Berita Jakarta
Kajari Jakbar Hendri Antoro Dibebastugaskan buntut Anak Buahnya Gelapkan Barang Bukti Rp11,5 Miliar
Kejagung menyebut pencopotan dilakukan karena Hendri tidak melaksanakan fungsi pengawasnya sebagai atasan.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA- Kejaksaan Agung (Kejagung) mencopot Hendri Antoro dari jabatan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kajari Jakbar).
Kejagung menyebut pencopotan dilakukan karena Hendri tidak melaksanakan fungsi pengawasnya sebagai atasan.
Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, menjelaskan Hendri seyogianya memiliki tugas pengawasan melekat terhadap jajarannya. Namun, salah satu anggota Hendri terlibat aktif dalam kasus dugaan penggelapan uang barang bukti kasus investasi bodong robot trading Fahrenheit.
"Dia selaku atasannya, sebagai atasannya, pengawasan melekatnya itu dia tidak laksanakan dengan baik. Kalau ibaratnya Kajari yang melaksanakan (pengawasan) dengan baik, tidak akan terjadi seperti itu," kata Anang kepada wartawan di Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (10/10/2025).
Menurut Anang, kelalaian Hendri mengakibatkan adanya celah tindakan pidana yang dilakukan Jaksa Azam Akhmad Akhsya yang menjadi terdakwa dalam perkara tersebut.
Baca juga: Kejagung Ngaku Kesulitan Mencari, Pengacara Pastikan Silfester Matutina Tak Kabur: Masih di Jakarta
"Kelalaiannya kan mengakibatkan peristiwa kan, itu saja. Tapi kalau dari mens rea dengan pengetahuan belum tergambar," ucapanya.
Ditanya terkait ada tidaknya keterlibatan Hendri dalam tindak pidana, Anang belum bisa memastikan. Dia hanya mengatakan sanksi disiplin berupa dicopot dari jabatannya telah dijatuhkan untuk Hendri.
"Kalau pidananya kan sudah jelas Azam, yang aktif itu kan Azam. Sudah jelas di bukti persidangan dia yang inisiatif aktif, dia yang berhubungan dengan penasihat hukum, terus dia yang paling banyak menikmati ke mana-mana itu. Sementara pihak-pihak lain kan tidak tahu," ujar Anang.
"Yang jelas sudah sanksinya sudah copot dari jabatan, ya kan. Sudah kena sanksi itu, sudah paling berat," imbuhnya.
Atas perbuatannya, Azam didakwa dengan Pasal 12 huruf e atau pasal 12B ayat (1) atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Latar belakang kasus
Seperti diketahui, seorang jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat, Azam Akhmad Akhsya didakwa dengan pasal berlapis karena menggelapkan duit barang bukti pengembalian kasus investasi bodong Robot Trading Fahrenheit sebesar Rp 11,7 miliar.
Jaksa penuntut umum mengatakan, uang itu diambil secara paksa dari barang bukti kasus investasi bodong Robot Trading Fahrenheit yang seharusnya dikembalikan kepada para korban.
Azam yang ditugaskan menjadi jaksa dalam perkara tersebut menyalahgunakan wewenang (memeras) untuk menguntungkan diri sendiri hingga menerima suap dan berkongsi dengan pengacara untuk menilap uang korban.
Adapun pengacara para korban yang terlibat yakni Bonafisius Gunung dan Oktavianus Setiawan. Keduanya juga diseret sebagai terdakwa dalam kasus ini.
"Bahwa uang yang diterima oleh terdakwa dari saksi Oktavianus Setiawan, saksi Bonifasius Gunung, dan saksi Brian Erik First Anggitya melalui rekening BNI Cabang Dukuh Bawah atas nama Andi Rianto dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp 11,7 miliar," kata jaksa membacakan surat dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025).
Jaksa bilang, Azam menangani perkara investasi bodong yang menjerat terdakwa atas nama Jendry Susanto pada 15 Juli 2022.
Dalam kasus itu, ada 30 barang bukti berbentuk uang berupa pecahan dolar Singapura, ringgit Malaysia, baht Thailand, dan rupiah senilai puluhan miliar rupiah.
Sejumlah kelompok korban perkara robot trading itu pun diwakili beberapa orang.
Advokat Bonifasius Gunung menjadi pengacara dari Wahyu selaku koordinator 68 korban. Nilai kerugian para korban mencapai Rp 39,35 miliar.
Bonafisius dijanjikan oleh Wahyu bakal mendapat 50 persen dari nilai kerugian para korban, jika berhasil memenangkan kasusnya.
Berikutnya, advokat Oktavianus Setiawan yang mewakili 761 korban.
Mereka tergabung dalam kelompok Solidaritas Investor Fahrenheit dengan nilai kerugian Rp 261,8 miliar lebih.
Dia juga dijanjikan fee 50 persen dari hasil penanganan perkara (pengembalian uang) yang diterima.
Namun, di luar pendampingan hukum resmi itu Oktavianus diduga bermain culas. Ia bertindak seakan-akan pengacara dari 137 korban lainnya yang tergabung dalam paguyuban Bali, yang mengalami kerugian Rp 80 miliar.
Kemudian, pengacara Brian Erik First Anggitya yang menerima kuasa dari 60 korban.
Mereka berdomisili di Jawa Timur dengan nilai kerugian Rp 8,3 miliar lebih.
Jaksa memaparkan, Azam mendesak Gunung memanipulasi pengembalian uang milik korban yang menjadi barang bukti dari Rp 39,35 miliar menjadi Rp 49,35 miliar. Lantas dia meminta jatak Rp 3 miliar dari kelebihan Rp 10 miliar tersebut.
Sementara, Oktovianus sepakat memanipulasi pengembalian bukti kelompok Bali yang seolah-olah diwakilinya sebesar Rp 17,8 miliar. Dari jumlah ini, Azam meminta agar uang dibagi dua dengan bagiannya Rp 8,5 miliar.
Baik Bonafisius maupun Oktavianus merasa khawatir uang korban yang ia diwakilinya tidak berhasil dikembalikan. Sehingga menuruti kemauan Azam.
Lalu kepada advokat Brian, Azam meminta fee sebesar 15 persen dari nilai uang korban yang dikembalikan yakni Rp 250 juta.
Tapi Brian meminta agar nilainya diturunkan menjadi Rp 200 juta.
Ia juga memiliki kekhawatiran yang sama dan terpaksa memberikannya.
Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News dan WhatsApp
Bersalin Sendirian, Seorang Terapis Ditemukan Tewas di Musala Terminal Kalideres |
![]() |
---|
Jakpro Sulap Infrastruktur Publik Jadi Venue Serbaguna, Dorong Jakarta Jadi Kota Event Dunia |
![]() |
---|
Bukan Sekadar Bangunan, Jakpro Akui Bangun Budaya dan Komunitas Kota Jakarta |
![]() |
---|
Soal Isu Penganiayaan hingga Serikat Tahanan? Ini Kata Polda Metro Jaya |
![]() |
---|
Kocak! Pencuri Motor di Ciracas Nyasar Berujung Ditangkap Warga |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.