Berita Jakarta

Fraksi PAN Tolak Rencana Perubahan Status PAM Jaya Jadi Perseroda Demi IPO

Fraksi PAN Tolak Rencana Perubahan Status PAM Jaya Jadi Perseroda Demi IPO. Ini Alasannya

Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Dwi Rizki
Warta Kota
TOLAK IPO - Penasihat Fraksi PAN DPRD DKI Jakarta Bambang Kusumanto (kiri) dan Ketua Fraksi PAN DPRD DKI Jakarta Husen di kantornya, Rabu (10/9/2025). Mereka menyatakan, Fraksi PAN menolak rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang ingin mengubah status Perusahaan Umum Daerah (Perumda) PAM Jaya menjadi Perseroan Daerah (Perseroda) untuk memuluskan upaya PAM menjadi perusahaan publik atau melakukan penawaran saham perdana (initial public offering/IPO).  

“Usulan PAM Jaya menjadi Perseroda itu akan menuju ke go public. Kalau Tbk itu, pengendalian Pemprov nanti berkurang, bahkan mungkin tinggal 1 persen saja. Kalau sudah go public, yang akan mengawasi adalah otoritas pasar modal. Pasar modal itu profit oriented, kita tidak bisa membela rakyat, tapi harus membela pemegang saham,” ungkapnya.

Bambang juga menyinggung hal ironi mengenai rencana Pemprov DKI Jakarta yang dulu pernah menolak rencana penjualan saham perusahaan bir daerah, namun justru membuka opsi privatisasi pengelolaan air yang jauh lebih vital.

“Pada saat kita mau jual saham bir, nggak disetujui. Malah ini sekarang mau dijual. Padahal air itu hajat hidup orang banyak. Jadi ini sesuatu yang sangat ironis,” tutur Bambang.

Lebih lanjut, Bambang menekankan seharusnya pemerintah daerah bisa memperbaiki kinerja PAM Jaya ketimbang mendorong IPO. 

Kata dia, masih banyak persoalan mendasar yang perlu dibenahi, mulai dari ketergantungan pasokan air baku, tingginya angka kebocoran air (non revenue water/NRW), hingga efisiensi manajemen.

“Lebih baik kinerja PAM Jaya dibantu untuk ditingkatkan. Misalkan ketergantungan air baku yang sekarang 63 persen dari Jatiluhur dan 23 persen dari Tangerang. Lalu non revenue water masih cukup tinggi, 46 persen. Itu dulu yang dibereskan,” katanya.

Bambang juga mengkritik tingginya remunerasi jajaran direksi dan komisaris PAM Jaya yang menurutnya tidak sebanding dengan capaian kinerja.

“Remunerasi Dewan Komisaris dan Direksi tahun 2022 saja Rp 830 miliar. Masa dengan remunerasi sebesar itu tidak bisa meningkatkan kinerjanya? Harusnya setiap investasi dikaitkan dengan capaian tertentu, misalnya menurunkan NRW,” ujarnya.

Meski begitu, Bambang tetap mengapresiasi sejumlah langkah perbaikan yang dilakukan PAM Jaya, salah satunya dalam hal transparansi pelayanan publik melalui sistem pengaduan berbasis digital.

“Untuk yang saya boleh puji adalah sekarang sudah mulai memperkenalkan reporting melalui media internet sehingga komplain masyarakat bisa lebih cepat ditangani. Itu bukti bisa, dengan teknologi sekarang,” kata Bambang.

Namun, dia menegaskan kembali bahwa privatisasi pengelolaan air adalah langkah yang keliru.

“Kalau memang bisa dibereskan dulu secara internal, kenapa harus IPO? Ini soal hak rakyat, bukan sekadar soal bisnis,” tutupnya.

Sementara itu Ketua Fraksi PAN DPRD DKI Jakarta Husen menilai, perubahan badan hukum yang kemudian bertujuan untuk IPO perlu dicermati, karena perusahaan tersebut bergerak pada kebutuhan mendasar warga yaitu air bersih.

Husen mengatakan bahwa ada sejumlah negara yang gagal setelah bekerja sama dengan swasta untuk pelayanan kebutuhan dasar warganya.

Untuk itu, pihaknya meminta kepada Pemprov DKI Jakarta untuk bisa mengkaji ulang perubahan badan hukum terhadap PAM Jaya.

"Kami sudah menolak dengan berbagai macam argumentasi yang rasional dan ilmiah bukan sekadar menolak tanpa ada kajiannya," kata Husen. (faf)

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved