambagio sempat menanyakan ke Presiden Jokowi, ide siapa pembangunan kereta cepat yang awalnya kerja sama dengan Jepang lalu dipindah ke Cina dengan biaya yang membesar.
"Ini atas ide siapa? Tanya Agus ke Jokowi. Kok bisa pindah dari Jepang ke Cina dan biayanya makin besar?" ujar Mahfud menirukan pertanyaan Agus Pambagio.
Lalu kata Mahfud, Jokowi menjawab bahwa itu adalah ide Jokowi sendiri.
"Atas ide saya, kata Jokowi. Kata Presiden, atas ide saya sendiri gitu," papar Mahfud.
Mendengar hal itu menurut Mahfud, Agus Pambagio menjawab karena ini ide Presiden dan sudah mau dijadikan kebijakan, maka ia tidak bisa berbuat apa-apa.
"Karena ide Presiden sendiri dan mau dijadikan kebijakan, maka Agus mengaku tidak bisa berbuat apa-apa," kata Mafud.
"Dan pergi si Agus. Ternyata sekarang benar gak mampu bayar utangnya," ujar Mahfud.
Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News dan WhatsApp
| Hadirkan Kesetaraan dan Buka Lapangan Kerja, Sandiaga Uno Resmikan Ruang Kreatif Difabel |   | 
|---|
| Bersaksi di Mahkamah Konstitusi, Fadel Serukan Kesetaraan Bagi Penyintas Thalassemia |   | 
|---|
| Pusaka Apresiasi Ketegasan Prabowo Berantas Mafia SDA: Negara Tak Boleh Mundur Sejengkal Pun |   | 
|---|
| Setahun Jadi Wapres, Pengamat Minta Gibran Perbaiki Kualitas, tak Bergantung Nama Besar Jokowi |   | 
|---|
| Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin Gemar Naik Pesawat Jet Pribadi, Harta Kekayaan Ikut Lompat |   | 
|---|


 
                 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
				
			 
											 
											 
											 
											 
											
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.